BEBERAPA saat sebelum pukul 19.33 WIB, suara pilot Mayor Sidiq Dimyati masih didengar petugas menara di Bandar Udara Polonia, Medan: "Saya akan berada pada ketinggian 6.000 feet." Setelah itu, suara Sidiq hilang. Tiba-tiba terdengar suara ledakan hebat disertai pantulan cahaya api. Ternyata, pesawat Hercules berpenumpang 10 orang itu membentur Gunung Sibayak. Kecelakaan Rabu malam pekan lalu itu terjadi di Lembah Sibayak, Kabupaten Tanah Karo, Sum-Ut - sekitar 58 km dari Medan. Penyebab kecelakaan pesawat Hercules C- 130 H-MP milik TNI-AU itu belum jelas. Namun, seorang petugas menara di Polonia Medan mengeluh, "Seandainya radar di Polonia berfungsi, kami bisa mengingatkan Sidiq agar menghindari Gunung Sibayak di depannya." Radar di Polonia, yang bisa mendeteksi secara visual posisi pesawat, sudah sebulan ini tak berfungsi, sehingga petugas itu tak tahu bahwa Hercules yang sarat dengan peralatan pemotretan itu melintasi Lembah Sibayak. Sementara itu, sebuah sumber lain menyatakan rasa herannya: "Kenapa Sidiq berani terbang pada ketinggian 6.000 feet. Dia mestinya tahu bahwa ada Gunung setinggi 7.800 feet menantang di depannya." Seorang kapten Garuda DC-9 berpendapat, Sidiq menyimpang 30 mil dari jalur penerbangan Padang-Medan yang disebut W-12. "Saya tak mau melintasi jalur Sibayak itu. Rawan," ujar pilot yang sudah berpengalaman 13 tahun tersebut. Sejak 1974 memang sudah tiga kali terjadi kecelakaan pesawat terbang di Lembah Sibayak yang dikenal angker oleh penduduk setempat. Kecelakaan yang paling besar memakan korban terjadi pada 1979 sebuah pesawat Garuda F-28 Mamberamo berpenumpang 62 orang menabrak Gunung Partektekan, dan jatuh ke lembah itu. Semua penumpang dan awak pesawat tewas. Lembah dengan ketinggian 7.000 kaki yang senantiasa berkabut tebal ini berada di antara dua buah gunung, Sibayak dan Partektekan. "Kalau ditarik garis vertikal, kawasan itu berbentuk tabung. Di dalam tabung itu bisa terjadi udara renggang yang menjadikan pesawat yang terbang di atasnya anjlok ke bawah," kata sebuah sumber TEMPO. Menurut beberapa saksi mata, Hercules itu sempat terbang rendah, berputar di atas Kota Kabanjahe, sebelum terempas di lereng Gunung Sibayak. "Rumah-rumah penduduk terguncang, seperti gempa," tutur Kamsunadi Surbakti, 34, kepala desa di Selamat Gunung. Hercules yang nahas itu sedang dalam perjalanan dari Padang ke Medan, ikut serta dalam latihan "Garuda Jaya II", sebuah latihan patroli rutin yang mengambil rute perjalanan dari Ujungpandang, Malang, Jakarta, Padang, Medan, dan berlangsung pada 20-25 November 1985. Hercules tersebut adalah satu dari dua pesawat sejenis yang dimiliki TNI-AU, dengan perlengkapan peralatan radar, alat pemotret, dan alat observasi. Pesawat yang mampu terbang secara nonstop selama 16 jam ini adalah pesawat kesayangan Menhankam/Pangab M.Jusuf yang sering digunakannya untuk meninjau ke daerah. Didi Prambadi Laporan Monaris S. & Kurniawan Wongso (Medan)