Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejak invasi Rusia, warga Kota Chernihiv, Ukraina, memasak di tungku perapian.
Saat ini masyarakat Chernihiv sudah berani beraktivitas di luar rumah.
Warga antre di suparmarket untuk membeli bahan pokok.
KYIV – Memasak di tungku perapian menjadi pemandangan lazim di rumah-rumah penduduk Kota Chernihiv, Ukraina. Sejak invasi Rusia pada akhir Februari lalu, pasokan listrik, air bersih, dan gas berhenti beroperasi bagi sekitar 250 ribu warga kota ini. Kondisi itu berlangsung hingga kini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Irina Samoilenko, 30 tahun, mengatakan sudah berpekan-pekan memasak dengan tungku api. Ia menjadi satu dari ribuan warga yang memilih bertahan di Chernihiv meski perang berkecamuk selama lebih dari sebulan. “Pemerintah meminta kami agar tetap tenang,” kata dia kepada Raymundus Rikang, wartawan Tempo, yang saat ini berada di Ukraina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Chernihiv merupakan kota di sebelah utara Ukraina. Kota ini berbatasan langsung dengan Belarus, sekutu terdekat Rusia. Sebagian besar militer Rusia juga memasuki Ukraina lewat Belarus.
Jarak Chernihiv dengan perbatasan Rusia hanya sekitar 70 kilometer. Adapun jarak Chernihiv dari Kyiv, ibu kota Ukraina, sekitar tiga jam berkendara lewat jalur darat.
Relawan memberikan bantuan kepada warga sipil yang menderita akibat serangan Rusia di Novoselivka, pinggiran Chernihiv. Celestino Arce/NurPhoto via Reuters
Kota ini menjadi salah satu yang paling terkena dampak dari invasi Rusia. Menurut pernyataan pejabat setempat, seperti dilansir Reuters, kota ini dibom sepanjang hari selama berpekan-pekan. Lebih dari 200 warga kota meninggal dan ratusan lainnya terluka. Beberapa desa di pinggir Chernihiv juga luluh lantak akibat serangan militer Rusia.
Tentara Ukraina berhasil menguasai kembali Chernihiv pada awal April lalu setelah Rusia memilih menarik pasukannya dari pinggiran Kyiv hingga kota-kota di utara Ukraina, seperti Bucha, Chernobyl, Chernihiv, dan Sumy. Namun pasukan Rusia tetap bertahan di Ukraina selatan dan barat, seperti Kharkiv, Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Mariupol.
Saat pasukan Rusia menguasai Chernihiv, warga yang tak mengungsi memilih bersembunyi di rumah, rubanah, dan di bungker. Tapi, setelah pasukan Rusia hengkang ke Belarus, warga Chernihiv mulai berani keluar lagi untuk beraktivitas.
Menurut Irina, pemerintah setempat mengumumkan sedang berupaya memulihkan pasokan gas, listrik, dan air bersih secara bertahap. Pada saat bersamaan, warga juga mulai dibolehkan berbelanja bahan kebutuhan pokok di supermarket. Tapi pengelola supermarket masih membatasi jumlah belanjaan warga. Setiap warga kota hanya boleh membeli satu roti dan satu paket pasta setiap hari.
“Antrean di mesin ATM juga panjang karena supermarket tak menerima pembayaran dengan kartu debit, melainkan hanya menerima uang tunai,” kata Irina.
Tempo menyaksikan antrean warga di mesin ATM mengular di pusat Kota Chernihiv. Jumlah antrean selalu lebih dari sepuluh baris. Banyak juga warga kota yang meriung di sebuah lapak yang mendagangkan bahan pokok, seperti kentang, gula, dan tomat.
Mortir terlihat di sebelah kendaraan militer yang hancur, saat serangan Rusia ke Ukraina, di Chernihiv, Ukraina, 1 April 2022. REUTERS/Serhii Nuzhnenko
Selama invasi, tentara Rusia dilaporkan menyerang berbagai lokasi penting di sejumlah kota. Di Chernihiv, misalnya, beberapa bom yang dijatuhkan Rusia pada 3 Maret lalu dilaporkan menghancurkan sejumlah apotek dan rumah sakit. Padahal di kota ini sama sekali tak terdapat markas militer Ukraina. Bom yang sama juga membunuh 47 warga sipil. Lembaga pembela hak asasi manusia, Amnesty International, menyatakan serangan pada 3 Maret lalu itu termasuk bentuk kejahatan perang.
Raymundus Rikang hampir sepekan berada di Ukraina. Selain di Chernihiv, jurnalis Tempo itu menyaksikan Kota Bucha yang porak-poranda akibat serangan militer Rusia. Lebih dari 400 warga sipil di Bucha dilaporkan meninggal akibat invasi militer Rusia.
Meski militer Rusia sudah menarik diri dari Kyiv, suara sirene masih kerap terdengar di ibu kota. Misalnya, Tempo mendengar suara sirene tanda bahaya berbunyi dari arah pusat kota pada Rabu sore waktu setempat. Bunyi itu terdengar hingga Jalan Brovarskyi, yang berjarak sekitar 15 kilometer dari alun-alun kemerdekaan. Bunyi sirene ini menandakan adanya serangan militer Rusia.
Victor Lechuk, warga Kyiv, mengatakan bunyi sirene memang sesekali masih terdengar di tengah kota meski pasukan Ukraina menguasai ibu kota. “Sirene itu menjadi peringatan bila ada peluang serangan udara dan artileri,” kata Lechuk.
Hingga saat ini, pemerintah Ukraina masih terus bersiaga di ibu kota meski militer Rusia sudah keluar dari utara Kyiv. Selain membunyikan sirene, pemerintah memberlakukan jam malam mulai pukul 21.00 waktu setempat di Kyiv. Sejak jam itu, warga sipil dilarang keluar rumah.
Gerbert Fargradyan, warga Kyiv lainnya, mengungkapkan bunyi sirene sudah jarang terdengar dalam sepekan terakhir. Tapi bunyi peringatan itu sering terdengar selama dua-tiga pekan awal invasi Rusia ke Kyiv. “Warga jadi lebih sering tinggal di dalam rumah dan bungker,” kata pria berusia 26 tahun ini.
RAYMUNDUS RIKANG (UKRAINA) | INDRI MAULIDAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo