Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melaporkan sebanyak 106 orang anak diperdagangkan untuk kegiatan prostitusi pada rentang waktu 2016-2020. Mayoritas anak yang menjadi korban adalah perempuan. Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengatakan anak menjadi korban pelacuran umumnya karena ditipu oleh teman atau kenalannya. Para korban dijanjikan pekerjaan, seperti pramusaji, pemandu lagu, atau buruh pabrik.
“Mereka begini karena keterdesakan ekonomi. Mereka butuh penghasilan sehingga kurang waspada terhadap penipuan dari teman atau media sosial,” kata Edwin saat dihubungi Tempo, kemarin.
Para korban ini mayoritas berasal dari Jawa Barat, yaitu sebesar 66,04 persen. Disusul oleh Sulawesi Selatan sebesar 8,49 persen; DKI Jakarta 5,66 persen; dan wilayah lain, seperti Bali, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, serta Lampung, 17,47 persen.
Data LPSK ini didasari laporan yang diterima dari lembaga swadaya masyarakat atau pemerintah sebesar 61,32 persen; aparat penegak hukum 35,85 persen; dan hanya 2,83 persen yang diterima dari korban sendiri. Berdasarkan data tersebut, sebanyak 34,91 persen anak korban eksploitasi bekerja di Jakarta; 17,92 persen di Jawa Timur; dan 15,09 persen di Jawa Barat. Sisanya sebesar 31,07 persen bekerja di Bali, Banten, Riau, Maluku, Kepulauan Riau, dan Sumatera Utara.
Mayoritas anak yang menjadi korban eksploitasi berhasil keluar dari lingkungannya karena ditangkap oleh kepolisian, dengan persentase 73,79 persen. Sebanyak 14,56 persen berhasil keluar karena ditolong orang lain dan 11,65 persen mampu melarikan diri dari lingkungan prostitusi.
Edwin menuturkan para korban dipaksa bekerja 10-16 jam sehari untuk melayani 10 tamu. Sebanyak 31,52 persen korban bahkan tidak menerima uang sama sekali selama menjadi korban eksploitasi, meski awalnya dijanjikan gaji sebesar Rp 250 ribu-2 juta per tamu.
Menurut Edwin, pemerintah masih minim langkah dalam mengkampanyekan pencegahan kekerasan seksual. Ia menambahkan, pemerintah juga harus menaruh perhatian kepada dampak sosial yang muncul akibat Covid-19. “Seperti terpaparnya anak oleh asmara sesaat yang berujung pada kekerasan seksual lantaran aktif menggunakan gawai selama pembelajaran jarak jauh,” ujar dia.
Edukasi wilayah, kata Edwin, juga diperlukan anak. Ia menjelaskan, edukasi itu berupa menyampaikan pengetahuan kepada anak sejak dini perihal organ tubuhnya, utamanya mengenai wilayah mana saja yang tidak boleh dilihat dan dipegang orang lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LPSK merilis laporan ini dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional yang jatuh kemarin. Wakil Ketua LPSK Livia Iskandar mengatakan pihaknya memberikan bermacam-macam perlindungan kepada korban, seperti hak prosedural dan fasilitas restitusi, termasuk pendampingan selama proses hukum berlangsung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Livia menyampaikan, ke depannya perlu ada kerja sama yang lebih erat antara pemerintah daerah dan pengada layanan pendampingan anak di wilayah itu demi mencegah kekerasan pada anak. Ia mengusulkan agar pemerintah daerah memberikan infrastruktur kepada para aktivis yang lama berkecimpung di dunia pendampingan anak agar bisa menjalankan tugasnya. “Sarana-prasarananya dari pemda, tapi yang menjalankan para aktivis,” kata dia saat dihubungi, kemarin.
Ia mengimbuhkan, anak-anak korban eksploitasi seksual ini, jika tidak mendapatkan pemulihan psikososial yang baik dalam jangka panjang, dikhawatirkan akan kembali ke lingkaran kejahatan yang sama. Apalagi, kata Livia, terdapat pula kasus anak yang didampingi kabur dan pada akhirnya hidup sebagai anak jalanan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga mengatakan peringatan Hari Anak Nasional 2020 merupakan momentum untuk menjamin pemenuhan hak anak, termasuk hak untuk mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. “Stop kekerasan, perlakuan buruk, perundungan, dan eksploitasi pada anak,” kata dia kepada kantor berita Antara, kemarin.
Seratus Lebih Anak Menjadi Korban Pelacuran
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo