Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Saya Akan Terus Menulis

Ah Nasution, 3 desember lalu, tepat berusia 70 th. Hingga kini aktif menulis buku, dengan mengandalkan ingatan dan pengalaman. Wawancara dengannya tentang kegiatan menulis buku, kesehatannya, dst.

17 Desember 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUMAH itu cukup besar tapi jauh dari mewah. Catnya tampak kusam. Kusen-kusennya yang berwarna coklat tua tak lagi mengkilap. Di rumah di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, itulah Jenderal (Pur.) Abdul Harris Nasution tinggal sejak 1952, saat ia diberhentikan dari dinas aktif di Angkatan Darat sebagai ekor Peristiwa 17 Oktober 1952. "Mertua saya membelikan rumah ini ketika saya diberhentikan dari tugas di tahun 1950-an," katanya. Di rumah inilah, Sabtu, 3 Desember lalu, diadakan perayaan ulang tahun ke-70 A.H. Nasution, yang dihadiri 100-an keluarga dekat serta beberapa teman dekat. Ny. Sunarti Nasution serta Yanti, putrinya satu-satunya, tampak riang dengan empat putrinya. Nasution dilahirkan di Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, pada 3 Desember 1918. Dalam usia 70, ia masih kelihatan segar, meski rambutnya sudah putih dan menipis. Rupanya operasi jantungnya di Amerika, dua tahun yang lalu, tak menghalangi jenderal purnawirawan yang pernah memegang berbagai jabatan antara lain, Panglima Siliwangi, KSAD, Menko Hankam/KASAB, Ketua MPRS-dan memiliki 34 satya lencana dan bintang kehormatan itu untuk terus produktif menulis buku. Sebentar lagi bukunya Memenuhi Panggilan Tugas jilid kedelapan akan segera beredar. Jumat pekan lalu, Priyono B. Sumbogo dari TEMPO mewawancarai tokoh senior ABRI itu di rumahnya. Sebelumnya A.H. Nasution juga telah memberi jawaban tertulis atas sejumlah pertanyaan TEMPO. Berikut rangkuman wawancara itu: Apa saja kegiatan Bapak sekarang? Sejak dipensiunkan, 1972, secara formal saya tuna karya, tiada tugas resmi atau bisnis seperti kebanyakan teman purnawirawan. Kegiatan sosial, sekadar menjadi pengurus yayasan pendidikan Cikini. Yang merepotkan ialah meladeni mahasiswa, sarjana, dan lain-lain yang sedang menyiapkan skripsi dan disertasi, termasuk para periset dari luar negeri. Bagaimana dengan penulisan buku? Tahun-tahun terakhir, saya sedang melengkapi memoar dari masa perang kemerdekaan. Itu saya kerjakan kapan ada waktu, dan kebetulan saya sedang bergairah untuk itu. Dari mana saja referensi yang digunakan dalam menulis? Cara saya menulis lain dengan sarjana yang memiliki catatan dan data dari perpustakaan. Saya lebih mengandalkan ingatan dan pengalaman saya. Saya memang membaca beberapa tulisan orang lain, tetapi tidak begitu saya perlukan dalam menulis. Terkadang, dalam menulis, saya memang memerlukan bantuan arsip-arsip. Misalnya, tentang tanggal, hari, atau jumlah pasukan. Biasanya saya ambil dari terbitan-terbitan Hankam. Tentu, saya tidak hafal semuanya secara detil. Tapi tentang seluruh siasat operasi, misalnya, operasi menumpas PRRI, tidak perlu lagi saya cari, semua ada di kepala, karena itu saya yang bikin. Apakah selama menjabat berbagai posisi penting, Bapak mencatat berbagai peristiwa? Semacam buku harian, begitu. Kadang-kadang saya membuatnya. Tetapi sangat sedikit dan tak teratur. Itu pun banyak pula yang hilang. Sebagai sejarawan, tentu, saya ingin memelihara semua catatan itu, tapi saya punya keterbatasan-keterbatasan. Arsip saya dari masa perang kemerdekaan tinggal sedikit karena satu peti hilang di MBAD. Arsip saya setelah menjabat KSAD yang kedua kalinya (sejak 1955) cukup banyak yang dimakan rayap karena saya simpan di garasi saja. Berapa jam membaca atau menulis setiap hari? Paling, saya bekerja sampai pukul 3 sore. Itu pun tidak rutin. Malam hari, sampai pukul 8, tetapi saya tetap menulis. Menulis adalah kegiatan yang paling saya senangi, dan sudah menjadi cita-cita saya sejak menjadi perajurit. Saya akan menulis terus sampai kapan pun, sampai saya meninggal dunia. Meskipun, dari segi finansil, hasilnya tak memadai. Biasanya berapa eksemplar buku itu dicetak tiap jilid? Tidak banyak. Di Gunung Agung cuma 5.000 eksemplar tiap judul. Perbukuan di sini memang belum bisa mendatangkan hasil yang memadai. Bagaimana tentang kesehatan? Alhamdulillah .... Meski jantung saya pernah dibedah di Amerika Serikat pada 1986, dan saya harus memakai katup jantung dari metal, tapi seperti Anda lihat sekarang, saya sehat. Semuanya berkat Allah Subhanahu Wataala dan usaha saya mengatur irama hidup. Pada waktu jantung saya dibelah, selama sembilan hari saya hidup dari mesin, tapi sebulan kemudian saya sudah bisa umrah. Profesor yang membedah saya dulu menyebut saya "A strong old soldier" (serdadu tua yang kuat) karena dulu saya hidup bersih, tertib, dan banyak olah raga. Tapi sekarang ketuaan itu sudah terasa. Kalau dulu kena flu bisa sembuh satu dua hari cuma dengan aspirin, sekarang bisa seminggu. Yang paling membantu saya ialah tertib salat lima waktu sehari itu. Tekanan darah normal? Dulu agak tinggi. Sekarang, dengan bantuan obat, sudah stabil: 120/80. Dengan kondisi seperti sekarang, saya sering bergurau dengan kawan-kawan, "Kalau akan bergerilya lagi, saya tak ikut. Kamu sajalah yang pergi." Soalnya, setiap bulan, saya harus memeriksakan darah ke rumah sakit Harapan Kita. Kalau darah saya terlalu kental atau terlalu encer akan mengganggu kerja klep metal di jantung saya. Jadi, kalau bergerilya di hutan, 'kan tidak bisa kontrol-kontrolan begitu? Ha...ha...ha.. Ada pantangan makan? Tidak. Saya tetap makan lalap kesenangan saya dengan sambal. Saya menanam lalap-lalapan di belakang rumah, kecipir, kacang panjang, terung, kemangi, kemlanding, dan sebagainya. Saya mulai suka lalap sejak perang gerilya dulu. Setelah sekarang berusia 70 tahun, adakah hal yang masih menjadi cita-cita? Perjuangan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, kini beralih ke bahu generasi penerus. Dua kata terakhir masih terbengkalai. Untuk itu perlu ditegakkan teguh prinsip-prinsip yang terkandung dalam UUD '45.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus