Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sangsi Independensi Mahkamah Konstitusi

Tingkat kepercayaan publik kepada Mahkamah Konstitusi terkikis. Banyak putusan MK yang dianggap tidak berpihak kepada publik.

25 Mei 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kepercayaan publik kepada Mahkamah Konstitusi terkikis.

  • Banyak putusan MK yang dianggap tidak berpihak kepada publik. 

  • MK memiliki peran penting untuk menyelesaikan sengketa pemilu.

JAKARTA – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, menyayangkan penurunan tingkat kepercayaan publik kepada lembaga yang pernah dipimpinnya. Penurunan itu terlihat dari sejumlah hasil survei yang digelar berbagai lembaga. “Sekarang indeks kepercayaan publik terhadap MK rendah. Sedih juga saya melihatnya,” ujar Jimly, kemarin, 24 Mei 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jimly tidak bisa memastikan faktor apa saja yang menyebabkan kepercayaan masyarakat kepada Mahkamah Konstitusi turun. Sebab, setelah meninggalkan MK pada 2008, ia tidak banyak mengikuti perkembangan lembaga itu. Namun, sebagai orang yang pernah menjadi bagian dari MK, Jimly mengatakan, penting bagi MK untuk menerima masukan masyarakat dan hasil survei. “Berguna sebagai alat memperbaiki diri,” katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada akhir 2022, Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei kinerja lembaga penegak hukum. Dari 12 lembaga negara yang ditanyakan kepada publik, tingkat kepercayaan masyarakat kepada Mahkamah Konstitusi berada di urutan keempat setelah Mahkamah Agung. Hasil yang hampir sama diperoleh dalam survei LSI. Kepercayaan publik kepada Mahkamah Agung lebih tinggi dibanding kepada MK. “Padahal, dulu tingkat kepercayaan kepada MK tidak pernah di bawah MA,” kata Jimly.

Menurut Jimly, mendekati Pemilihan Umum 2024, penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada MK. Sebab, MK akan menjadi lembaga negara yang memiliki wewenang menyelesaikan sengketa pemilu. “Pemilu 2024 sangat penting bagi kesinambungan regenerasi bangsa,” ujarnya.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Charles Simabura berpendapat, penurunan indeks persepsi publik terhadap MK bisa saja dipengaruhi oleh putusan-putusan lembaga itu yang dinilai tidak berpihak kepada publik. Apalagi baru-baru ini ada hakim konstitusi yang dinyatakan terbukti melanggar etik. “Ada hakim yang baru masuk lalu kena pelanggaran kode etik,” katanya. “Bermasalah, tapi hakim hanya mendapat teguran ringan. Itu kan bikin publik kecewa.”

Untuk putusan MK yang dinilai tidak berpihak kepada masyarakat, Charles mencontohkan dalam permohonan uji materi Undang-Undang KUHP Nomor 1 Tahun 2023. Mahkamah Konstitusi menolak permohonan itu. Padahal pasal-pasal yang dipermasalahkan dianggap dapat mengancam kebebasan berekspresi. “Itu bisa menjadi pasal karet yang dapat digunakan untuk mempidanakan pengkritik pemerintah,” katanya.

Selain itu, Charles menyinggung hubungan kekerabatan antara Ketua MK Anwar Usman dan Presiden Joko Widodo. Meski hubungan itu tidak ada kaitannya dengan posisi Anwar sebagai pemimpin MK, tetap saja kecurigaan masyarakat tidak bisa dihapus. “Dianggap sarat dengan konflik kepentingan,” katanya. “Akan muncul kecurigaan hubungan keluarga itu akan mempengaruhi obyektivitas beliau sebagai hakim.”

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat memimpin Sidang Pleno Khusus Penyampaian Laporan Tahunan 2022, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 24 Mei 2023. TEMPO/Subekti

Dalam Sidang Pleno Khusus Laporan Tahunan 2022, Anwar Usman menegaskan bahwa pihaknya berikhtiar untuk menjaga integritas pegawai dan institusi. Dia mengatakan, selain pengelolaan anggaran yang disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan, MK melakukan pengawasan internal. “Salah satu bentuk pengawasan internal yang dilakukan adalah pengelolaan gratifikasi untuk menjaga integritas pegawai dan institusi,” ujar Anwar.

Menurut Anwar, dalam penyelesaian perkara pengujian undang-undang (PUU) pada 2022, MK bisa menyelesaikan lebih cepat dibanding tahun sebelumnya. Rinciannya, untuk memutus 124 perkara PUU pada 2022, MK membutuhkan waktu 2,6 bulan per perkara. Sedangkan pada 2021, waktu yang dibutuhkan adalah 2,97 bulan per perkara.

Menyambut tahun politik, kata Anwar, pihaknya telah mempersiapkan diri untuk menyelesaikan berbagai perselisihan yang berhubungan dengan pemilihan umum. Kegiatan internal MK sepanjang 2023 telah difokuskan pada penyelenggaraan pemilu. "Di antaranya bimtek hukum acara Mahkamah Konstitusi, termasuk dengan seluruh partai politik peserta pemilu," kata dia.

JIHAN RISTIYANTI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus