Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Haris Andi Surahman, pengusaha asal Sulawesi Tenggara, tak menyentuh segelas air putih di meja. Ia ingat, di lantai 19 gedung Nusantara I Dewan Perwakilan Rakyat pada pertengahan Oktober 2010, segera menyodorkan empat map kepada tuan rumah, Wa Ode Nurhayati, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Amanat Nasional. Isinya proposal permintaan dana penyesuaian infrastruktur daerah dari empat kabupaten: Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah di Nanggroe Aceh Darussalam, serta Minahasa, Sulawesi Utara.
Haris meminta Ode memasukkan empat daerah itu dalam daftar penerima dana penyesuaian infrastruktur pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011. Tak semua daerah bisa mendapatkan dana ini. Ode, anggota Badan Anggaran Dewan, menurut Haris, menyanggupi permintaan itu. ”Tapi dia minta jatah 5-6 persen,” kata dia Kamis pekan lalu. Tak sampai satu jam, pertemuan berakhir. Haris berjanji menyerahkan sejumlah uang.
Sesuai dengan kesepakatan, Haris segera mengumpulkan uang dari sejumlah pengusaha di empat daerah. Ia menyatakan ikut menyerahkan iuran Rp 100 juta. Menurut dia, dari bantingan ini, terkumpul duit Rp 6,75 miliar dan kemudian diserahkan dalam beberapa tahap kepada sekretaris Ode, Sefa Yulanda. ”Uang itu saya serahkan di Bank Mandiri cabang DPR,” katanya.
Belakangan, Haris ternyata tak menemukan empat daerah itu dalam daftar penerima dana infrastruktur. Itu sebabnya, berulang kali ia meminta kembali uang Rp 6,75 miliar. Tapi Ode terus mengelak. Kesal, Haris mengadu ke Fraksi Partai Amanat Nasional pada awal Februari. Ia menyebutkan telah dipertemukan dengan Ode dan Sefa di hadapan Wakil Ketua Fraksi Andi Anzhar Cakra Wijaya. Di situ, Ode berjanji mengembalikan uang. ”Sekarang masih kurang Rp 1,76 miliar,” kata Haris.
Wa Ode mengaku mengenal Haris sebagai sesama aktivis Himpunan Mahasiswa Islam. Ia juga mengatakan pernah dua kali bertemu dengan Haris, yang meminta dia meloloskan alokasi dana untuk empat kabupaten. Tapi ia menyangkal meminta sogokan. Ia menuding justru Haris yang menawarkan komisi. ”Saya mau saja membantu memperjuangkan anggaran daerah sepanjang memenuhi syarat,” katanya. ”Saat dia menawari saya uang, saya tak mau.” Ode juga membantah telah mengembalikan uang Haris.
Sefa juga menyatakan pernah bertemu dengan Haris di ruang bosnya. Tapi ia membantah menerima uang yang disetorkan Haris. Adapun Andi Anzhar menyatakan tak pernah ada pertemuan dengan Haris, membahas pengembalian duit.
ACARA Mata Najwa di Metro TV, Rabu tiga pekan lalu, mengejutkan Haris. Wa Ode buka-bukaan soal praktek percaloan di Badan Anggaran DPR. ”Ini maling teriak maling,” katanya. Ode juga menyebutkan peran pemimpin Dewan dalam percaloan. Pemimpin Badan Anggaran dan Ketua Dewan Marzuki Alie juga meradang atas pernyataan Ode. Marzuki melaporkan anggota Dewan dari daerah pemilihan Sulawesi Tenggara ini ke Badan Kehormatan.
Senin dua pekan lalu, Haris mengadu ke Badan Anggaran DPR. Kali ini ia menyerahkan bukti penerimaan uang yang ditandatangani Sefa. Empat pemimpin Badan Anggaran, Melchias Markus Mekeng, Mirwan Amir, Olly Dondokambey, dan Tamsil Linrung, meluangkan waktu menerima laporan Haris.
Para pemimpin Dewan juga menerima pengaduan Bahar, yang mengaku diserahi kuasa beberapa pihak untuk menagih uang kepada Ode. Di depan petinggi Badan Anggaran, Bahar menceritakan kliennya, seorang pengusaha di Kota Palu, Sulawesi Tengah, yang meminta bantuan anggota Fraksi Demokrat, Andi Rachmat, agar daerahnya menerima dana infrastruktur pada Anggaran Perubahan 2010. Andi Rachmat lalu mengenalkan pengusaha ini kepada Ode. ”Dia menyetor Rp 2,7 miliar ke Ode,” kata Bahar.
Menurut Bahar, Ode juga menjanjikan dana infrastruktur ke beberapa kabupaten di Papua. Bahar mengatakan sedang mengumpulkan pihak-pihak yang dirugikan Ode agar melapor ke Badan Anggaran DPR. Menanggapi tuduhan Bahar, Andi Rachmat tak membantah mengenalkan pengusaha yang dimaksudkan Bahar kepada Ode. Sebab, ia bukan anggota Badan Anggaran. ”Saya bawa dia ke Ode karena saya kenal,” kata Andi, yang juga berasal dari daerah pemilihan Sulawesi Tenggara.
Ode menilai semua pengaduan ke Badan Anggaran merupakan serangan balik kepadanya. Ia mempertanyakan kewenangan petinggi Badan Anggaran menerima pengaduan. Menurut dia, hanya Badan Kehormatan yang bisa menerima pengaduan masyarakat atas kelakuan anggota Dewan. Sumber Tempo di DPR mengatakan pimpinan Badan Anggaran sengaja mengundang orang-orang yang merasa dirugikan Ode. Politikus 29 tahun ini balik melaporkan sikap pimpinan Badan Anggaran itu ke Badan Kehormatan, Kamis pekan lalu.
Keturunan Bangsawan Buton ini juga menganggap semua tuduhan itu rekayasa belaka. Soal tuduhan Bahar, Ode punya bukti kuat. Ia baru menjadi anggota Badan Anggaran pada awal Oktober 2010. Saat itu, pembahasan Anggaran Perubahan 2010 sudah selesai lima bulan sebelumnya. Tuduhan Haris juga dinilainya tak masuk akal. Buktinya, empat daerah yang diajukan Haris tercatat dalam daftar penerima dana infrastruktur.
Dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah, memang tercatat Aceh Besar, Pidie Jaya, Bener Meriah, dan Minahasa menerima dana itu. Haris, ketika dihubungi lagi, tak bisa menjelaskan masuknya empat daerah itu dalam daftar. Ia malah menyangkal isi peraturan Menteri Keuangan itu. ”Saya ini korban penipuan,” katanya ngotot.
Tuduhan Haris dan Bahar memang belum terbukti benar. Tapi masih ada delapan lembar tanda terima dari buku catatan Bank Mandiri yang diajukannya sebagai bukti. ”Saya yang menulis tanda terima, dia tinggal tanda tangan,” kata Haris. Sekretaris Ode, Sefa, awalnya mengakui tanda tangannya terbubuh di situ. ”Iya, itu tanda tangan saya. Tapi saya tak tahu kenapa ada di situ,” katanya saat salinan bukti milik Haris itu ditunjukkan kepadanya.
Dia lalu membubuhkan tanda tangan pada secarik kertas. Sekilas tanda tangan itu sama. Nama Sefa yang tertulis pada salah satu lembaran itu pun sekilas juga mirip dengan catatan pribadi yang ditunjukkannya pada Tempo. Belakangan Sefa menyatakan tanda tangan itu palsu.
Wa Ode pun membela anggota stafnya itu. Ia siap membawa bukti yang diajukan Haris ke kepolisian untuk membuktikan keaslian tanda tangan Sefa. ”Jangankan anggaran, politik saja dia tak tahu,” kata Ode.
Bukti yang diajukan Haris diyakini benar oleh pimpinan Badan Anggaran. ”Sulit mengingkari bukti itu,” kata Wakil Ketua Badan Anggaran Tamsil Linrung. Ia membantah pimpinan Badan Anggaran sedang menyiapkan peluru untuk menghajar Ode. Pimpinan Badan Anggaran, kata Tamsil, berhak menerima pengaduan.
Paling tidak Tamsil menilai kesaksian Haris dan Bahar bisa menjadi pelajaran buat Ode. ”Kalau punya bukti, laporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Jangan cuma ngomong di media,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera ini. Tamsil bahkan menantang Ode bertindak seperti Agus Condro, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang ditahan karena membongkar sekaligus mengakui menerima cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004. ”Ode harus berani membongkar dirinya sendiri. Sekarang dia belum seperti Agus Condro,” katanya.
PERANG antara pimpinan Badan Anggaran dan Wa Ode ternyata juga membuat gerah Fraksi Partai Amanat Nasional. Selasa pekan lalu, pemimpin fraksi itu menggelar pertemuan dengan Ode dan sejumlah anggota yang duduk di Badan Anggaran. Menurut seorang peserta rapat, para petinggi mempertanyakan langkah Ode yang ”menantang” bos Badan Anggaran. Bersuara paling keras adalah Teguh Juwarno, Sekretaris Fraksi PAN. ”Kamu punya bukti atau tidak?” kata dia.
Pimpinan fraksi lainnya juga mempertanyakan soal ”kebersihan” Ode seperti yang diadukan Haris dan Bahar ke Badan Anggaran. Ditemui Tempo, Teguh membenarkan adanya rapat itu. Wakil Ketua Fraksi Andi Anzhar juga membenarkan. Menurut Andi, Ode tak banyak bicara dalam rapat itu. Tapi Ode mengungkapkan keyakinannya soal permainan di Badan Anggaran.
Sumber Tempo menyebutkan PAN ikut bingung menghadapi gempuran pimpinan Badan Anggaran yang juga berasal dari fraksi besar di DPR: Golkar, Demokrat, PDI Perjuangan, dan PKS. Tapi Andi Anzhar mengatakan fraksinya siap membela Ode habis-habisan jika tuduhannya benar. ”Tapi, kalau Ode salah, kami siap beri sanksi,” ujarnya. Ode mengakui adanya rapat itu. Tapi ia merasa tak dimintai klarifikasi apa pun. ”Kalau terbukti salah,” katanya, ”saya siap mundur.”
Pramono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo