Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ronda Kebakaran Hutan di Kubu Raya

Berkali-kali terjadi kebakaran di lahan gambut di Kabupaten Kubu Raya. Api sulit dipadamkan karena ketersediaan air seret.

7 September 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kebakaran hutan dan lahan semakin meningkat di banyak daerah.

  • Tim Greenpeace berjibaku memadamkan kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kubu Raya.

  • Faktor manusia diduga yang mendominasi penyebab kebakaran hutan dan lahan.

JAKARTA – Belgis Habiba berjibaku memadamkan kebakaran lahan gambut di Desa Madu Sari, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Jumat pekan lalu. Belgis bersama tujuh koleganya dari Tim Cegah Api Greenpeace Indonesia dan Masyarakat Peduli Api (MPA) menggunakan tiga mesin pompa air untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami kewalahan memadamkan api karena area titik api cukup jauh dan pasokan air kurang mencukupi,” kata Belgis, Selasa, 5 September lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Area yang terbakar berupa lahan gambut. Lahan gambut lebih sulit dipadamkan karena api tidak hanya berada di permukaan, tapi juga menjalar di bawah gambut. “Itu yang membuat susah dipadamkan,” kata dia. 

Jarak dari jalan ke titik kebakaran sekitar 1,5 kilometer. Belgis bersama tim Greenpeace terpaksa menggunakan sepeda motor untuk membawa tiga mesin pompa air yang dibawanya mendekati ke lokasi kebakaran. Awalnya, mesin pompa itu disimpan di atas mobil pikap untuk memudahkan mobilisasi di tengah kebakaran lahan.

Mereka lantas membentangkan slang ke sumber air. Sisi slang lainnya ditarik mendekati titik api, lalu digunakan untuk menyiram lahan yang terbakar. 

Di lokasi, Tim Cegah Api Greenpeace bersama-sama dengan MPA, anggota Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kubu Raya, serta kepolisian menghalau kobaran api agar tidak semakin luas. Tiga hari berselang, mereka baru dapat memadamkan kebakaran lahan gambut tersebut. Luas lahan gambut yang terbakar di sini mencapai 80 hektare.


Baca juga:
Rawan Kebakaran di Banyak Kawasan
Dampak Kebakaran Hutan bagi Orangutan


Menurut Belgis, kebakaran lahan gambut itu merupakan kejadian yang kedua di Desa Madu Sari. Kebakaran lahan gambut yang pertama terjadi pada 14 Agustus lalu. Luas lahan yang terbakar mencapai 185 hektare. Belgis dan tim membutuhkan waktu empat hari untuk memadamkan lahan gambut tersebut.

Belgis bersama 13 anggota tim Greenpeace sudah sebulan berada di Kabupaten Kubu Raya. Mereka sengaja ke Kubu Raya untuk menangani kebakaran hutan dan lahan. Agar memudahkan mobilisasi, tim Greenpeace memilih bermarkas di Desa Kapur, Kecamatan Sungai Raya.

Mereka sudah memprediksi kebakaran hutan dan lahan marak terjadi di Kubu Raya selama musim kemarau. Greenpeace berkaca pada pengalaman musim kemarau sebelumnya. Apalagi musim panas kali ini disertai dengan El Nino atau fenomena pemanasan suhu permukaan laut. 

Sejumlah pengendara melintasi Jalan Ahmad Yani yang diselimuti asap di Pontianak, Kalimantan Barat, 23 Agustus 2023. ANTARA/Jessica Wuysang

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi El Nino berlangsung hingga awal tahun depan. BMKG memperkirakan puncak El Nino terjadi pada Desember tahun ini. 

Sesuai dengan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sebaran titik panas mengalami kenaikan selama periode Juni hingga Agustus tahun ini. Titik panas atau titik api ini biasanya merupakan tanda terjadinya kebakaran di area tersebut.

BNPB mencatat 91.545 titik panas di Kalimantan selama Agustus 2023. Di pulau lainnya juga terpantau adanya titik panas. Misalnya di Bali dan Nusa Tenggara terdapat 28.701 titik api dalam periode yang sama. Lalu di Jawa terdapat 14.816 titik api, di Sumatera ada 11.725 titik api, di Sulawesi ada 10.239 titik api, serta di Maluku dan Papua sebanyak 14.432 titik api. 

Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca pada Pusat Meteorologi Publik BMKG, Miming Saepudin, mengatakan bahwa identifikasi titik panas melalui satelit menjadi langkah awal untuk mengetahui adanya kebakaran hutan dan lahan, meski titik panas itu belum tentu sebagai peristiwa kebakaran. Ia menjelaskan, suatu area disebut sebagai titik panas jika lokasi suhu permukaan bumi di titik tersebut lebih tinggi daripada suhu sekitar.

Tapi, “Data (titik panas) ini bisa dipakai untuk memantau kebakaran, peringatan, analisis kebijakan publik, dan pemahaman akan perubahan iklim,” kata Miming.

Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, mengatakan bahwa kebakaran hutan menjadi bencana alam yang mendominasi selama sepekan terakhir. Sejak Januari hingga Agustus 2023, tercatat 499 kali kebakaran hutan dan lahan di sejumlah daerah.

“Umumnya terjadi di hutan dan gambut,” kata Abdul. Ia mengatakan, sebagian besar pemicu kebakaran hutan dan lahan tersebut adalah faktor manusia.

Relawan Tim Cegah Api (TCA) Greenpeace Indonesia melakukan pembasahan ke tanah gambut yang terbakar di Dusun Bunga Baru, Desa Madusari, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, 17 Agustus 2023. ANTARA/Jessica Wuysang

Pemicu Kebakaran Hutan

Kepala BNPB Letnan TNI Suharyanto menguatkan penjelasan Abdul itu. Suharyanto mengatakan, faktor alam seperti musim kemarau dan El Nino hanya menjadi katalis yang mempercepat penyebaran api. Tapi ia menduga penyebab utama pemicu kebakaran tetap ulah manusia.

Menurut dia, BNPB sudah lebih sigap menangani kebakaran hutan dan lahan kali ini. BNPB telah mendistribusikan 35 unit helikopter patroli dan pengebom air untuk menangani kebakaran hutan dan lahan di sejumlah daerah di Sumatera dan Kalimantan.

Belgis Habiba sependapat dengan BNPB ihwal penyebab utama kebakaran hutan dan lahan akibat faktor manusia. “Hanya sebagian kecil pemantik kebakaran lahan karena faktor alam,” kata dia.

Sesuai dengan catatan Belgis, kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kubu Raya lebih sering terjadi di kawasan gambut. Lahan gambut mudah terbakar karena kondisinya semakin kritis.

Adapun peneliti dan analis data Pantau Gambut, Almi Ramadhi, mengatakan bahwa gambut mudah terbakar karena terjadi pengeringan. Faktor lain kebakaran gambut adalah ulah manusia yang membuka lahan dengan cara membakar.

“Padahal pemerintah seharusnya telah memperoleh banyak pembelajaran dari kebakaran hebat pada 2015 dan 2019,” kata Almi. 

Ia berpendapat, cara ampuh mengurangi kebakaran hutan dan lahan adalah mengevaluasi izin konsesi perkebunan dan pertambangan yang sudah diterbitkan oleh pemerintah. Apalagi kebakaran hutan dan lahan ini sering kali terjadi di kawasan konsesi perusahaan. “Pemerintah harus tegas menindak mereka yang melanggar,” ujar Almi.

Di samping itu, kata dia, pemerintah semestinya membuka data konsesi perusahaan yang terjadi kebakaran hutan dan lahan. Transparansi data ini akan mempermudah proses penegakan hukum. “Kami apresiasi pada tahun ini beberapa konsesi disegel, tapi upaya tersebut tidak akan berarti jika proses hukumnya tak dilanjutkan,” kata Almi.

Patroli di Banyak Desa

Kru Leader Tim Cegah Api Greenpeace, Iwansyah Lubis, mengatakan bahwa setiap hari tim Greenpeace di Kabupaten Kubu Raya berpatroli di beberapa titik untuk memantau kebakaran lahan. Mereka juga mengandalkan laporan masyarakat.

Ia mengatakan, tim Greenpeace sudah sebulan berada di Kubu Raya. Mereka akan mengakhiri kegiatan pemantauan di Kubu Raya pada 10 September mendatang.

Dalam menangani kebakaran hutan, tim Greenpeace menggunakan tiga mesin pompa air. Tim Greenpeace juga dilengkapi dengan sejumlah perlengkapan pemadam kebakaran. Mereka mempunyai SOP (standard operating procedure) sendiri dalam bertugas.

Senin lalu, Lubis dan tim berpatroli di beberapa titik di Kecamatan Rasau Jaya. Mereka mendapati lahan seluas 1 hektare terbakar di Desa Sungai Ambangah. Mereka dapat memadamkannya dengan cepat. 

Bulan lalu, tim Greenpeace juga memadamkan api di banyak titik, di antaranya di Desa Punggur dan Sungaiasam. Luas lahan gambut di Sungaiasam yang terbakar mencapai 2.000 hektare. Tim Greenpeace bersama berbagai pihak membutuhkan waktu dua hari untuk mengatasi kebakaran lahan gambut di Sungaiasam tersebut.

JIHAN RISTIYANTI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus