Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Soal Legalisasi Kratom, Anggota DPR Minta Tunggu Penelitian

Anggota Komisi IX DPR Edy Wuryanto legalisasi kratom masih menunggu penelitian dari BRIN yang didampingi BPOM.

25 Juni 2024 | 21.20 WIB

Warga memetik daun kratom atau daun purik saat panen di perkarangan rumahnya di Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Sabtu, 10 Februari 2024. Tanaman kratom (mitragyna speciosa) yang merupakan bahan baku minuman sejenis jamu khas Kabupaten Kapuas Hulu tersebut dijual warga setempat dalam bentuk daun mentah/basah seharga Rp2.500 - Rp3.000 per kilogram, dan remahan atau cacahan seharga Rp12 ribu per kilogram. ANTARA FOTO/Jessica Wuysang
Perbesar
Warga memetik daun kratom atau daun purik saat panen di perkarangan rumahnya di Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Sabtu, 10 Februari 2024. Tanaman kratom (mitragyna speciosa) yang merupakan bahan baku minuman sejenis jamu khas Kabupaten Kapuas Hulu tersebut dijual warga setempat dalam bentuk daun mentah/basah seharga Rp2.500 - Rp3.000 per kilogram, dan remahan atau cacahan seharga Rp12 ribu per kilogram. ANTARA FOTO/Jessica Wuysang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, mengatakan, legalisasi Mitragyna Speciosa atau kratom harus menunggu hasil penelitian guna mempelajari substansi dan efek tanaman tersebut. Hasil penelitian itu diperlukan untuk menjaga keamanan publik. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Tidak bisa memilih antara keuntungan ekonomi atau keamanan masyarakat yang menggunakan. Jadi harus nunggu penelitiannya dulu,” ujar Edy dalam rilis yang diterima, Selasa 25 Juni 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Edy mengatakan, akhir pekan lalu, Presiden Joko Widodo mengumpulkan menteri dan kepala lembaga untuk membicarakan soal kratom. Tanaman yang disebut sudah ditanam 18.000 petani ini masih diteliti oleh BRIN dan didampingi BPOM. 

Namun, Edy mengatakan, sebagian masyarakat di beberapa daerah sudah memanfaatkan untuk konsumsi pribadi hingga ekspor. Kratom dianggap bisa menambah stamina, mengatasi nyeri, dan mampu meningkatkan suasana hati. Menurut Edy, hal ini harus dibuktikan secara ilmiah.

“BRIN telah diperintahkan untuk melakukan uji klinisnya dan didampingi BPOM. Tahapan setiap pengujian harus dilakukan, tidak perlu dipercepat karena ini tidak urgent seperti vaksin saat Covid-19,” kata Edy. 

Ia mengatakan, sampai saat ini, Kratom masih dilarang di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Kepala BPOM no HK.04.4.42.421.09.16.1740 tahun 2016 tentang Pelarangan Penggunaan Mitragyna Speciosa (kratom) dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan. 

BNN sejauh ini memang masih menyatakan kratom sebagai narkotika. Daun kratom diklaim mengandung alkaloid mitragynine dan 7-hydroxymitragynine yang dapat mengurangi rasa nyeri. Alkaloid ini juga yang memberi efek meningkatkan energi. 

Namun di beberapa negara tanaman ini dilarang. Contohnya di Denmark, Polandia, Swedia, dan Irlandia. Di Malaysia, Myanmar, dan Australia juga melarang zat yang terkandung dalam kratom untuk dikonsumsi. 

“Melihat fakta pelarangan kratom di berbagai negara dan pernyataan BNN yang menyatakan kratom adalah narkotika, maka yang harus dilihat tidak hanya nilai ekonomi dari kratom saja tapi juga keselamatan masyarakat,” kata legiselator dari Dapil Jawa Tengah III ini. 

Edy mengatakan, Komisi IX juga sudah meminta BPOM melakukan pengawasan kratom sesuai ketentuan. Baik itu semasa uji klinis hingga nanti ketika masuk ke industri.

“Dikatakan Plt Kepala BPOM beberapa waktu lalu jika penelitian kratom ini masih uji pada hewan, maka sebaiknya tidak ada unsur promosi agar menggunakan kratom dengan embel-embel tertentu. Saya tekankan jika proses pengujian ini harus betul-betul cermat karena ini nanti berdampak pada masyarakat,” ucap Edy. 

 

Hendrik Yaputra

Bergabung dengan Tempo pada 2023. Lulusan Universitas Negeri Jakarta ini banyak meliput isu pendidikan dan konflik agraria.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus