Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Berita Tempo Plus

Serangan Pendengung Kerap Terjadi Secara Sistematis

Sesuai dengan hasil kajian, para pendengung kerap kali dipesan oleh agensi komunikasi dan partai politik.

16 Juni 2020 | 00.00 WIB

Warga melihat video komedian Bintang Emon di sosial media, di Bogor, Jawa Barat, 15 Juni 2020. Tempo/Bintari Rahmanita
Perbesar
Warga melihat video komedian Bintang Emon di sosial media, di Bogor, Jawa Barat, 15 Juni 2020. Tempo/Bintari Rahmanita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

JAKARTA – Serangan terhadap sejumlah orang yang mengkritik pemerintah di media sosial dianggap dilakukan secara sistematis. Misalnya, serangan terhadap komedian Gusti Muhammad Abdurrahman Bintang Mahaputra alias Bintang Emon yang dituding sebagai pemakai sabu-sabu.

Peneliti Center for Innovation Policy and Governance, Rinaldi Camil, mengatakan berbagai konten bising yang diunggah para pendengung di media sosial kerap terjadi secara sistematis atas perintah pihak tertentu. Pemberi perintah itu menyadari peran buzzer sangat penting untuk meramaikan percakapan sekaligus menggiring opini.

Sesuai dengan penelitian Rinaldi bersama Natasha Hassan Attamimi dan Klara Esti pada 2017 lalu, para pendengung yang menjadi bagian dalam industri pendengungan atau buzzing kerap dipesan oleh agensi komunikasi dan partai politik. “Awalnya, penggunaan buzzer untuk kepentingan politik praktis di mana masing-masing pihak berkompetisi ingin memenangi opini publik,” kata Rinaldi, kemarin.

Ia mengatakan saat itu aktivitas pendengung di media sosial semakin marak. Mereka kerap mengunggah konten berisi kampanye kebijakan pemerintah, serta membela pemerintah, atau sebaliknya mendukung pengkritik pemerintah.

Rinaldi khawatir pola penggunaan pendengung yang semakin masif akan menggerus demokrasi secara perlahan. Kebisingan di media sosial justru banyak diciptakan oleh akun-akun robot sehingga percakapannya tidak alami. “Yang mengangkat (pembicaraan) adalah akun yang tak punya kredibilitas. Percakapannya tak organik. Publik pun mulai tersadarkan,” ujar dia.

Nama Bintang Emon memang menjadi perbincangan paling hangat di Twitter sepanjang satu hari kemarin. Tercatat ada sekitar 276 ribu cuitan terkait dengan nama komedian ini. Topik yang diulas mengenai meme yang memuat gambar wajah Bintang disertai tulisan “Terungkap, Gusti Bintang Emon Ketagihan Sabu-sabu”.

Tulisan berdana miring ini muncul setelah Bintang mengunggah video yang berisi komentarnya tentang kejanggalan tuntutan kasus penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan. 

Meme itu diramaikan oleh sejumlah akun, salah satunya @LintangHanita. Akun ini menulis, “Bro Emon mulai gelisah, takut dites oleh aparat. Jangan pakai sabu bro kalau mau buat doping... masa depanmu menjadi taruhan. @bintangemon. #gak sengaja #NovelBaswedan Gak Sengaja.” Tapi akun ini tak bisa lagi diakses.

Bintang yang dihubungi melalui pesan di akun Twitter dan Instagram miliknya belum berhasil dimintai konfirmasi.

Cibiran di media sosial pernah dialami musikus Teuku Adifitrian alias Tompi, pekan lalu. Mulanya Tompi mengkritik kenaikan tagihan listrik PLN di kantornya lewat media sosial. Padahal kantornya tak beroperasi selama tiga bulan terakhir.

Cuitan Tompi dalam akunya, @dr_tompi, menuai cibiran dari sejumlah akun lain. Contohnya, akun @MudasirRomini yang mengatakan Tompi sudah terpapar paham radikalisme. Akun ini juga menuding Tompi sakit hati karena tak mendapat jabatan dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Kepala Subdivisi Digital At Risks Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Ellen Kusuma, mengatakan serangan terhadap Bintang Emon dan Tompi itu merupakan ulah para pendengung atau buzzer. Ellen menduga gangguan tersebut dilancarkan dalam rangka mendelegitimasi kritik ke pemerintah dengan menggiring opini publik ke arah yang tak substansial.

“Upaya ini serupa dengan kasus-kasus yang menimpa banyak aktivis belakangan ini,” kata dia.

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerald Plate mengatakan pemerintah berkomitmen menjaga ekosistem digital yang sehat. Caranya, kata dia, adalah melalui penindakan bagi pengunggah konten yang berlawanan dengan undang-undang. “Tapi filter pertama itu dari pengguna akun, bagaimana mereka bisa menggunakan ruang digital dengan baik,” ujar dia.

BUDIARTI UTAMI PUTRI  | ROBBY IRFANY

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus