Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMILU 2024 menjadi catatan buruk bagi Partai Persatuan Pembangunan. Partai berlambang Ka’bah itu terancam tidak lolos ke Dewan Perwakilan Rakyat karena tidak memenuhi ambang batas perolehan suara secara nasional, yaitu minimal 4 persen dari total suara sah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sesuai dengan hasil pleno Komisi Pemilihan Umum, PPP meraih 5.878.777 suara atau setara dengan 3,87 persen. PPP lantas mengajukan permohonan perselisihan hasil Pemilu 2024 ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan PPP sebanyak 22 perkara. Partai ini menyoalkan berkurangnya suara mereka di 24 provinsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, dalam putusan sela yang dibacakan pada Selasa, 21 Mei 2024, Mahkamah Konstitusi tidak dapat menerima sebagian gugatan PPP dengan alasan posita atau dalil yang kabur. Gugatan yang tidak diterima itu di antaranya soal perselisihan hasil pemilu di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sebagian gugatan PPP lainnya dapat diterima dan akan berlanjut ke tahap pembuktian.
Sejak pertama kali ikut pemilu pada 1977, PPP selalu berhasil lolos ke Senayan. Partai ini dibentuk pada masa Orde Baru sebagai bagian dari kebijakan fusi partai politik pada 1973. Dengan fusi tersebut, hanya tiga partai yang menjadi peserta pemilu pada masa Orde Baru, yaitu PPP, Partai Demokrasi Indonesia, dan Golkar.
Partai kembali tumbuh subur setelah reformasi bergulir. Dalam pemilu pertama di era reformasi pada 1999, pesertanya mencapai 48 partai. Saat itu PPP masih mampu meraih kursi DPR dengan jumlah cukup signifikan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo