Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah setahun bebas dari penjara, H.R. Dharsono membentuk Forum Pemurnian Kedaulatan Rakyat. Anggota terbuka untuk umum. LIMA tahun sepuluh bulan di penjara tak membuat H.R. Dharsono jera berpolitik. Kamis pekan lalu, Ton Dharsono tampil dengan wadah politik baru, Forum Pemurnian Kedaulatan Rakyat. Pengumuman dilakukan di rumah Ali Sadikin, yang dua hari sebelumnya sempat digerebek polisi (Lihat: Priitt ... Lebih dari Lima). Forum ini mungkin boleh dibilang cuma "sisi lain uang logam" Petisi 50. Beberapa orang Petisi, seperti Azis Saleh, Hoegeng, atau Chris Siner Key-Timu ikut dalam FPKR dan ikut melahirkannya. Yang sedikit berbeda cuma para dedengkotnya. Di sinilah Pak Ton tampil. Ia menjadi ketua umum. Sedangkan Deliar Noer, Guru Besar Ilmu Politik di Universitas Indonesia, dan Abdul Madjid, tokoh gaek bekas Sekjen PNI, menjadi pendamping Ton sebagai ketua. Komposisi ini rupanya disengaja. Itu sebabnya, ke-70 orang yang berapat Kamis pagi pekan lalu itu akhirnya sepakat mengangkat ketiga nama yang disebut tadi. Pagi-pagi, Ton Dharsono sudah memperingatkan, "Forum ini tak ada kaitannya dengan kegiatan Bang Ali dan kawan-kawan." Tampaknya, ini hanya sekadar pemisahan fungsi. Petisi 50 yang belakangan berubah menjadi semacam studi klub dan bernaung di bawah Lembaga Kesadaran Berkonstitusi, yang diketuai Azis Saleh, masih punya banyak urusan. Misalnya saja, soal kematian perdata para anggota Petisi. Sedangkan Forum mungkin bisa menjadi gerakan yang bersifat lebih praktis. Slamet Bratanata menjelaskan, nanti, Forum bisa saja membikin seminar atau menerbitkan buku tentang pengkajian UUD 45. Selain itu, mereka ingin membentuk pula Forum yang sama di kota-kota lain. "Pokoknya, kami ingin mensosialisasikan demokrasi." Selama ini, Pemerintah selalu kritis menghadapi hal yang bersifat politik praktis seperti ini. Dengan alasan sudah ada tiga partai politik, DPR, maupun lembaga lain yang dianggap konstitusional sebagai penyalur aspirasi. Karena itu, Mendagri Rudini mengatakan tidak tahu organisasi ini dan hanya mengenal ormas dan orsospol yang terdaftar di Depdagri. "Boleh saja berorganisasi, tapi ada ketentuan yang mengatur," ujarnya di Balikpapan, Sabtu lalu. Pak Ton sendiri menolak jika Forum ini dituduh bertujuan negatif, mengganggu stabilitas. "Kami justru ingin membantu Pemerintah. Terutama untuk mencerdaskan rakyat di bidang politik," katanya kepada Ahmad Taufik dari TEMPO di Bandung. Dari sini, ia akan berangkat untuk mencoba menerapkan kedaulatan rakyat semaksimal mungkin. "Yang belum, ya, diperbaiki dan dimurnikan," katanya. Kehadiran Forum ini, menurut Pak Ton, tak akan mengganggu kegiatan lain yang sudah ada. Forum Demokrasi punya Abdurrahman Wahid, misalnya. Pak Ton bahkan menghendaki Forumnya bisa saling mengisi dengan kegiatan Forum Demokrasi. Juga jika ada anggota Forum Demokrasi yang ingin bergabung. Ia akan buka pintu. Apa pun alasan Pak Ton, Forum ini bisa jadi tetap bakal memancing kontroversi dan adu pendapat. Dan itu sudah bisa dilihat dari awal, seperti digerebek polisi ketika mereka mempersiapkan kelahiran Forum itu. Yopie Hidayat dan Leila S. Chudori (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo