Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DAPUR bersama yang berada di rumah kontainer di Distrik Skyhiv, Lviv, Ukraina, ramai pada Rabu petang, 21 Februari 2024. Empat perempuan duduk di kursi yang di depannya terdapat meja makan. Tiga perempuan lainnya ada yang mencuci pakaian di mesin cuci, memasak, dan mengupas kentang untuk dimasak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sesekali mereka berdiskusi tentang perkembangan perang Rusia dengan Ukraina. Sejak Februari 2022, Rusia melakukan invasi ke Ukraina dan mengakibatkan jutaan orang mengungsi, salah satunya ke Provinsi Lviv. “Kami harap perang ini segera berakhir,” ujar Yuliya Vyshnevetska, 86 tahun. Percakapan dengan Yuliya ini dibantu oleh Julia, penerjemah dari Ukraine Crisis Media Center.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yuliya berasal dari Lyman, Provinsi Donetsk Oblast. Pada Maret 2022, pasukan Rusia dan tank masuk ke kampung Yuliya. Ia buru-buru keluar dari kota itu bersama para penduduk Lyman. Bersama 14 orang lainnya, Yuliya naik bus ke Lviv yang jaraknya 1.215 kilometer. Yuliya mengatakan dia tak sempat membawa barang-barang berharga karena khawatir akan keselamatannya. Apalagi apartemen yang menjadi tempat dia tinggal kini sudah hancur berkeping-keping karena serangan Rusia.
Pengungsi dari Donetsk Oblast, Yuliya Vyshnevetska, di pengungsian rumah modular di Distrik Skyhiv, Lviv, Ukraina, 21 Februari 2024. TEMPO/Hussein Abri Dongoran
Sebelum tinggal di rumah modular, Yuliya menjadi pengungsi yang tinggal di taman bersama dua anaknya. Belakangan, dia mengetahui ada program tinggal di rumah modular yang dibangun dari bantuan sejumlah pihak, termasuk dari pemerintah Polandia. Sekitar satu bulan setelah mengungsi atau pada April 2022, Yuliya mendapatkan tempat tinggal berupa bangunan kotak persegi berukuran sekitar 4 x 8 meter tersebut.
Tapi bangunan itu hanya kuat untuk musim panas. Yuliya harus pindah ke tempat baru yang dirancang khusus untuk kuat menghadapi musim dingin. Di situlah Yuliya berkumpul bersama perempuan-perempuan lain yang mengungsi. Karena sudah tua, kegiatan Yuliya hanya mengikuti kegiatan sosial yang diadakan di lokasi rumah dan pergi ke gereja. Untuk hidup, dia mengharapkan bantuan dari lembaga kemanusiaan.
Luidmyla Podybailo, 72 tahun, menuturkan awalnya dia tidak nyaman tinggal di rumah modular itu. Dia masih mengingat tempat tinggalnya di Sloviansk, Provinsi Donets Oblast, yang ia bangun bersama suami dan anak-anaknya. Tapi keluarganya sudah tidak ada karena menjadi korban perang. “Saya tinggal di sini sendirian,” kata Luidmyla.
Ia pun mulai beradaptasi karena banyak penduduk di tempat penampungan itu yang seusianya. Yang ia khawatirkan, Lviv juga menjadi daerah yang juga diserang oleh Rusia. Padahal Yuliya sudah nyaman tinggal di rumah modular itu selama hampir dua tahun. “Ketika saya tidur, melihat ada atap di atas saya, itu membuat nyaman,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
***
Pengungsian rumah modular di Distrik Skyhiv, Lviv, Ukraina, 21 Februari 2024. TEMPO/Hussein Abri Dongoran
Olei Fedoy mengantar saya dan lima orang lain mengelilingi kawasan rumah modular itu. Olei, kepala administrasi rumah modular, mengatakan ada delapan blok tempat tinggal bagi pengungsi. Bangunannya seperti kontainer yang bertumpuk dan memiliki dua tingkat. Susunan itu seperti “LEGO” bertingkat, mainan anak-anak remaja. “Satu tempat tinggal untuk satu keluarga,” ujarnya.
Setiap blok itu memiliki satu dapur umum untuk digunakan bersama. Para pengungsi juga diberi tempat mandi dan toilet bersama yang berada di dalam satu blok. “Lokasi untuk perempuan dan laki-laki terpisah, sesama di ujung bangunan,” ujar Olei.
Kawasan tempat pengungsian itu dinamai Mariapolis atau daerah Maria. Nama itu merujuk kepada Santa Maria atau Bunda Maria, yang berbelas kasih dan penuh dengan rasa kemanusiaan. Tempat pengungsian itu memang tidak bakal ada jika tak ada yang memiliki rasa kemanusiaan melihat pengungsi yang menjadi korban perang Rusia melawan Ukraina ini.
Menurut Olei, ada 1.400 orang yang tinggal di rumah modular ini. Para pengungsi itu berasal dari sejumlah daerah yang diserang Rusia. Untuk mendapatkan rumah modular itu, Olei melanjutkan, awalnya para pengungsi diminta mengisi formulir sekitar Maret 2022 atau ketika program ini hendak dijalankan. Para pengungsi pun mengisi formulir pendaftaran. Bagi yang memenuhi syarat, mereka bisa tinggal di rumah modular. Sedangkan yang tidak kebagian akan ditempatkan di tempat pengungsian lainnya oleh Pemerintah Provinsi Lviv.
Semua pengungsi, Olei bercerita, tidak dikenai biaya selama tinggal di rumah modular itu. Para penghuni juga mendapat bantuan. Salah satunya dari gereja di Distrik Skyhiv yang memberi makan sekali sehari. Gereja itu juga memiliki tempat perlindungan dari bom yang lokasinya berada di bawah tanah. Menurut Olei, selain gereja, ada dua lokasi perlindungan dari bom bagi pengungsi yang tinggal di rumah modular itu.
Gubernur Lviv Maksym Kozytskyy menuturkan ada banyak orang yang mengungsi ke Lviv karena peperangan ini. “Penduduk Lviv awalnya 2,5 juta, kini menjadi dua kali lipat,” kata Maksym di kantornya, Rabu, 21 Februari 2024. Awalnya, para pengungsi itu tinggal di beberapa tempat, termasuk di fasilitas publik.
Karena bantuan terus berdatangan, Maksym melanjutkan, tempat tinggal sementara untuk para pengungsi pun dibangun. Tujuannya agar mereka bisa bertahan jika musim salju dan musim dingin datang.
Kini, Maksym bercerita, masalah lain yang harus dihadapi adalah bagaimana membuka lapangan kerja untuk para pengungsi. Untuk sementara, dia mengatakan, pemerintah membuka pelatihan keahlian bagi para pengungsi, seperti manajemen, kesehatan, hingga pelayanan. “Beberapa juga sudah ada yang mulai mendapatkan pekerjaan,” katanya.
HUSSEIN ABRI DONGORAN (LVIV, UKRAINA)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo