Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo memindahkan siswi difabel korban bullying di SMP Muhammadiyah Butuh, Purworejo, dinilai tidak tepat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ketua Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan atau Perdik, Ishak Salim mengatakan langkah tersebut justru melestarikan stigma negatif terhadap difabel dan mengabaikan prinsip inklusivitas. "Itu menunjukkan alam pikir masyarakat terhadap difabel yang kerap dianggap sebagai insan sakit," kata Ishak Salim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Padahal setiap anak didik difabel, menurut dia, memiliki kemampuan atau potensi yang mesti dikembangkan. Ishak Salim melanjutkan, pemerintah semestinya memberikan kesetaraaan terhadap penyandang disabilitas. Salah satu caranya, dengan membuka akses difabel ke fasilitas pendidikan umum dan memenuhi segala sesuatu yang dapat menunjang kapasitasnya.
"Saat difabel memilih mengenyam pendidikan di sekolah umum dan masuk dalam sistem pendidikan yang selama ini mengabaikan eksistensinya, maka pihak-pihak terkait baik kepala sekolah, guru, maupun para siswa didik lainnya harus beradaptasi," katanya. Infrastruktur pendidikan inklusif, menurut Ishak Salim, sudah mulai berkembang secara perlahan di berbagai tempat di Indonesia.
Dia menyanyangkan sikap Gubernur Ganjar Pranowo yang seperti terburu-buru dalam memberikan pernyataan akan memindahkan siswi difabel korban perisakan dari sekolah umum ke sekolah luar biasa. "Selama ini masyarakat mempraktikkan kesetaraan disabilitas di semua sektor penghidupan, patut disayangkan jika seorang gubernur berpikir sebaliknya," kata dia.