Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Muhammadiyah Temukan Pola Serangan Buzzer di Konflik Wadas

PP Muhammadiyah menyebutkan ada peran buzzer dalam penggiringan opini publik dalam konflik tanah di Wadas, Purworejo, Jawa Tengah. Buzzer membuat kontra-narasi dari fakta di lapangan. 

27 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah disebut memanfaatkan buzzer dalam konflik Wadas.

  • Selain membangun opini, buzzer menyerang kelompok kontra.

  • Keberadaan buzzer dianggap mengancam demokrasi.

JAKARTA – Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) serta Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menemukan kerja pendengung (buzzer) dalam konflik tanah di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah. Para buzzer ini disebut bekerja 24 jam memelintir fakta dan kebenaran terkait dengan konflik penambangan batu andesit di sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kekuatan buzzer bekerja nonstop dalam usaha memutarbalikkan fakta (disinformasi) seolah-olah tidak terjadi apa-apa di Desa Wadas. Padahal pelanggaran HAM dan krisis sosio-ekologis jelas nyata di dalamnya," kata Ketua MHH PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, dalam keterangannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perang narasi di ruang digital juga menjadi platform utama pergerakan para pendengung. Buzzer tersebut bergerak aktif di platform media sosial, khususnya Twitter. Mereka membentuk opini bahwa represi di Desa Wadas yang dilakukan pemerintah melalui kepolisian tidak benar.

Setidaknya ada enam pola tagar (hashtag) yang dibuat buzzer pro-pemerintah untuk membentuk kontra-narasi terhadap fakta yang terjadi di Wadas. Pertama, konten tentang Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang diklaim telah mendampingi warga Wadas. Mereka membuat tagar #FaktaWadas, #KitaBersamaGanjar, #StopFramingWadas, dan #StopPolitisasiWadas. Kedua, konten tentang kondisi bahwa warga aman pada tagar #JawaTengahDamai dan #StopFramingWadas. Tagar itu mengabaikan fakta bahwa banyak warga yang ketakutan setelah pengepungan oleh anggota kepolisian pada awal Februari lalu di sana.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bertemu warga Desa Wadas di Bener, Purworejo, Jawa Tengah, 9 Februari 2022. Dok. Pemprov Jawa Tengah

Ketiga, tagar #JawaTengahDamai, #SikapiWadasDenganWaras, #StopFramingWadas, dan #StopPolitisasiWadas yang membentuk opini bahwa kekerasan di Wadas dilakukan warga sendiri. Tagar ini tak sesuai dengan fakta bahwa telah terjadi represi oleh kepolisian terhadap warga yang menolak penambangan.

Tagar keempat terkait dengan penggiringan opini adanya pihak luar yang menjadi provokator. Tagar berupa #JawaTengahDamai, #StopFramingWadas, dan #StopPolitisasiWadas menyasar pihak-pihak yang datang ke Wadas untuk mengadvokasi masyarakat. Tagar itu menyebar pesan bahwa pihak tersebutlah yang melakukan provokasi agar masyarakat melawan kepolisian dan sebagainya. Pola tagar kelima dan keenam terkait dengan pembentukan opini bahwa masyarakat Wadas bersama Ganjar mendukung keberadaan kepolisian di lokasi konflik.

"Para buzzer tersebut menciptakan konten hashtag yang berkaitan dengan persoalan Wadas, dengan sisi pro-pemerintah dan menyebarkannya dengan sangat masif," kata Trisno.

Trisno juga mengatakan peran para buzzer ini tak hanya perang narasi, tapi juga mencakup serangan digital terhadap pihak yang kontra atas isu ini. Salah satunya terjadi saat webinar yang diselenggarakan oleh PPMI Yogyakarta diganggu akun-akun tidak dikenal. Ada juga serangan terhadap Koordinator Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, setelah ia mengecam keras serangan kepolisian di Wadas.

Koordinator jaringan Gusdurian, Alissa Wahid mendatangi Desa Wadas di Bener, Purworejo, Jawa Tengah, 8 Februari 2022. Twitter/ @AlissaWahid

"Beberapa kejadian tersebut menunjukkan bahwa muncul gerakan cyber crime yang berusaha membungkam penyebaran informasi, kritis, dan kebebasan berpendapat dari masyarakat. Masalah ini cenderung sudah mengarah pada tindakan represi digital," kata Trisno.

Temuan ini dikuatkan dengan fakta bahwa pola serangan terlihat sudah tersusun dan direncanakan sedemikian rupa, sehingga pergerakannya menyasar pihak-pihak yang kontra-pemerintah dalam permasalahan tambang di Desa Wadas. Sedangkan pihak-pihak yang pro-pemerintah dalam kasus ini tak mengalami peretasan sama sekali.

"Hal ini juga karena pemerintahlah yang memang memiliki kekuatan dan kemampuan mengendalikan digital di Indonesia," kata Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik, Busyro Muqqoddas.

Tempo telah berusaha menghubungi Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate dan juru bicara Kementerian, Dedy Permadi, perihal isu buzzer ini. Namun keduanya tak memberikan jawaban hingga tulisan ini diterbitkan.

EGI ADYATAMA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Egi Adyatama

Egi Adyatama

Wartawan Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus