Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sayap-Sayap Patah di Tubuh GAM

18 Juli 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pecah? Berita itulah yang santer terdengar di kalangan aktivis Aceh. Meski masih berupa berita kasak-kusuk, sinyalemen ke arah itu bukan tidak ada. Gerakan sporadis yang dilakukan GAM terhadap TNI di beberapa wilayah cenderung tak terkoordinasi. Anggota pasukan di wilayah yang satu bisa tidak mengakui anggota dari wilayah lainnya. Soal "suksesi" juga jadi peletup konflik. Benih ke arah perpecahan sesungguhnya mulai terlihat ketika Hasan Tiro, pemimpin GAM yang kini bermukim di Swedia, yang kini berusia 70-an tahun, sakit. Seorang sumber TEMPO yang banyak mengetahui anatomi gerakan ini bercerita bahwa Hasan Tiro ingin menyerahkan kepemimpinan GAM pada anaknya, Karim. Adapun Daud Paneuk, panglima perang gerakan itu, lebih suka jabatan itu diberikan ke anaknya sendiri. Daud Paneuk sendiri kemudian bersekongkol dengan Husaini dan enam pentolan GAM lainnya dan membentuk apa yang dikenal sebagai Kelompok Delapan. Kelompok inilah yang kemudian memblokir arus informasi yang masuk dari pasukan GAM di lapangan kepada Hasan Tiro. Belakangan Kelompok Delapan ini kemudian menjalin hubungan dengan sejumlah pengusaha Aceh di berbagai daerah, yang disebut Kelompok Aceh Sepakat. Kelompok ini kini berbasis di Malaysia. Untuk mematangkan gerakannya, Kelompok Aceh Sepakat kemudian berinisiatif mengontak Arjuna, seorang mantan komandan pasukan GAM wilayah Pidie yang pernah mendapat latihan militer di Libya pada 1988-1989. Pemuda berewok berusia 37 tahun ini memang prajurit GAM yang liat. Menurut cerita, Arjuna pernah dikepung pasukan TNI dalam sebuah penggerebekan di Pidie. Tapi lima menit sebelum pasukan datang, Arjuna sudah menghilang. Nah, Arjuna inilah yang kemudian didorong-dorong Kelompok Delapan—yang tak seratus persen kompak—untuk menemui Hasan Tiro di Swedia agar ketua GAM itu mau menyerahkan senjata dan wewenang perjuangan ke Arjuna. Tapi Tiro menampik. Merasa dilecehkan, Arjuna pulang dan mengirim surat ke Hasan Tiro dengan cap tapak kaki, sebagai tanda penghinaan. Kemarahan Tiro meluap, Arjuna dipecat. Keluar dari GAM, Arjuna malah menjalin hubungan dengan pejabat militer Indonesia. Ia belakangan juga diberi tugas oleh Kelompok Delapan agar mengumpulkan pasukan untuk memperkuat GAM sayap Husaini. Maklum, kelompok ini di lapis bawah kalah pamor dibandingkan dengan sayap Hasan Tiro, yang menjalankan komando operasi lewat seorang anggota kebinetnya yang bermukin di Singapura. Nah, untuk menjalankan misinya, Arjuna, masih menurut sumber tadi, kini kerap wara-wiri Aceh-Jakarta, melakukan operasi dan mengumpulkan dana. Betulkah semua tuduhan itu? Arjuna terangan-terangan menolak. "Itu fitnah," katanya dengan suara keras. Ia bahkan memaparkan cerita versi yang lain. Menurut dia, perpecahan dalam tubuh GAM lebih disebabkan penolakan sebagian anggota GAM terhadap bercokolnya dinasti Tiro di sana. Maklum, sejak Gam didirikan pada 1976, posisi Hasan Tiro sebagai ketua tak tergantikan. Ia juga menolak cerita tentang hubungan Husaini, Kelompok Delapan, Aceh Sepakat dan dirinya untuk memperkuat sayap baru di GAM. Menurut Arjuna, Aceh Sepakat sebagai organisasi sudah tenggelam, meskipun tidak bubar. Jadi, bagaimana mungkin organisasi yang sudah tidak ada melakukan gerakan? Tapi soal hubungannya dengan sejumlah pejabat militer, Arjuna tak menampik. Sejak keluar dari GAM pada 1994, ia memang membina hubungan dengan sejumlah pejabat militer. "Saya kan cuma cari kawan karena saya telah kembali ke Indonesia," katanya. Abu Said, anggota Biro Penerangan Aceh Merdeka, tidak membantah cerita soal pemecatan Husaini dan kawan-kawan oleh Hasan Tiro. "Tapi itu tidak berarti kami pecah," katanya dengan logat Malaysia yang kental. Abu juga menolak kebenaran berita tentang sakitnya Wali Negara Aceh Merdeka, Hasan Tiro. Sayap Hasan Tiro cukup solid meski belum ada struktur organisasi yang baku. Kerja lapangan dibagi berdasarkan wilayah, yakni Pase dan Pidie. Di Pidie, tongkat komando dipegang oleh Tengku Abdullah Syafii Dimatang, yang dikenal sebagai pemimpin yang karismatis. Ia adalah pejuang GAM yang telah 23 tahun berjuang dari dalam hutan-hutan Aceh yang terkenal ganas. Itulah sebabnya, meski berbasis di Pidie, "Pasukan Dimatang bisa merambah ke Aceh Besar, Aceh Barat, dan Aceh Selatan," kata sumber TEMPO tadi. Sementara itu, di Pase, Aceh Utara, pasukan dipimpin oleh kader yang lebih muda seperti Abu Said tadi. Tapi secara organisasional semua masih dalam kendali Hasan Tiro. Akan lemahkah GAM dengan tumbuhnya faksi-faksi tadi? Tidak ada yang bisa memastikan. Mereka tampaknya perlu berbenah ke luar dan ke dalam. Arif Zulkifli, Mustafa Ismail (Jakarta), Zainal Bakri (Lhokseumawe)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus