Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Etik Perhimpunan Survei dan Opini Publik Indonesia (Persepi), Hamdi Muluk, menjelaskan Sistem Informasi Penghitungan Suara Komisi Pemilihan Umum (Situng KPU) yang telah mencapai 55 persen suara sudah bisa memprediksi hasil akhir dari pemilihan presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Walaupun masih ada 45 persen formulir C1 yang belum terinput, menurut Hamdi, secara teori probabilitas hasilnya tidak bakal berbeda dengan hasil quick count berbagai lembaga survei. "Jadi sebenarnya secara ilmiah, Jokowi memang akan menang dengan kisaran 55 persen banding 45 persen," ujar Hamdi saat dihubungi Tempo, Selasa, 30 April 2019. Angka itu adalah prediksi quick count oleh berbagai lembaga survei.
Ahli Psikologi Politik Universitas Indonesia ini mengatakan Situng adalah domain untuk menyimpulkan secara ilmiah. "Kepastian secara konstitutional, kalau digugat, kepastian hukumnya nanti ada di Mahkamah Konstitusi," ungkap dia.
Hasil penghitungan suara sementara Pilpres 2019 dalam Situng KPU pada Selasa pukul 10.00 telah mencakup 54,68 persen TPS atau 444.801 TPS dari total 813.350 TPS yang ada di dalam dan luar negeri. Hasilnya menunjukkan pasangan Jokowi - Ma'ruf mengungguli pasangan Prabowo - Sandiaga Uno. Jokowi - Ma'ruf memperoleh 46.978.998 suara atau 56,16 persen, sedangkan Prabowo - Sandiaga memperoleh 43,84 persen atau 36.671.320 suara.
Hamdi mengatakan, hasil real count dan quick count tidak akan jauh berbeda jika quick count dilakukan dengan prosedur ilmiah, misalnya tidak memanipulasi sampling, tidak memalsukan formulir C1, dan menjaga semua prosedur ilmiah. "Hasilnya hanya berbeda dari real count yang dihitung sampai tuntas, paling 0,5 persen sampai 1 persen."
Dia mengatakan selisih yang tidak berbeda antara quick count dan real count berdasarkan pengalaman secara empiris. Menurut Hamdi, rumus teori probabilitas ini sudah menjadi kebenaran ilmiah yang dipakai oleh hampir semua ilmu pengetahuan. Kalau teori probabilitas ini ternyata tidak berlaku lagi, tutur Hamdi, dunia keilmuan bisa guncang. "Pasti ahli statistika seluruh dunia akan meninjau ulang teori probabilitas," ujar dia.