Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NAMANYA Akbarally Meherally, 61 tahun. Ia pemilik toko sepatu di Burnaby, Kanada. Dua bulan terakhir ini dia menerbitkan heboh. Melalui bukunya berjudul Understanding Ismailism ia menghujat ajaran Syiah sekte Ismailiyah. Buku itu sedang menggoyahkan iman 13 ribu umat Ismaili di Kanada, di samping menyulut amarah -- tapi tidak setara Salman Rushdie, yang telah mengejek ajaran Islam dalam novelnya The Satanic Verses. Kendati secara ekonomi mulai bersaing dengan perantau Cina dan Jepang, orang Ismaili di Kanada cukup terpandang. Mereka banyak yang kaya. Maka, gelombang berita pun membanjiri koran setempat. The Burnaby New Westminster, misalnya, menulis "Burnaby's Rushdie" tentang Akbarally yang bermukim di kota itu. The Vancouver Sun malah beruntun memberitakan buku dan konflik tersebut. Sedang The Province menyiarkan ada "ancaman bunuh untuk pengritik Aga Khan". Aga Khan adalah imam atau pemimpin tertinggi kaum Ismaili. Tapi penulis itu menampik disamakan dengan Salman Rushdie. "Buku saya bukan fiksi," kata Akbarally. Isinya memang tidak mencemooh seperti The Satanic Verses. "Buku saya adalah buku teologi dan sejarah," ujarnya. Tadinya ia seorang Ismaili yang taat. Keyakinannya itu diwariskan ayahnya, kakek, dan buyutnya. Si kakek bahkan selalu menjadi "tukang timbang" tubuh Aga Khan III dengan berlian, bila ada hari peringatan setiap tahun. Berlian itu dipinjam dari museum. Begitu dekat hubungan si kakek dengan imamnya, sehingga ketika cucunya itu lahir, maka Aga Khan III menghadiahkan nama buat cucu si tukang timbang dengan "Akbarally Meherally" (Si Berlian). Ternyata sekarang si berlian inilah yang mendobrak "kerajaan spiritual" Aga Khan. Akbarally lahir di pinggiran London. Ketika usianya 20-an, ia pindah ke Pakistan. Ia aktivis di Ismailiyah, hingga diangkat sebagai anggota presidium Dewan Regional. Pada 1974 Akbarally pindah ke Kanada. Tapi di negeri baru ini ia banyak berhubungan dengan orang non-Ismaili. Bahkan di sini pertama kalinya dia mulai tertarik mempelajari Quran. Pendalaman terhadap Kitab Suci itu kemudian membawa Akbarally pada pemahaman baru dalam kaidah Islam. Dan sejak itu mulailah menyerang Ismailiyah, ajaran yang dianut sejak ia dilahirkan. "Kaum Ismaili yang menamakan dirinya Islam itu adalah Islam palsu," ujarnya pada Toeti Kakiailatu dari TEMPO. Lalu sederet kritiknya antara lain: * Orang Ismaili percaya bahwa firman Imam (Aga Khan) adalah kebenaran, dan kata-kata Imam adalah Quran. * Mereka salat cuma tiga kali sehari, selain memang "bisa diatur tergantung situasi dan kondisi." * Berdoa dilakukan dalam bahasa Gujarat. Dan berdiri menghadap titik utama yang tak lain adalah potret Aga Khan. * Tidak puasa dalam bulan Ramadan. Puasa cukup dengan terus-menerus mengendalikan lima indera sepanjang tahun. Mereka puasa justru di hari Jumat, pada setiap bulan baru. Mereka juga tak berwudu. "Sebab Ismaili itu, katanya, lebih bersih dari Islam-Islam yang lain," kata Akbarally. Tapi dari semua yang dianggap penyimpangan Ismailiyah, yang agaknya paling membikin sengit Akbarally adalah pengultusan Aga Khan. Kaum Ismaili, tulisnya, selalu menyebut Aga Khan keturunan Nabi Muhammad. Selain itu, di India bahkan berkembang kepercayaan (tapi ini didiamkan oleh pihak Aga Khan) bahwa sang Imam adalah inkarnasi kesepuluh Wishnu. Juga tentang kewajiban dasond, serupa zakat. Semua kaum Ismaili harus menyerahkan 12,5 persen dari pendapatan kotornya pada Aga Khan. Tak peduli bagi kaum pensiunan atau yang sudah yatim. Sementara itu, sang Imam, Aga Khan IV (Shah Karim Al-Husayni, cucu Aga Khan III), berleha di Paris dan Geneva, memutar uangnya dalam bisnis perhotelan dan kuda balap. Ismaili pecahan dari kelompok Syiah. Mereka juga mengimamkan Ali ibn Abi Thalib hingga Ja'far Ash-Shadi. Di kalangan Syiah nama-nama itu dikenal sebagai imam pertama hingga ke-6. Ismaili tidak mendudukkan Hasan dalam mayoritas Syiah sebagai imam kedua -- jadi imam mereka. Setelah Imam Ja'far meninggal, kaum Ismaili mulai bersimpang jalan dengan mayoritas Syiah yang kini juga dikenal sebagai golongan "dua belas imam". Ketika golongan "dua belas" menerima Imam Musa al-Kazim menjadi imam ketujuh (ia menggantikan Imam Ja'far), sekelompok yang lain memilih Ismail, yaitu kakak Musa al-Kazim, sebagai imam. Padahal, Ismail sudah meninggal. Hanya segelintir orang itu yang percaya bahwa Ismail "disembunyikan buat mengelabui penguasa". Karena berimamkan kepada Ismail, kemudian mereka disebut Syiah Ismailiyah. Perpecahan mereka dengan Syiah makin parah sejak abad lalu. Tahun 1817, Hasan Ali memproklamasikan dirinya sebagai orang pertama dalam dinasti Aga Khan, dan sekaligus imamnya Ismaili. Pertikaian dengan kalangan Syiah lain meledak. Pada 1830 Hasan Ali bersama pengikutnya diusir dari Iran. Mereka lalu membangun markas baru di Bombay, India. Di tangan Aga Khan III, Ismaili beroleh kejayaan. Pengikutnya tersebar di India, Afghanistan, Pakistan, Eropa, dan Amerika --terutama di kalangan para imigran. Kini umat Ismaili ditaksir berjumlah 15 juta. Mereka aktif mengambil simpati umat Islam. Lewat Yayasan Aga Khan, di antaranya, secara rutin memberi penghargaan pada karya arsitektur dan komunitas Islam di seantero dunia. Indonesia bahkan pernah kebagian Hadiah Aga Khan lewat arsitektur Masjid Said Naum, Jakarta, dan Pondok Pabelan. Tahun ini, konon, pusat perdagangan kaki lima di Samarinda masuk penilaian mereka. Dari wilayah negara komunis, permukiman muslim di Yugoslavia, misalnya, juga pernah meraih hadiah serupa. Ketenangan Ismaili kini diusik Akbarally. Bahkan mereka sudah sama-sama menyewa pengacara. Pihak Aga Khan hendak menyeret si sempalan ke persidangan Ismaili. Tapi Akbarally menolak, kecuali jika sidangnya terbuka untuk umum dan dilangsungkan di Albert Hall, London -- sebuah tempat elite buat konser musik. Dan biaya ditanggung bersama-sama. Hingga pekan lalu peradilan itu masih tetap ditunda. "Mereka pasti tidak berani mengadili saya," ujar Akbarally. Sementara itu, seorang pengusaha toko kaca mata di Vancouver yang mengenal Akbarally mengakui: sejumlah fakta yang ditulis di buku itu benar adanya. Hanya penulis yang tidak gentar menerima ancaman lewat telepon ini, katanya. "memang senang publisitas, kok." Akbarally kini sudah hengkang sebagai umat Ismaili.Zaim Uchrowi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo