Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GUBERNUR EWP Tambunan tetap mengharamkan semua jenis judi di
Sumatera Utara. Dalam rapat koordinasi di Medan 6 Desember lalu
kepada para walikota dan bupati di wilayahnya, Tambunan kembali
menegaskan sikapnya itu. Bahkan mereka diperintahkan memanggil
para cukong judi. "Kalau larangan ini tidak diacuhkan,
cukong-cukong itu harus ditindak," kata Tambunan.
Sikap keras Gubernur itu nyaris tidak meyakinkan warga Sumatera
Utara. Soalnya, sebelumnya terdengar isu adanya ketidak-kompakan
di antara para anggota Muspida dalam mengganyang judi, sementara
ada pula yang menyangka bahwa Tambunan hanya "mau memberantas
judi dengan mengerahkan Hansip". Tapi sas-sus itu kemudian
terbantah dengan munculnya Operasi Fajar yang dilancarkan di
awal Desember lalu oleh Pangdam II Brigjen Ismail. Operasi bakal
berlangsung 3 bulan.
"Judi gelap harus kita babat," kata Ismail. Penegasan itu
disambut oleh Kadapol II Brigjen Pol JFR Montolalu: "judi gelap
kita sikat." Bahkan Montolalu juga mengungkap kemungkinan adanya
oknum-oknum di belakang cukong. "Kalau ada oknum yang melindungi
judi gelap, akan kita sikat juga," tegasnya. Adanya oknum
seperti itu misalnya terungkap di tempat penampungan Cina RRC
eks Aceh di Kampung Lalang, Kecamatan Sunggal, Medan.
Pertengahan Oktober lalu, judi gelap di Kampung Lalang itu
terungkap gara-gara seorang wartawan yang datang memotret
disekap oleh samseng (tukang pukul) bernama Hongli dan A Guan.
Kasus ini rupanya menjadi perhatian Pangdam II Bukit Barisan,
hingga oknum oknum-oknum ABRI yang "mengawal" di sana, kata
Ismail, "telah ditindak." Penggerak judi gelap di Sunggal itu
selain A Hai --tauke perusahaan taksi di Jalan Bogor -- juga
Liem A Ba dan Liem Seng yang tinggal di Jalan Masjid, Medan
(TMPO, 13 Oktober).
Pada mulanya cukong-cukong itu merasa "mendapat angin" setelah
judi gelap di Sunggal berlangsung sampai 2 bulan dengan
aman-aman saja. Sementara itu judi liar di Jalan Nibung, juga di
Medan, telah digerebek pula oleh Polri 15 Desember lalu. Tapi
tidak jelas apakah di sini juga berhasil memergoki beberapa
oknum ABRI. Yang pasti ada 11 Cina penjudi diringkus. Berkas
mereka kabarnya segera dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Medan.
Praktek judi gelap memang menghangat kembali akhir-akhir ini di
beberapa wilayah Sumatera Utara, tapi lokasinya
berpindah-pindah. Bisa dimaklum, sebab selama ini di sana memang
tidak ada tempat judi yang mendapat izin resmi. Maret 1979 lalu
pernah ada yang mencoba membuka lokasi judi di Jalan Prof. Moh.
Yamin, Medan. Cukongnya menyebut telah mendapat izin dari
Mendagri. Tapi setelah diusut, izin tadi ternyata palsu. Maka
peralatan dan ruangan yang telah disiapkan dilak polisi. Namun
kelanjutan proses perkaranya sampai sekarang tak terdengar lagi.
AMPI
Begitu pula rencana membuka gelanggang perjudian di Tebing
Tinggi Oktober lalu mendadak dibatalkan tanpa diketahui
sebabnya, meski alat-alatnya sudah lengkap. Sebelumnya, di Lubuk
Pakam, Kabuparen Deli Serdang juga ada judi gelap. Tapi sebuah
tim Kodak II menggerebeknya.
Semangat mengganyang perjudian gelap ternyata juga muncul di
kalangan angkatan muda. Awal November lalu delegasi Angkatan
Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Sum-Ut menemui Muspida,
mendesak agar pengganyangan terhadap judi liar diteruskan.
Bahkan AMPI juga menyerahkan daftar namanama cukong berikut 39
tempat judi gelap di Sum-Ut. Sampai sekarang di Medan sendiri
sudah diketahui ada 10 lokasi judi tanpa izin.
Sikap keras Gubernur Tambunan terhadap judi agaknya berbeda jauh
dengan kebijaksanaan Pemda DKI. Beberapa tahun lampau, Gubernur
Ali Sadikin (waktu itu) tak berhasil membendung judi gelap yang
menyebar di banyak tempat di Jakarta. Akhirnya, daripada selalu
main razia-raziaan tanpa hasil, Pemda DKI melokalisirnya di
beberapa tempat tertentu. Dan satu hal yang pasti,
bermilyar-milyar pajak judi dinikmati warga Jakarta -- meskipun
yang liar tak seluruhnya terberantas.
Usaha Pemda DKI memanfaatkan kegemaran judi dengan menarik pajak
tinggi itu rupanya cukup berhasil. Dalam tahun anggaran 1978/79
lalu misalnya, pajak judi yang ditargetkan masuk kas pemda
sebanyak Rp 9,5 milyar ternyata Rp 10,8 milyar yang didapat.
Untuk 1979/80 ini ditargetkan Rp 10,3 milyar.
Tapi sementara itu jenis judi lain seperti toto gelap dan kode
buntut yang tentu saja liar, masih aman-aman saja
diperjual-belikan di Medan. Judi jenis ini bahkan dengan mudah
dapat diikuti peminatnya lewat beberapa suratkabar yang terbit
di kota itu.
Yang diperjudikan ialah kegiatan pacuan kuda yang disiarkan
suratkabar The Straits Times, Singapura. Angka-angka kodenya
disulap dalam bentuk kartun atau iklan yang hanya dapat dipahami
beberapa agen tertentu yang juga beroperasi secara
sembunyi-sembunyi di Medan. Pusat kegiatannya ada di sebuah
rumah di Jalan Pattimura Medan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo