Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ubah Aturan demi Doktor Kehormatan

Pedoman UNJ terpaksa diubah karena menjadi batu sandungan bagi Ma'ruf dan Erick untuk mendapat gelar doktor honoris causa. Senat akan mengubah aturan itu dalam waktu 30 hari.

15 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Senat UNJ terbelah dalam menyikapi usul pemberian gelar doktor kehormatan kepada Ma'ruf Amin dan Erick Thohir.

  • Pengusulan pemberian gelar doktor HC kepada Ma'ruf dan Erick dianggap menyalahi pedoman UNJ.

  • Senat UNJ memutuskan mengubah pedoman pemberian gelar doktor kehormatan.

JAKARTA – Peserta rapat pleno Senat Universitas Negeri Jakarta (UNJ) terbelah dalam menyikapi pengusulan pemberian gelar doktor honoris causa kepada Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, kemarin. Sebagian peserta rapat menolak pemberian gelar itu karena melanggar Pedoman UNJ tentang Pengusulan Jabatan Guru Besar Tetap dan Tidak Tetap serta Penganugerahan Gelar Doktor Kehormatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presidium Aliansi Dosen UNJ, Ubedilah Badrun, membenarkan situasi rapat pleno tersebut. "Memprihatinkan dunia perguruan tinggi kita. Demi memberikan gelar doktor honoris causa untuk dua pejabat, pedoman pemberian gelar kehormatan UNJ diperdebatkan ulang hingga deadlock dan berencana akan diubah," kata Ubedilah, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ubedillah mengatakan perwakilan Aliansi Dosen UNJ yang menjadi anggota senat menolak rencana penganugerahan gelar doktor honoris causa bagi Ma'ruf dan Erick karena bertentangan dengan pedoman kampus UNJ pada bab tentang persyaratan, ayat 3. Regulasi tersebut mengatur bahwa penganugerahan gelar kehormatan tidak diberikan kepada siapa pun yang sedang menjabat dalam pemerintahan.

"Sebagai cara untuk menjaga moral akademik universitas," ujar mantan aktivis 1998 ini.

Menurut Ubedilah, anggota senat dari Aliansi juga mempertanyakan karya besar calon penerima gelar di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemanusiaan, dan peradaban. Sebagian anggota senat menyatakan keduanya tidak memiliki karya besar di bidang akademik. Ada juga peserta rapat yang menyebutkan Ma'ruf punya, meski masih diperdebatkan.

Perdebatan lain dalam rapat pleno mengenai proses pengusulan pemberian gelar. Sebab, pengusul honoris causa untuk Erick adalah fakultas ilmu olahraga, sementara Ma'ruf diusulkan oleh fakultas ilmu sosial. Sesuai dengan Peraturan Rektor Nomor 10 Tahun 2019, pengusul harus dari program studi S-3 yang terakreditasi A, bukan dari fakultas secara langsung. Di UNJ, fakultas ilmu sosial tidak memiliki program S-3 yang terakreditasi A.

"Jadi, kami menganggap pengusulan Ma'ruf melanggar peraturan rektor," kata Ubedilah.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Jakarta. TEMPO/Subekti

Usul pemberian gelar doktor kehormatan kepada Ma'ruf dan Erick ini mengemuka setelah Ketua Senat UNJ Hafid Abbas mengundang anggota senat untuk mengikuti rapat pleno lewat aplikasi Zoom, kemarin. Undangan itu dibagikan pada 4 Oktober lalu.

Dua anggota Senat UNJ menceritakan, ketika menerima undangan itu, mereka belum mengetahui nama-nama calon penerima gelar doktor honoris causa. Belakangan mereka mengetahuinya setelah rapat pimpinan Senat UNJ dan pimpinan komisi di Senat menggelar pertemuan, Selasa lalu. Dalam pertemuan itu, dibahas usul pemberian gelar doktor honoris causa kepada Ma'ruf dan Erick. “Dari pertemuan itu berlanjut ke rapat pleno senat,” kata anggota Senat ini.

Sumber Tempo lainnya di UNJ mengatakan usul pemberian gelar kehormatan kepada Ma'ruf pernah mengemuka tahun lalu. Tapi, ketika itu, Senat menangguhkan pembahasannya karena belum ada Rektor UNJ definitif.

Rapat pleno Senat UNJ kemarin dibuka oleh Hafid Abbas. Setelah itu, Hafid menyerahkan kepada Rektor UNJ Komaruddin. Lalu Komaruddin menjelaskan agenda rapat pleno itu, di antaranya usul penganugerahan gelar doktor kehormatan kepada Ma'ruf dan Erick. Setelah itu, Rektor menyerahkan kepada fakultas pengusul untuk mempresentasikan proposal mereka.

Dua anggota Senat ini menceritakan bahwa dekan fakultas ilmu sosial menguraikan alasan mengusulkan pemberian gelar doktor kehormatan kepada Ma'ruf. Di antaranya ia dianggap berkontribusi di bidang keagamaan dan Pancasila, sehingga diusulkan mendapatkan gelar di bidang pendidikan Pancasila. Bukti-bukti pendukung atas klaim itu adalah beberapa buku dan tulisan Ma'ruf tentang agama dan Pancasila. Ma'ruf juga pernah menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia dan pengasuh pesantren.

Setelah itu, giliran dekan fakultas ilmu olahraga memaparkan proposalnya. Erick diusulkan mendapatkan gelar doktor kehormatan di bidang manajemen olahraga. Dekan menyampaikan bahwa Erick berkontribusi di bidang olahraga, di antaranya sebagai Ketua Asian Games 2018, dan dianggap berhasil menyelenggarakan pesta olahraga se-Asia di Indonesia tersebut. Ia juga menjadi pengelola atau pemilik saham klub sepak bola Italia, Inter Milan.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, 16 Juli 2020. TEMPO/Tony Hartawan

Proposal itu mendapat sanggahan peserta rapat pleno senat. “Peserta rapat mempertanyakan karya monumental keduanya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, kemanusiaan, dan peradaban,” kata sumber Tempo ini. “Pengusul kesulitan menjelaskannya.”

Peserta rapat juga menyorot tulisan Ma'ruf yang tidak relevan dengan disiplin keilmuannya di bidang ekonomi syariah. Di samping itu, sebagian peserta rapat mempertanyakan mekanisme pengusulan yang melanggar prosedur. Pengusulan seharusnya diawali dari usul program studi doktor terakreditasi A, lalu dibahas dalam rapat senat fakultas. Hasil rapat senat fakultas ini yang seharusnya diteruskan ke senat universitas. “Prosedur itu tidak dilalui,” ujar sumber Tempo ini.

Setelah semakin panas, pendukung pemberian gelar doktor kehormatan balik menggugat keabsahan Pedoman UNJ tersebut, yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang tentang Perguruan Tinggi serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pemberian Gelar Doktor Kehormatan.

Ketua Senat Hafid Abbas merespons gugatan ini dan meminta agar mengamendemen Pedoman UNJ, khususnya pasal yang mengatur larangan pemberian gelar kehormatan kepada seseorang yang masih menjabat.

"Pimpinan Senat menyatakan siapa pun bisa mendapatkan gelar asal kriterianya memenuhi syarat dan aturan," kata anggota Senat ini.

Ketua Komisi 3 Senat UNJ, Suyitno Muslim, membenarkan bahwa komisinya diamanatkan untuk mempelajari aturan rektor dan Pedoman UNJ soal pemberian gelar kehormatan. Suyitno mengatakan akan membahas lagi aturan tersebut di komisinya dengan membedah regulasi di atasnya.

"Karena dalam rapat yang dihadiri sekitar 50 anggota Senat tadi belum memutuskan setuju-tidak setuju, tapi melihat aturan yang ada," kata Suyitno. “Pimpinan menargetkan merevisi aturan universitas paling lama 30 hari."

Hafid Abbas belum menjawab upaya konfirmasi Tempo soal ini. Juru bicara UNJ, Syaifudin, mengatakan senat universitas akan memperbaiki prosedur dalam pedoman pemberian gelar kehormatan sesuai dengan keputusan rapat senat. Ia berdalih bahwa, dalam pemberian gelar ini, UNJ tidak mau gegabah, sehingga harus sesuai dengan tahapan dan aturan yang berlaku sebelum mengajukannya ke Kementerian Pendidikan. "Jadi, ditunggu saja prosesnya," kata Syaifudin.

IMAM HAMDI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus