Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Cerita di Balik Rencana Pertemuan Megawati dan Prabowo Subianto

Megawati dan Prabowo dipastikan akan bertemu pada pertengahan Oktober ini. Sinyal PDIP bergabung ke pemerintahan Prabowo.

7 Oktober 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPEKAN menjelang pertemuan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Olly Dondokambey menegaskan posisi PDIP yang akan mendukung pemerintahan Prabowo mendatang. Bendahara Umum PDI Perjuangan itu mengatakan sikap partainya sudah disampaikan langsung oleh Megawati.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ibu (Megawati) sudah ngomong, kita mendukung pemerintahan Prabowo,” kata Olly saat dihubungi Tempo, Ahad, 6 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olly mengatakan terpilihnya kembali Puan Maharani, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan sekaligus putri Megawati, menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode 2024-2029 dapat diartikan sebagai wujud kerja sama antara legislatif dan eksekutif. “Itu kan bagian dari kerja sama,” tuturnya.

Mantan Gubernur Sulawesi Utara ini mengatakan, dalam pertemuan Megawati dan Prabowo nanti akan dihidangkan menu nasi goreng. Menu nasi goreng ini mengingatkan pertemuan Megawati dan Prabowo pada 24 Juli 2019. Saat itu Megawati memasak nasi goreng untuk menjamu Prabowo yang mengunjungi kediamannya di Jalan Teuku Umar, kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Pertemuan itu sekaligus menandai bergabungnya Prabowo dan Gerindra ke pemerintahan Presiden Joko Widodo. PDI Perjuangan merupakan pendukung utama Jokowi dalam pemilihan presiden 2014 dan 2019. Rival Jokowi dalam dua kali pemilihan presiden itu adalah Prabowo. Setelah bergabung ke pemerintahan Jokowi, Prabowo mendapat posisi Menteri Pertahanan.

Keduanya bersama-sama selama lima tahun pemerintahan Jokowi pada 2019-2024. Mereka kembali berseberangan politik pada pemilihan presiden 2024. PDI Perjuangan mengusung pasangan calon presiden Ganjar Pranowo dan Mahfud Md. Sedangkan Prabowo yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi, diusung oleh Koalisi Indonesia Maju. Koalisi ini terdiri atas Gerindra, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Golkar, Partai Solidaritas Indonesia, Partai Gelora, dan Partai Bulan Bintang. Meski tak terang-terangan mengakuinya, Presiden Jokowi juga mendukung Prabowo-Gibran.

Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Sekolah Partai PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, 6 Juni 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Hubungan antara Megawati dan Prabowo tidak memanas meski mereka berseberangan sikap politik. Situasi berbeda antara Megawati maupun PDI Perjuangan dan Presiden Joko Widodo. Hubungan mereka justru merenggang sejak pemilihan presiden 2024. Megawati dan Jokowi tak pernah lagi bertemu secara langsung setelah Gibran menjadi calon wakil presiden Prabowo. PDI Perjuangan juga tak lagi mengundang Jokowi di setiap agenda penting partai tersebut.

Selama kampanye pemilihan presiden 2024, Jokowi justru bersafari ke berbagai daerah, diduga untuk kepentingan Prabowo-Gibran. Mantan Wali Kota Solo itu membagi-bagikan bantuan sosial ke masyarakat. Jurus Jokowi itu ampuh untuk memenangkan Prabowo-Gibran dalam pemilihan presiden. Mereka mengalahkan Ganjar-Mahfud dan Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Menjelang pelantikan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden 2024-2029 pada 20 Oktober 2024, semua partai politik pemilik kursi di DPR bergabung ke pemerintahan Prabowo mendatang. Koalisi Perubahan pendukung Anies-Muhaimin yang terdiri atas Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Keadilan Sejahtera lebih dulu menyatakan bergabung ke pemerintahan Prabowo. PDI Perjuangan juga sangat berpeluang bergabung ke koalisi Prabowo. Ketika PDIP ikut bergabung ke pemerintahan Prabowo, tak ada lagi partai politik di Senayan yang berada di luar pemerintahan atau oposisi.

Sinyal PDI Perjuangan bergabung ke pemerintahan Prabowo makin kuat setelah rencana pertemuan Prabowo-Megawati hampir pasti terealisasi. Olly Dondokambey mengatakan pertemuan keduanya akan berlangsung pada pertengahan bulan ini. “Antara 12 Oktober sampai 15 Oktober 2024,” kata Olly.

Ia mengatakan sedang berkomunikasi dengan Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad untuk mengatur jadwal dan lokasi pertemuan Prabowo dan Megawati. Olly enggan membeberkan materi pertemuan kedua tokoh tersebut.

Dalam laporan utama majalah Tempo edisi 6 Oktober 2024, “Cawe-cawe Jokowi Menjelang Pensiun”, dua petinggi PDI Perjuangan mengatakan pertemuan itu akan dilakukan di sebuah restoran di Jakarta. Pertemuan itu akan digelar sebelum pelantikan Prabowo sebagai presiden 2024-2029 pada 20 Oktober 2024. Pertemuan tersebut tidak melibatkan Presiden Joko Widodo.

Tiga orang sumber Tempo mengatakan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono ikut berperan memuluskan rencana pertemuan tersebut. Mereka menceritakan, lewat Yudhoyono, Prabowo mengirim pesan ke Presiden Jokowi agar menerima PDI Perjuangan bergabung dengan kabinet Prabowo. Pesan itu disampaikan SBY kepada Jokowi saat bertemu di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada 21 September 2024.

Pertemuan antara Yudhoyono dan Jokowi itu terjadi tiga hari setelah SBY menemui Prabowo di kediamannya di Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan. Namun Jokowi justru menyarankan agar Prabowo membiarkan PDI Perjuangan di luar pemerintahan. Jokowi ditengarai khawatir kehadiran PDIP akan mengganggu pemerintahan Prabowo-Gibran.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana belum menanggapi permintaan konfirmasi Tempo ihwal pertemuan SBY dan Jokowi tersebut maupun rencana pertemuan Prabowo dan Megawati. Sebelumnya, Presiden Jokowi merespons rencana pertemuan antara Prabowo dan Megawati saat lawatan ke Nusa Tenggara Timur.

“Saya kira baik pertemuan itu. Sehingga antartokoh bangsa bisa tersambung untuk kemajuan bangsa," kata Jokowi, 2 Oktober 2024.

Juru bicara Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, enggan menjawab ihwal keterlibatan Yudhoyono menjembatani PDIP, Prabowo, dan Jokowi. Deputi Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, mengatakan pihaknya enggan berspekulasi ihwal peluang PDIP masuk kabinet Prabowo. Menurut dia, kepastian PDIP bergabung ke pemerintahan Prabowo merupakan hak prerogatif Prabowo sebagai presiden terpilih. Namun, kata Kamhar, Demokrat menyambut baik rencana pertemuan antara Prabowo dan Megawati tersebut.

“Kolaborasi dan sinergi dari seluruh elemen bangsa akan sangat diperlukan untuk mewujudkan Indonesia Maju, termasuk dengan PDIP sebagai partai pemenang pemilu legislatif,” kata Kamhar, Ahad, 6 Oktober 2024.

Sufmi Dasco Ahmad belum merespons pesan konfirmasi Tempo ihwal permintaan Prabowo agar PDIP bergabung maupun rencana pertemuan Prabowo dan Megawati. Sebelumnya, Dasco mengaku tidak mengetahui rencana PDIP berkoalisi dengan Prabowo. “Saya tak pernah dengar,” kata Dasco, Jumat, 4 Oktober 2024.

Presiden Joko Widodo ditemani presiden terpilih sekaligus Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, saat HUT TNI ke-79 di Monumen Nasional, Jakarta, 5 Oktober 2024. TEMPO/Ilham Balindra

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan pertemuan Prabowo dan Megawati itu nantinya menegaskan bahwa pengaruh Jokowi ke Prabowo tidak lagi dominan. Ia menyebutkan Prabowo ingin menunjukkan ke publik bahwa dirinya sebagai presiden terpilih tidak bisa diintervensi atau didikte oleh siapa pun. Sebab, kata Adi, apabila pertemuan tersebut terhalang karena faktor Jokowi, ada kemungkinan Prabowo menolak pertemuan dan ia sebagai Menteri Pertahanan tegak lurus kepada Presiden Jokowi.

“Namun menjelang pelantikan 20 Oktober, sepertinya memang Prabowo ingin menegaskan bahwa Prabowo adalah presiden terpilih. Saya kira dalam menentukan kebijakan politik pun tidak bisa didikte, apalagi diintervensi oleh siapa pun, termasuk oleh Jokowi,” kata Adi, Ahad, 6 Oktober 2024.

Adi melanjutkan, publik akan mengartikan bahwa pertemuan Prabowo dan Megawati itu nantinya menjadi pertanda hilangnya dominasi Jokowi. Selain itu, kata dia, Prabowo ingin menegaskan mazhab politiknya, yaitu tanpa musuh atau ingin merangkul semua pihak.

“Sejak awal tampil sebagai calon presiden pada 2009 sampai hari ini, memang Prabowo adalah politikus yang melihat keseimbangan dalam politik itu penting. Karena itu, pihak-pihak yang dinilai berseberangan atau kalah bersaing di pilpres sekalipun dirangkul,” ujar Adi.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, berpendapat, masa depan hubungan Prabowo dan Jokowi akan bergantung pada sikap Megawati untuk bersedia atau tidak bersedia bergabung ke pemerintahan Prabowo. “Bila sebatas pertemuan normatif, relasi Jokowi-Prabowo tidak banyak berubah,” kata Agung.

Bahaya Pemerintahan tanpa Oposisi

Peneliti Populi Center, Usep Saeful Ahyar, mengatakan kans PDI Perjuangan bergabung ke pemerintahan Prabowo sangat besar karena tidak ada hambatan bagi partai berlambang banteng moncong putih itu untuk bergabung ke Prabowo. Berbeda saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, PDIP memilih beroposisi karena Megawati memiliki hambatan emosional terhadap SBY.

Selain itu, kata Usep, konsolidasi di tingkat elite politik tampaknya juga lebih disukai masyarakat. Meski begitu, ia melihat situasi politik saat ini sangat berbahaya bagi demokrasi. Sebab, ketika PDI Perjuangan bergabung ke pemerintahan Prabowo, tidak ada lagi partai politik yang berada di luar pemerintahan.

Usep mengatakan pemerintahan tanpa oposisi di DPR akan membuat tidak ada lagi yang membela kepentingan rakyat. Semua partai politik akan satu suara untuk kepentingan eksekutif.

“Kalau semua oposisi ke sana, ya, demokrasinya menjadi tidak sehat. Tidak ada lagi yang membela rakyat atau yang mengatasnamakan kepentingan rakyat,” kata Usep, Ahad, 6 Oktober 2024.

Ia mengatakan pemerintahan Prabowo nantinya sangat kuat karena didukung semua partai di DPR. Sehingga Prabowo akan mudah mengkonsolidasi keinginannya ketika membutuhkan dukungan parlemen.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Rizky Argama mengatakan peran DPR nantinya hanya menjadi tukang stempel dalam setiap pembahasan rancangan undang-undang usulan presiden. Sebaliknya, apabila ada RUU usulan DPR, bisa jadi sudah ada kesepakatan di bawah meja lebih dulu antara DPR dan presiden sebelum pembahasan di Senayan. “Proses pembahasan jadi hanya formalitas,” kata Rizky.

Kondisi ini akan berdampak buruk terhadap masyarakat. Sebab, masyarakat akan kesulitan mendapatkan RUU yang seharusnya untuk kepentingan mereka. DPR dan eksekutif justru akan mengutamakan pembahasan RUU yang menguntungkan elite.

Rizky mencontohkan sejumlah RUU yang sangat dibutuhkan masyarakat, seperti RUU Masyarakat Hukum Adat, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, dan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, justru pembahasannya tersendat di DPR. Sebaliknya, DPR sangat cepat membahas RUU yang menguntungkan elite dan penguasa.

Di samping itu, kata Rizky, DPR akan kehilangan daya kritis terhadap eksekutif. “DPR bisa-bisa hanya mengikuti kemauan atau bahkan memberikan karpet merah terhadap rencana-rencana eksekutif,” tuturnya.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan ketiadaan oposisi akan membuat keputusan politik dan kebijakan eksekutif akan berjalan mulus tanpa ada kritik dan proses pembahasan yang tajam di DPR. Anggota Constitutional and Administrative Law Society ini mengatakan, tanpa oposisi, tidak akan ada kekuasaan penyeimbang untuk memastikan produk undang-undang dibuat demi kepentingan rakyat banyak. Akibatnya, kelompok pemodal di lingkaran kekuasaan akan dengan mudah membuat produk hukum sesuai dengan kepentingan mereka. “Jadi, tanpa ada kritik sama sekali. Bahayanya di situ,” ujar Herdiansyah.

Olly Dondokambey menepis kekhawatiran berbagai pihak soal tidak adanya checks and balances terhadap eksekutif ketika PDIP bergabung ke pemerintahan Prabowo. Dia mengatakan, selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, PDIP juga memberikan kritik sampai Jokowi menyebut PDIP seperti oposisi. “Kami aja yang usung ‘full’. Kami jadi penyeimbang, kok,” kata Olly.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Daniel A. Fajri, Alfitria Nefi., dan Francisca Christy Rosana berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus