Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Sejumlah saksi sidang korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 bersaksi bahwa mantan Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Eni Maulani Saragih, menggunakan uang hasil gratifikasi untuk biaya pemilihan kepala daerah Temanggung 2018. Suami Eni, Muhammad Al Khadziq, memenangi kontestasi dan terpilih sebagai Bupati Temanggung periode 2018–2023, 27 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Staf ahli Eni Saragih, Tahta Maharaya, mengatakan Eni meminta uang ke sejumlah pengusaha. Ia juga mengaku pernah diperintah Eni membawa uang Rp 7,63 miliar ke Temanggung. Duit dari sejumlah pengusaha itu lantas dibagikan ke para saksi dan relawan. "Saya tidak tahu secara pasti berapa jumlah uang yang diterima setiap saksi dan relawan," kata keponakan Eni itu saat bersaksi dalam sidang korupsi PLTU Riau-1 dengan terdakwa Eni, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum dibawa ke Temanggung, Tahta menjelaskan, uang tersebut dia tukar menjadi pecahan Rp 5.000–50 ribu. Penukaran dicicil mulai 6 Juni hingga 22 Juni 2018. Selanjutnya, Tahta membawa dan meletakkan uang tersebut di kamar Khadziq.
Tahta juga mengaku pernah empat kali diperintah Eni untuk mengambil uang dari sekretaris pengusaha Johannes B. Kotjo bernama Ratna. Pertama dia menerima dalam bentuk cek bernilai Rp 2 miliar pada akhir 2017 lalu. Selanjutnya, ia menerima dua kantong plastik berisi duit Rp 2 miliar dari Ratna pada Maret lalu.
Pada 8 Juni lalu, Eni kembali menyuruh Tahta mengambil uang Rp 250 juta dari Ratna. Terakhir, pada 13 Juli, beberapa saat sebelum mereka ditangkap KPK, Ratna menyerahkan Rp 500 juta.
Direktur PT Nugas Trans Energy, Indra Purmandani, juga mengaku pernah menampung uang gratifikasi Eni dari tiga pengusaha. Orang dekat Eni itu mengatakan pernah menampung duit senilai Sin$ 37 ribu dan Rp 97,5 juta dari petinggi PT One Connect Indonesia. Ia juga pernah menampung duit dari petinggi PT Smelting dan PT Isargas, masing-masing bernilai Rp 250 juta. "Ketika itu Ibu (Eni) bilang ada kebutuhan sosial di Temanggung. Saya asumsikan itu pilkada," kata Indra.
Menurut Indra, uang dari sejumlah pengusaha itu dikirim dalam bentuk tunai maupun ditransfer ke rekeningnya. Selanjutnya, ia menyerahkan duit tersebut ke Eni secara langsung maupun melalui Tahta.
Sebelumnya, Eni didakwa menerima suap dari mantan pemilik saham BlackGold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo, sebesar Rp 4,7 miliar untuk membantu mengurus proyek PLTU Riau-1. Sebagian duit dari Kotjo itu diduga dipakai Eni untuk biaya kampanye suaminya.
Selain dari Kotjo, Eni diduga menerima gratifikasi dari empat pengusaha sebesar Rp 5,6 miliar dan SGD 40 ribu sejak menjabat anggota DPR periode 2014–2019. Jaksa menuding uang gratifikasi tersebut digunakan untuk membiayai pencalonan Al Khadziq.
Eni tidak membantah pernah menerima duit dari sejumlah pengusaha. Namun, menurut dia, sebagian duit itu ditujukan untuk kegiatan sosial di daerah pemilihannya. Ia menganggap uang itu sebagai dana tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR dari perusahaan yang ingin membantu masyarakat. "Kebetulan Temanggung ini kampung halaman saya. Jadi, bantuan itu tidak hanya untuk pilkada," kata dia. MAYA AYU PUSPITASARI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo