Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEKAN ini bendera setengah tiang di SFMA (Sekolah Farming Menengah Atas) di Ungaran, Jawa Tengah. tak lagi dikibarkan. Telah berlalu masa berkabung atas meninggalnya Ki Sarino Mangunpranoto, dalam usia 73 tahun. Pendiri SFMA itu dimakamkan di Taman Wijaya Brata -- tempat khusus buat keluarga Taman Siswa --Yogyakarta. Selama ini "Eyang bagi kami adalah sumber ide, sumber inisiatif dan sumber kebijaksanaan," kata Soegiarto, Kepala SFMA itu, tentang Ki Sarino, yang meninggal di Jakarta 17 Januari. Tapi apakah dengan demikian SFMA akan kehilangan ide, dan macet? Sekolah itu menerapkan sistem pondok, berorientasi pada lingkungan dan mendidik siswanya untuk hidup mandiri. Tanpa Eyang, apakah akan luntur pamornya? Selama ini Ki Sarino masih menyempatkan dua hari dalam seminggu untuk tinggal di Bukit Suwakul, di kaki Gunung Ungaran, tempat kompleks SFMA seluas 13,5 ha. Selama dua hari itu bisa banyak yang terjadi. Gagasan baru, diskusi, pembenahan segala hal yang mencong dari dasar dan tujuan SFMA -- demi tegak dan berkembangnya sekolah itu. Misalnya, keputusan penting yang disetujui Sarino sebelum meninggal: Untuk pertama kalinya SFMA akan bekerja sama dengan Pemda Kabupaten Semarang, dalam proyek penghijauan Kota Ungaran, dengan memperoleh imbalan. Sekolah ini bila mengadakan kerja sama biasanya memilih proyek yang nonkomersial. SFMA pernah membina tujuh desa terbelakang di kawasan Ungaran, tanpa imbalan. Siswa tingkat akhir waktu itu, 1975-1978, diharuskan tinggal bergantian di desa-desa tersebut. Mereka diwajibkan membimbing masyarakat setempat dalam segala hal -- terutama pertanian dan peternakan. Yang dianggap paling berhasil ialah Desa Bergas Kidul, Kecamatan Klepu. Di situ kini para petani telah memiliki ternak (sapi dan kambing, sumber penghasilan yang tak kecil. Ketika 14 desa di Kabupaten Semarang diserang hama wereng, 1977, SFMA pun dengan spontan membantu memberantasnya. Dan Ki Sarino waktu itu secara tegas menolak imbalan apa pun. Kalau bukan Eyang sendiri yang menyetujui kerjasama dengan imbalan, SFMA mungkin masih akan "takut" menerima pekerjaan dengan upah. Kerjasama proyek penghijauan Kota Ungaran ditandatangani pekan ini, menurut rencana semula. Dua hari sebelum meninggal Ki Sarino masih memberikan ceramah di SFMA. "SFMA telah menuju ke perkembangan yang mantap," katanya. Dalam kesempatan itu pula diulanginya tiga prinsip: Pendidikan SFMA harus mampu menciptakan jiwa yang percaya kepada diri sendiri, mampu mandiri, dan harus berorientasi pada lapisan masyarakat bawah. Jadi, SFMA yang kini berusia 22 tahun, bisa bertahan tanpa Eyang? Soegiarto, yang pernah belajar soal fanning di Filipina, berkata: "Kami merasa sebagai bibit yang ditanam Eyang. Kami tumbuh setiap hari disirami dengan makna pendidikan SFMA. Ini tak mungkin kami tinggalkan." Ki Sarino, bekas Menteri P & K (1956-1957, dan 1966-1967), mengembangkan gagasan yang memang cocok dengan masyarakat desa. Buktinya, tujuh sekolah Farming lainnya berkembang di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Dan satu lagi ada di Lampung. Memang perkembangan delapan SFMA itu belum semantap yang di Ungaran, yang sering disebut sebagai SFMA induk. SFMA Kulonprogo (Yogyakarta), yang didirikan tahun 1975 oleh Yayasan Pendidikan Maria Montessori, misalnya, kini mengalami krisis. Siswanya tinggal 53 orang, semuanya kelas III. Kelas I dan II kosong, diduga karena seorang guru berbuat tak senonoh dengan seorang siswi. Guru itu telah dipecat. Tahun pelajaran 1983/1984 ini, SFMA Kulonprogo diharapkan akan kembali ramai. Berbeda dengan yang di Ungaran, SFMA Kulonprogo belum sepenuhnya menerapkan sistem pondok -- masih banyak siswanya yang tinggal di luar kompleks sekolah. Padahal salah satu ciri pendidikan SFMA: ada kesempatan murid bertemu guru selama 24 jam untuk membicarakan hal apa saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo