Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Seragam pak wali

Kasus manipulasi pajak oleh bekas walikota sabang, yusuf walad, mulai disidangakan. penundaan sidang yang terjadi karena tertuduh masih memakai seragam & tanda jabatan dipersoalkan beberapa ahli hukum. (nas)

12 November 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAMIS, 3 November, Kota Sabang bagaikan sedang dilanda libur resmi. Beberapa kantor pemerintah dan sekolah lengang. Konon, para pegawai dan pelajar bergabung dengan massa, jumlahnya sekitar empat ribu orang, yang memenuhi halaman dan jalan raya di depan gedung Pengadilan Negeri Sabang. Hari itu, Yusuf Walad, bekas wali kota Sabang, mulai diadili. Walad, yang dituduh memanipulasikan uang pajak negara sekitar setengah milyar rupiah, tampak kalem-kalem saja. Di ruang tunggu kantor pengadilan, ia sempat berpesan kepada istri dan keenam anaknya "Tenang-tenang saja kalian. Saya tak apaapa," ujar Walad, alumnus Fakultas Ekonomi UI, yang hari itu mengenakan pakaian dinas kepala daerah berwarna abu-abu dengan lencana jabatan di dadanya. Gara-gara seragam dan lencana itu pula sidang terpaksa diurungkan. Jaksa penuntut umum, Soeharto, menolak permintaan majelis hakim, yang diketuai Asmar Ismail, untuk membawa Walad ke kursi di depan meja hijau. "Tertuduh tak mau menanggalkan tanda jabatannya sebagai wali kota," kata Soeharto. Terpaksa ia meminta sidang ditunda selama dua pekan untuk menyelesaikan masalah itu. Soeharto sempat berdebat selama sekitar satu jam dengan Walad yang bersikeras bahwa dia masih berstatus wali kota. "Mana surat pemberhentian dari Mendagri ?," teriak Walad pada Soeharto. Menurut dia, yang ada hanyalah surat keputusan menarik dia ke kantor gubernur di Banda Aceh. Namun, menurut sebuah sumber di Kejaksaan Tinggi Aceh, gubernur Aceh Hadi Thayeb sudah menunjuk seorang penjabat untuk menggantikan Walad. "Kalau Walad menganggap dirinya masih wali kota, berarti ada dua wali kota Sabang," kata sumber itu. Penundaan sidang karena alasan pemakaian seragam dan tanda jabatan itu dipersoalkan beberapa ahli hukum. "Seharusnya sidang tidak perlu ditunda. Baju dan lencana yang dipakai seorang terdakwa tidak dapat dijadikan alasan oleh jaksa maupun hakim untuk menunda sidang," kata Albert Hasibuan, wakil ketua Komisi III DPR. Pengacara Soemadji malah menganggap alasan jaksa menunda sidang dicari-cari. "Orangnya atau jabatannya, itu 'kan satu orang. Dia tidak melakukan sesuatu jika tidak memiliki jabatan itu. Jadi, sepanjang ia masih dalam jabatan yang benar, boleh saja ia memakai seragam," katanya pekan lalu. Hukum acara, katanya, tidak mengatur soal pakaian. Dalam sidang berikut, Walad sudah bisa dipastikan tidak akan memakai lencana dan baju dinas wali kota. "Sebenarnya, sejak kawat Mendagri, 5 Agustus, yang menarik Yusuf Walad dari jabatannya ke posisi kantor gubernur Aceh, ia sudah tak berhak menyatakan diri scbagai wali kota sekalipun masa jabatannya belum habis," kata Feisal Tamin, kepala Biro Humas Departemen Dalam Negeri. Pemberhentian Walad dari jabatannya kata Feisal, lebih ditegaskan dengan keputusan Mendagri 1 November lalu yang menunjuk Letnan Kolonel Husein Main sebagai penjabat wali kota Sabang. "Jadi, secara moral, memang kurang kena menghadiri sidang dengan seragam jabatan yang tidak lagi dijabatnya," kata Feisal. Agaknya, keputusan Mendagri itu terlambat sampai di Sabang hingga Walad bisa berulah dan menunda sidang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus