Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi soal batas usia capres dan cawapres disebut terlihat kepentingan politiknya.
Menggugat batas maksimal usia calon presiden dan wakilnya, yakni 70 tahun.
Pengaturan batas usia yang menjadi syarat untuk mendaftar calon presiden dan calon wakil presiden merupakan kebijakan pembentuk undang-undang.
JAKARTA – Mahkamah Konstitusi dalam beberapa pekan ini menerima sejumlah permohonan uji materi perihal syarat batas usia bakal calon presiden dan wakil presiden. Teranyar, permohonan uji materi terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu diajukan oleh Gulfino Guevarrato, 33 tahun, pegawai swasta, pada 21 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gulfino meminta batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) agar diatur minimal 21 tahun dan maksimal 65 tahun. Dia juga meminta agar calon presiden dan wakilnya hanya boleh dua kali maju dalam kontestasi pemilihan presiden maupun wakil presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, sejumlah permohonan uji materi yang dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi sebelum yang dia diajukan jelas terlihat kepentingan politiknya. “Jangan seenaknya bikin batas bawah usia atau batas atas hanya demi kepentingan politik,” ujar Donny Tri Istiqomah, kuasa hukum Gulfino, saat dihubungi pada Ahad, 27 Agustus 2023.
Ketua majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman (kiri), dengan didampingi hakim konstitusi Arief Hidayat memimpin jalannya sidang pengujian materi tentang pemilihan umum, di Gedung MK, Jakarta, 22 Agustus 2023. ANTARA/Sigid Kurniawan
Baca: Koalisi Semu
Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu menyebutkan, persyaratan menjadi presiden dan wakil presiden yakni minimal berusia 40 tahun. Donny menilai, sejumlah uji materi yang diajukan sebelum kliennya jelas terlihat kepentingan politiknya karena diajukan menjelang pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Oktober 2023.
Empat kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI), seperti Anthony Winza Probowo, Danik Eka Rahmaningtyas, Dedek Prayudi, dan Mikhail Gorbachov Dom, mengajukan uji materi yang meminta batas usia calon presiden dan wakilnya diturunkan menjadi 35 tahun. Selain PSI, Partai Garuda mengajukan uji materi yang sama terhadap Pasal 169 huruf q tersebut ke Mahkamah Konstitusi.
Permohonan uji materi agar batas usia bakal calon presiden dan wakilnya diturunkan menjadi 35 tahun diduga untuk memberikan jalan bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai calon wakil presiden di republik ini. Sebab, nama Gibran masuk daftar calon wakil presiden yang disebut-sebut berpeluang mendamping dua poros utama bakal calon presiden, yakni Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Dua partai yang menggugat batas usia tersebut yaitu PSI dan Partai Garuda. PSI adalah pendukung utama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sedangkan elite Partai Garuda cukup dekat dengan pengurus Partai Gerindra besutan Prabowo.
Ketua Umum PSI Giring Ganesha (kanan) bersama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka mengikuti Kopdarnas PSI di Tennis Indoor, Senayan, Jakarta, 22 Agustus 2023. ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Selain partai, lima kepala daerah dan wakil kepala daerah turut menggugat Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu. Kelimanya adalah Wali Kota Bukittinggi periode 2021-2024, Erman Safar; Wakil Bupati Lampung Selatan 2021-2026, Pandu Kesuma Dewangsa; Wakil Gubernur Jawa Timur 2019-2024, Emil Elestianto Dardak; Bupati Sidoarjo 2021-2026, Ahmad Muhdlor; dan Wakil Bupati Mojokerto 2021-2026, Muhammad Albarraa. Para pemohon tersebut juga meminta agar usia minimal bakal calon presiden dan wakil presiden diturunkan menjadi 35 tahun.
Menggugat Batas Maksimal Usia 70 Tahun
Pada 18 Agustus 2023, puluhan advokat yang tergabung dalam Aliansi ’98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan HAM mengajukan permohonan uji materi agar Mahkamah Konstitusi menetapkan batas minimal 40 tahun dan maksimal 70 tahun bagi bakal calon presiden dan wakilnya. Para pemohon dari Aliansi ’98 ini ingin batas maksimal usia perlu diatur karena mengacu pada Pasal 6 UUD 1945 yang menghendaki calon presiden dan wakilnya mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban. Dengan begitu, perlu ada persyaratan batas usia maksimal bagi bakal calon presiden dan wakilnya. “Selama mengemban amanat sebagai presiden dan wakil presiden diharapkan tidak terganggu dengan masalah kesehatan rohani maupun jasmani. “Berusia paling rendah 40 tahun dan paling tinggi 70 tahun pada proses pemilihan,” demikian salah satu petitumnya.
Gugatan batas maksimal usia calon presiden dan wakil presiden juga diajukan advokat Rudy Hartono. Rudy meminta Mahkamah Konstitusi membuat batas usia maksimal bagi calon presiden dan wakil presiden adalah 70 tahun. Argumentasi Rudy sama dengan Aliansi ’98, yakni perlu pengaturan batas maksimal usia bagi calon presiden dan wakil presiden.
Jika permohonan uji materi batas maksimal 70 tahun bagi calon presiden dan wakil presiden dikabulkan, Prabowo Subianto yang diusung empat partai disebut-sebut bisa terancam sebagai calon. Sebab, usia Prabowo telah memasuki 71 tahun saat mendaftar sebagai bakal calon presiden.
Donny mengatakan, sejumlah uji materi perihal batas usia yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi jelas terlihat kepentingan politiknya untuk memaksakan salah satu calon dan menjegal calon lainnya. Dengan begitu, Donny mengatakan, kliennya sengaja mengajukan uji materi tandingan dengan meminta batas minimal 21 tahun dan maksimal 65 tahun. “Kami lawan semua gugatan yang mereka ajukan agar sekalian kita cabut bersama atau tolak semua gugatan soal batas usia tersebut.”
Dia menegaskan, gugatan tersebut bukan untuk menghambat laju Prabowo Subianto maju dalam pemilihan presiden 2024. Donny mengatakan, uji materi yang mereka ajukan untuk meluruskan dan mewujudkan pemilu yang semakin demokratis. Menurut dia, jika gugatan batas usia ini dibiarkan, bakal semakin banyak orang yang mengajukan permohonan tersebut. Sebab, bukan tidak mungkin ada lagi yang mengajukan permohonan untuk menurunkan batas minimal usia menjadi 25 tahun atau 45 tahun. “Tujuan kami agar kalau mau gugat tidak seenaknya karena kepentingan politik,” ucap Donny.
Saat mengkaji batas usia sebagai dasar permohonan uji materi, Donny mengatakan, timnya menelaah original intent atau penafsiran tekstual yang terkandung dalam Pasal 6 UUD 1945. Menurut dia, selama pembahasan perubahan pasal tersebut dalam rapat-rapat Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), terdapat satu fraksi yang mengusulkan batas maksimal usia calon presiden dan wakilnya 60 tahun. Adapun jejak batas minimal usia terlihat dalam risalah pembahasan Perubahan UUD yang dibahas dengan menggunakan rumusan tim ahli, yang merumuskan batas usia terendah 40 tahun. Dalam rapat pembahasan itu, MPR tidak sepakat dengan hitungan batas maksimal yang akhirnya diserahkan untuk diatur kepada pembuat undang-undang dalam konteks open legal policy.
Donny mengatakan, batas usia maksimal 65 tahun yang diajukan mengacu dengan cara mengkomparasi batas usia pejabat lembaga tinggi negara di eksekutif, legislatif, atau yudikatif. Adapun usia minimal 21 tahun mengikuti batas terendah untuk mendaftar calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). “Pendekatan bukan karena kepentingan politik masing-masing. Makanya dibatalkan atau cabut saja semua gugatan soal batas usia.”
Dihubungi secara terpisah, juru bicara PSI, Sigit Widodo, mengatakan bahwa uji materi diajukan karena, dalam UU Pemilu sebelumnya, usia minimal calon presiden dan wakil presiden adalah 35 tahun. Tanpa dasar yang jelas, menurut Sigit, Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 mengubah persyaratannya menjadi 40 tahun. "Kami hanya minta dikembalikan ke persyaratan sebelumnya. Perubahan dari 35 tahun ke 40 tahun tidak memiliki dasar yang kuat," ujarnya.
Adapun soal batas atas usia calon presiden dan wakil presiden, PSI tidak mengajukan permohonan untuk menambah batas maksimal karena menganggap usul itu mengada-ada. "Apakah ada di negara lain yang menerapkan batas maksimal untuk presiden dan wakil presiden?"
Kewenangan Pembentuk Undang-undang, Bukan MK
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi sebaiknya menolak gugatan tersebut. Sebab, gugatan tersebut sarat dengan kepentingan politik untuk meloloskan atau menghalangi politikus yang digadang-gadang bakal menjadi calon presiden dan wakil presiden. “Kalau mau diuji pasal soal batas usia ini, sebaiknya setelah pilpres berlangsung agar nuansa gugatan yang diajukan adalah murni demi kepentingan bangsa, bukan sekadar untuk satu-dua golongan,” ujarnya.
Dedi sepakat adanya revisi batas usia untuk calon presiden dan wakil presiden. Menurut dia, mereka yang telah memiliki hak suara untuk memilih semestinya juga berhak untuk dipilih. Sehingga yang diatur menjadi syarat capres atau cawapres adalah batas minimum usia, bukan maksimal.
Ahli hukum tata negara dari Universitas Bung Hatta, Helmi Chandra S.Y., sependapat dengan Dedi. Menurut dia, gugatan di Mahkamah Konstitusi tidak punya basis argumen yang kuat, bahkan dianggap bertentangan dengan konstitusi. “Mahkamah Konstitusi dalam beberapa putusannya tentang batas usia pejabat publik selalu menyerahkannya kepada pembentuk undang-undang sebagai kebijakan open legal policy,” ujarnya.
Dosen hukum kepemiluan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengingatkan Mahkamah Konstitusi agar berhati-hati dalam menjatuhkan putusan beberapa gugatan ihwal batas usia calon presiden dan wakil presiden. Titi melihat gugatan tersebut sangat kental dengan nuansa politis.
Titi mengatakan, pengaturan batas usia yang menjadi syarat untuk mendaftar calon presiden dan calon wakil presiden merupakan kebijakan hukum atau open legal policy dari pembentuk undang-undang. Mengacu pada Pasal 6 ayat 2 UUD 1945, disebutkan bahwa syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wakil presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Dengan begitu, soal usia, pendidikan, kepatuhan membayar pajak, laporan harta kekayaan, dan syarat-syarat calon lainnya menjadi kewenangan pembentuk undang-undang. “Meskipun secara substansi pembatasan usia merupakan hal positif bagi kaderisasi dan regenerasi politik di partai serta kepemimpinan nasional, kita harus patuh pada pengaturan konstitusi bahwa soal angka syarat usia ini, baik bawah maupun atas, bukan merupakan isu konstitusi.”
IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo