Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kematian Afif Maulana seorang anak berusia 13 tahun terus menjadi sorotan publik, karena adsanya dugaan alami penyiksaan oleh polisi. Ia ditemukan tak bernyawa di bawah Jembatan Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Dia diduga tewas setelah disiksa sejumlah polisi dari anggota Samapta Bhayangkara yang bertugas melerai tawuran pada Ahad, 9 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, Kepolisian Daerah Sumatera Barat atau Polda Sumbar mengklaim kematian AM di Jembatan Kuranji, Kota Padang, bukan disebabkan oleh penganiayaan oleh polisi. “Saya sebagai Kapolda Sumbar akan bertanggung jawab, jika memang ada anggota yang terlibat dalam penyimpangan ini,” kata Kapolda Sumbar Irjen Suharyono pada Ahad, 23 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AKBP Rully Indra Wijayanto, menuturkan pihaknya telah memperoleh kesaksian dari Adit yang membonceng Afif pada saat kejadian. Adit mengatakan kepada polisi, pada saat pengamanan oleh petugas sempat tercetus kalimat dari korban mengajak saksi untuk melompat ke bawah Jembatan Kuranji. Namun, ajakan tersebut ditolak dan saksi lebih memilih menyerahkan diri.
Mengenai Jembatan Kuranji, pembangunannya dimulai dengan pembebasan lahan pada 1989 dan pembangunan dilakukan pada 1991.
Jembatan tempat ditemukannya Afif, berada di Kilometer 9 By Pass Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang. Jembatan tersebut berada di tengah kota dan pemukiman padat penduduk. Dikutip dari jurnal yang ditulis oleh Suhendrik Harwan dan Arif Munandra dengan judul Pemgendalian Banjir Batang Kuranji Menggunakan Program HEC-RAS sungai Batang Kuranji memiliki panjang 18,60 KM sungai ini berlabuh di sekitar Bukit barisan antara Kabupaten Solok dan Kota Padang dan bermuara di laut lepas Samudra Hindia.
Saat ini air sungai tersebut sedang surut tampak batu- batu di dasar sungai sebagian telah muncul ke permukaan. Hanya ada sisa sebagian dari sungai yang masih tampak digenangi oleh airnya yang berwarna coklat kehijauan.
Jembatan Talun Cirebon. Foto : Polresta Cirebon
Tak hanya Jembatan Kuranji, Jembatan Talun juga menjadi saksi bisu kematian Eky dan Vina. Kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap Vina, remaja asal Cirebon pada Agustus 2016 silam kembali mencuat setelah film berjudul Vina: Sebelum 7 Hari jadi perbincangan publik.
Menurut Kombes Yusri Yunus, yang saat itu menjabat sebagai Kabid Humas Polda Jabar, insiden bermula ketika Vina dan Eky sedang berboncengan sepeda motor bersama teman-temannya di daerah Kalitanjung, Kota Cirebon. Saat melewati SMPN 11 Kalitanjung, rombongan korban tiba-tiba dilempari batu oleh geng motor.
Para pelaku kemudian mengejar korban dan rombongan. Nahas, Vina dan Eky berhasil dikejar dan terjatuh karena motor mereka ditendang oleh pelaku, sementara temannya yang lain dapat melarikan diri.
Vina dan Eky kemudian dibawa oleh pelaku ke tempat sepi, tepatnya di depan SMP 11 Kalitanjung. Di tempat tersebut, para pelaku menganiaya Eky lalu memerkosa Vina. Keduanya pun tewas.
Setelahnya, para pelaku membuang jasad Vina dan Eky ke bawah jembatan layang agar aksi pembunuhan tidak tercium oleh polisi. Para pelaku sengaja membuat keduanya seolah tewas karena kecelakaan tunggal. Kejadian ini pun sampai sekarang belum terpecahkan secara tuntas.
SUKMA KANTHI NURANI | RIZKI DEWI AYU | KARUNIA PUTRI I TIARA JUWITA