Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sisa Arifin Ahmad, Antara Ada ...

Pinjaman Pemda Riau pada BI untuk membangun proyek belum dipertanggung jawabkan pemakaiannya oleh eks gubernur Arifin Achmad. DPRD Riau mengaku tidak pernah menyetujui pinjaman tersebut. (dh)

21 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERSOALAN pemakaian uang Pemda Riau yang dikatakan belum dipertanggungjawabkan bekas Gubernur Arifin Ahmad belum jelas benar. Dalam soal jumlah saja, misalnya terdapat 3 versi. Menurut Ketua Opstib Pusat, Laksamana Sudomo pekan lalu, jumlahnya "hanya Rp 1,4 milyar." Di kalangan Pernda Riau di Pekanbaru ada yang menyebut angka Rp 2,1 milyar. Tapi dari kalangan yang sama juga sering dikatakan jumlahnya Rp 4,4 milyar. Tapi Menteri Dalam Negeri Amirmachmud, bukan saja membantah telah terjadi korupsi di masa jabatan Arifin Ahmad, tapi juga menganggap semua itu sudah tak ada persoalan lagi. Menurut Amirmachmud, soal hutang piutang antara bank dan perusahaan daerah adalah soal biasa. Sebelumnya banyak dib ritakan sejumlah uang yang belum dipertanggungjawabkan Arifin Ahmad itu berasal dari pinjaman (kredit) dari bank pemerintah dan transaksi yang dilakukan oleh PT Pembangunan Riau, sebuah perusahaan yang sahamnya sebagian besar milik Pemda Riau. Tahun 1974 misalnya DPRD Riau telah mengesahkan sebuah keputusan peminjaman uang sebanyak Rp 1,5 milyar dari Bank Indonesia (atau Bank Pemerintah lainnya). Pinjaman ini atas tanggungjawab Gubernur Riau (ketika itu Arifin Ahmad, dengan jaminan penerimaan daerah tahun anggaran 1975/1976 dan 1976/1977. Kredit ini disetujui DPRD Riau untuk digunakan membangun 4 proyek. Masing-masing: membangun kantor gubernur, membangun gedung serba guna, gedung tambahan DPRD dan pembangunan tahap II proyek air bersih. Semuanya di Pekanbaru. Cuci Tangan? Menurut sumber TEMPO di Pekanbaru, pinjaman Rp 1,5 milyar itu termasuk yang belum jelas pertanggunganjawabnya. "Belum lagi pinjaman-pinjaman lain" kata sumber itu. Tapi cukup mengherankan dalam hal ini adalah berlepas-tangannya beberapa anggota DPRD terhadap pinjaman-pinjaman tadi, meskipun sebelumnya secara resmi lembaga itu telah menyetujuinya. "DPRD belum pernah menyetujui peminjaman atau penggadaian APBD" kata Wakil Ketua DPRD Riau, Kadir Abbas. Ketika ditunjukkan salinan keputusan DPRD Riau No. 05/Kpts/DPRD/ 1974 tentang pinjaman Rp 1,5 milyar tadi, kalangan DPRD juga tampaknya hendak cuci tangan. "Tak tahulah, itu bukan tanggungjawab kami" tambah Kadir Abbas lagi. Begitu pula soal penghibahan sebuah rumah di Jalan Basuki 20 Jakarta kepada Arifin Ahmad. Rumah ini semula adalah Kantor Perwakilan Pemda Riau di Jakarta. Atas persetujuan DPRD kantor perwakilan itu dipindah ke Taman Mini sebelum berada di Paviliun Pemda Riau di Pekan Raya Jakarta seperti sekarang. Atas persetujuan DPRD pula rumah Jalan Basuki 20 tadi diperbaiki dengan biaya Rp 100 juta lebih untuk selanjutnya dihadiahkan kepada Arifin Ahmad atas jasa-jasanya sebagai Gubernur Riau selama ini. Belakangan beberapa anggota DPRD Riau menganggap perbaikan dan penghibahan rumah itu sebagai pemborosan. Disiplin & Hemat Bagaimana duduk soal sebenarnya memang belum jelas. Tapi menurut sumber TEMPO di Pekanbaru, pada saat timbang terima antara Arifin Ahmad dengan penggantinya Subrantas beberapa waktu lalu telah timbul suasana sedikit tegang. Sebab pada saat itu dikatakan Subrantas hanya mau menandatangani serah terima jabatan dan menolak menanda-tangani serah terima pertanggunganjawab keuangan. Setelah Mendagri memanggilnya ke Jakarta sekitar bulan puasa lalu dan menyuruh Gubernur Riau itu menandatangani, barulah Subrantas meneken pertanggunganjawab keuangan itu. Dalam wawancara dengan Rida K. Liamsi dari TEMPO di Pekanbaru Subrantas sendiri menolak memberi komentar soal pemakaian uang Pemda Riau pada priode-priode sebelum ia menduduki jabatan itu. "Itu soal lain" jawabnya "pokoknya tulis saja, mulai Pelita III saya akan tekankan prinsip APBD yang disiplin, hemat dan berorientasi ke bawah." Kata Subrantas pula, "pembelanjaan yang perlu-perlu saja, saya tidak mau macam-macam -- tidak misalnya untuk membangun rumah sampai ratusan juta." Berorientasi ke bawah, rupanya sudah menjadi tekad gubernur ini untuk lebih menitik-beratnya pembangunan di pedesaan. Sebab, katanya, pembangunan selama ini hanya di kota-kota saja. Padahal tak sedikit wilayah propinsi ini yang masih terkurung karena tak ada jaringan komunikasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus