Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Perlawanan dari Dalam KPK

Rangkuman berita sepekan.


29 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJUMLAH pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang dinyatakan lulus tes wawasan kebangsaan meminta pimpinan komisi antirasuah menunda pelantikan mereka sebagai aparatur sipil negara. Mereka mendesak Ketua KPK Firli Bahuri dan komisioner lain memperhatikan nasib 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lulus. “Kami ingin pelantikan ditunda hingga Oktober mendatang,” ucap seorang pegawai KPK yang menolak disebut namanya, Jumat, 28 Mei lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagai bentuk dukungan, ratusan pegawai yang lulus tes wawasan kebangsaan mengirimkan surat kepada pimpinan KPK. Mereka berasal dari berbagai direktorat seperti penyelidikan, penyidikan, juga pencegahan dan monitoring. Pimpinan KPK berencana melantik 1.271 pegawai yang lulus tes wawasan kebangsaan sebagai aparatur sipil negara pada 1 Juni 2021. Badan Kepegawaian Negara sudah menyiapkan daftar nomor induk pegawai bagi pegawai KPK yang beralih status.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyatakan ada 25 orang dari 75 pegawai yang diberi kesempatan mengikuti pembinaan kebangsaan. Adapun 51 orang sisanya dipecat. Pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan lembaganya tak berwenang menentukan status akhir 51 pegawai yang tak lulus tes.

Puluhan pegawai KPK yang tak lulus tes pun menyiapkan gugatan terhadap hasil tes wawasan kebangsaan yang dipenuhi kejanggalan. Mereka melapor ke sejumlah lembaga, seperti Dewan Pengawas KPK, Ombudsman Republik Indonesia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, serta Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan.

Kuasa hukum pegawai KPK, Asfinawati, mengatakan ada banyak data dan informasi yang diberikan ke-75 pegawai KPK itu kepada Komnas HAM. Asfinawati mengatakan data tersebut dapat membuktikan bahwa tes pegawai itu diskriminatif dan penuh rekayasa. “Tes ini sudah ditentukan hasilnya sebelum dimulai,” ujar Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ini.
 

Delapan Pelanggaran

Koalisi masyarakat sipil melaporkan hasil tes wawasan kebangsaan yang berakibat pemecatan terhadap puluhan pegawai KPK kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Setidaknya ada delapan poin pelanggaran dalam tes yang diduga dirancang untuk membuang sejumlah pegawai yang kritis terhadap pimpinan KPK.

1. Pengadilan atas pemikiran seseorang terkait dengan masalah pernikahan, religiositas, hingga kecenderungan seks.
2. Pelanggaran atas hak setiap orang untuk mendapatkan perlakuan yang adil dalam hubungan kerja.
3. Pelanggaran atas hak berkumpul dan berserikat yang menyasar pengurus dan anggota wadah pegawai.
4. Upaya pembungkaman terhadap penyidik senior KPK yang juga pembela HAM, Novel Baswedan.
5. Ketidakjelasan dasar hukum yang melandasi pemutusan hubungan kerja para pegawai.
6. Diskriminasi dan pelecehan terhadap perempuan yang tergambar dalam materi pertanyaan.
7. Stigma yang mempengaruhi kehidupan sosial dan keluarga para pegawai yang tidak lulus.
8. Pelanggaran atas kebebasan berpendapat.


4 Tersangka Kasus Lahan di Munjul

KOMISI Pemberantasan Korupsi menetapkan empat tersangka kasus pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur. Mereka adalah Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles; serta Direktur dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian dan Anja Runtuwene. PT Adonara juga menjadi tersangka korporasi. “Kasus itu sudah naik tahap penyidikan,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Kamis, 27 Mei lalu.

Kasus itu bermula dari perjanjian jual-beli antara Pembangunan Sarana Jaya dan Anja selaku penjual. Yoory diduga memerintahkan pembayaran secara bertahap dari harga tanah yang disepakati sebesar Rp 108,9 miliar. Proses jual-beli itu dianggap menyalahi aturan lantaran tidak didahului kajian dokumen serta uji kelayakan dan kepantasan harga. KPK menduga kesepakatan harga sudah dibuat sebelum negosiasi dilakukan.


Khofifah Dilaporkan ke Polisi

SEORANG pengacara, Muhammad Sholeh, melaporkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa ke polisi dan Presiden Joko Widodo. Ia dianggap melanggar aturan lantaran menggelar perayaan ulang tahun di Gedung Negara Grahadi Surabaya pada  Rabu malam, 19 Mei lalu, yang menimbulkan kerumunan. “Open house saat Lebaran saja dilarang, apalagi pesta ulang tahun,” ujar Sholeh di kantor Kepolisian Daerah Jawa Timur, Rabu, 26 Mei lalu.

Sholeh juga mengadukan Wakil  Gubernur Jawa Timur Emil Dardak dan pelaksana harian Sekretaris Daerah, Heru Tjahjono. Khofifah menyatakan permohonan maaf. Dia mengklaim acara itu dibuat tanpa persiapan dan bukan atas inisiatifnya. Dia juga mengklaim tak ada acara potong kue, bernyanyi, ataupun ucapan ulang tahun. Menurut dia, acara itu hanya dihadiri 31 tamu, 10 anak yatim, serta 8 pemain rebana.


Vonis 18 Tahun Pembobol BNI

Terdakwa kasus pembobolan Bank Negara Indonesia (BNI) melalui letter of credit (L/C) fiktif yang merugikan negara sebesar Rp 1,2 Triliun, Maria Pauline Lumowa, selepas menjalani sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 24 Mei 2021. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc.

PENGADILAN Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 18 tahun penjara terhadap terdakwa kasus pembobolan Bank Negara Indonesia, Maria Pauline Lumowa. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. “Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,” ujar hakim ketua Saifudin Zuhri saat membacakan amar putusan, Senin, 24 Mei lalu.

Maria juga wajib membayar denda Rp 800 juta dan uang pengganti sebesar Rp 185 miliar. Ia dianggap bertanggung jawab atas pencairan kredit fiktif di Bank BNI cabang Kebayoran Baru yang merugikan negara sebesar Rp 1,2 triliun.

Vonis terhadap Maria melengkapi putusan terhadap 12 terpidana lain, baik dari pihak swasta, jenderal polisi, maupun swasta. Maria yang sempat buron selama 17 tahun menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut.


Vonis Bersalah Rizieq Syihab

Rizieq Syihab di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, 10 November 2020. TEMPO/M. Taufan Rengganis

PENGADILAN Negeri Jakarta Timur menjatuhkan vonis penjara delapan bulan terhadap Rizieq Syihab. Mantan Imam Besar Front Pembela Islam itu dinyatakan bersalah atas kasus kerumunan saat penyelenggaraan maulid Nabi Muhammad dan hajatan pernikahan anak kandungnya pada November 2020. “Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan tidak mematuhi penyelenggaraan karantina kesehatan,” ujar hakim ketua Suparman Nyompa, Kamis, 27 Mei lalu.

Vonis bersalah juga dijatuhkan kepada Rizieq atas kasus kerumunan saat peletakan batu pertama Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah di kawasan Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Suparman mengakui kerumunan itu merupakan delik culpa alias perbuatan yang tidak disengaja. Rizieq juga diwajibkan membayar denda Rp 20 juta. Rizieq menyatakan pikir-pikir atas putusan itu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus