Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Difabel

Sebelas Difabel Menjemput Kursi Roda Impian

Teman difabel tak sekadar mendapatkan bantuan kursi roda, namun juga menjalani training dan seating clinic sebelum memakai kursi roda.

10 November 2018 | 09.00 WIB

Seorang anak berkebutuhan khusus mencoba kursi roda baru yang disesuaikan kebutuhannya di kantor Ohana di Jalan Kaliurang Kilometer 16,5 Sleman, Kamis, 8 November 2018 | TEMPO | Pito Agustin Rudiana
Perbesar
Seorang anak berkebutuhan khusus mencoba kursi roda baru yang disesuaikan kebutuhannya di kantor Ohana di Jalan Kaliurang Kilometer 16,5 Sleman, Kamis, 8 November 2018 | TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Sleman - Wahyu Setiono, 12 tahun tampak kehausan. Segelas air mineral dalam botol plastik diminumnya perlahan dengan bantuan sedotan. Tak semua air mineral masuk ke kerongkongan, sebagian tumpah dari mulutnya. Wahyu penyandang cerebral palsy yang akan menerimaa kursi roda bantuan dari Organisasi Harapan Nasional atau Ohana, lembaga non-profit yang melakukan advokasi bagi penyandang disabilitas dan pembangunan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wahyu tak sendiri. Ada juga Eko Prasetyo, 10 tahun dengan kondisi yang sama. Total ada 11 difabel yang berangkat bersama dari Banyumas. Ada 5 orang dengan cerebral palsy, 5 orang tunadaksa, dan seorang karena polio. Pagi buta jam 03.00, Kamis, 8 November 2018, mereka berangkat dengan menumpang sebuah bus. Ditemani ayah, ibu, atau pun saudara, mereka meninggalkan Bayumas menuju Sleman dengan waktu tempuh sekitar 6 jam perjalanan demi menjemput kursi roda impian.

"Siapa tahu anak saya bisa sembuh," kata Satirah, 40 tahun, ibunda Eko dengan logat Banyumasan yang khas saat ditemui Tempo di kantor Ohana di Sleman, Yogyakarta. Perempuan itu berkalung kain jarit. Kain yang digunakan menggendong Eko ke manapun dia pergi. Hidupnya amat bergantung kasih sayang ibu yang menggendongnya. Selebihnya banyak tergolek di lantai atau tempat tidur. Kursi roda yang akan didapatkannya adalah alat bantu yang pertama dan diharapkaan dapat membantu aktivitasnya sehari-hari. "Saya khawatir kalau meninggalkan dia di tempat tidur karena beberapa kali Eko jatuh dari situ," kata Satirah.

Tak sekadar mendapatkan bantuan kursi roda. Sebelas difabel tersebut juga menjalani training dan seating clinic sebelum memakai kursi roda. Tujuannya, mendapatkan kursi roda yang nyaman digunakan sesuai kondisi tubuh, kemampuan, dan kebutuhan. "Bantuan ini untuk advokasi, edukasi, dan pemberdayaan disabilitas," kata Direktur Eksekutif Ohana, Risnawati Utami. Bantuan kursi roda tersebut merupakan kerja sama Ohana dengan Global Mobility, yaitu jaringan internasional yang menangani isu pemenuhan alat bantu mobilitas difabel.

Risnawati menjelaskan bantuan ini bertujuan memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah, organisasi difabel, publik, dan difabel bahwa ada sekitar 70 juta disabilitas di Indonesia yang membutuhkan kursi roda dan alat bantu lainnya. Hanya saja, baru 5 sampai 15 persen dari jumlah itu yang mendapatkan akses layanan kursi roda. "Faktor ekonomi dan kurangnya informasi menjadi penyebab banyak difabel belum mendapatkan akses kursi roda," kata Risna.

Sejumlah kursi roda aneka jenis ditata di bengkel kerja Ohana di Jalan Kaliurang Kilometer 16,5 Sleman, Kamis, 8 November 2018 | TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Bantuan kursi roda tersebut, Risnawati melanjutkan, juga memberikan pemahaman kepada pemerintah, organisasi difabel, publik, dan difabel kalau kebutuhan kursi roda setiap penyandang disabilitas berbeda-beda. Ada banyak jenis kursi roda untuk berbagai manfaat dan kekhususan kebutuhan yang diperlukan difabel.

Kursi roda yang dibutuhkan penyandang cerebral palsy tentu berbeda dengan kursi roda yang dibutuhkan tunadaksa atau penyandang polio. "Tak bisa digeneralisasi satu jenis kursi roda untuk semua disabilitas. Harus sesuai kondisi tubuh dan kegiatan sehari-hari," katanya.

Risnawati berharap pemerintah dan organisasi difabel menjadikan kebutuhan kursi roda sebagai peluang untuk membuat pabrik dan bengkel kursi roda. Musababnya, pabrik pembuatan kursi roda di Indonesia hanya memproduksi kursi roda standar. Sedangkan untuk mendapatkan kursi roda sesuai kebutuhan difabel harus memesan dari Amerika Serikat, Guatemala, dan Cina.

Kursi roda yang diperoleh sebelas disabilitas itu bersifat pinjam pakai, bukan kepemilikan. Mereka bisa menggunakannya selama ada manfaat. Kursi roda tersebut akan dikembalikan semisal, difabel meninggal dunia, telah mempunyai kursi roda sendiri, atau memerlukan jenis kursi roda yang lain. "Kalau kursi roda itu kurang nyaman, bisa ditukar di sini tapi tidak diperjualbelikan," kata Risnawati. Ohana akan melakukan monitoring berkala selama enam bulan sekali terhadap difabel penerima bantuan kursi roda tersebut.

Pito Agustin Rudiana

Koresponden Tempo di Yogyakarta

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus