Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, mengatakan, legalisasi Mitragyna Speciosa atau kratom harus menunggu hasil penelitian guna mempelajari substansi dan efek tanaman tersebut. Hasil penelitian itu diperlukan untuk menjaga keamanan publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Tidak bisa memilih antara keuntungan ekonomi atau keamanan masyarakat yang menggunakan. Jadi harus nunggu penelitiannya dulu,” ujar Edy dalam rilis yang diterima, Selasa 25 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Edy mengatakan, akhir pekan lalu, Presiden Joko Widodo mengumpulkan menteri dan kepala lembaga untuk membicarakan soal kratom. Tanaman yang disebut sudah ditanam 18.000 petani ini masih diteliti oleh BRIN dan didampingi BPOM.
Namun, Edy mengatakan, sebagian masyarakat di beberapa daerah sudah memanfaatkan untuk konsumsi pribadi hingga ekspor. Kratom dianggap bisa menambah stamina, mengatasi nyeri, dan mampu meningkatkan suasana hati. Menurut Edy, hal ini harus dibuktikan secara ilmiah.
“BRIN telah diperintahkan untuk melakukan uji klinisnya dan didampingi BPOM. Tahapan setiap pengujian harus dilakukan, tidak perlu dipercepat karena ini tidak urgent seperti vaksin saat Covid-19,” kata Edy.
Ia mengatakan, sampai saat ini, Kratom masih dilarang di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Kepala BPOM no HK.04.4.42.421.09.16.1740 tahun 2016 tentang Pelarangan Penggunaan Mitragyna Speciosa (kratom) dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan.
BNN sejauh ini memang masih menyatakan kratom sebagai narkotika. Daun kratom diklaim mengandung alkaloid mitragynine dan 7-hydroxymitragynine yang dapat mengurangi rasa nyeri. Alkaloid ini juga yang memberi efek meningkatkan energi.
Namun di beberapa negara tanaman ini dilarang. Contohnya di Denmark, Polandia, Swedia, dan Irlandia. Di Malaysia, Myanmar, dan Australia juga melarang zat yang terkandung dalam kratom untuk dikonsumsi.
“Melihat fakta pelarangan kratom di berbagai negara dan pernyataan BNN yang menyatakan kratom adalah narkotika, maka yang harus dilihat tidak hanya nilai ekonomi dari kratom saja tapi juga keselamatan masyarakat,” kata legiselator dari Dapil Jawa Tengah III ini.
Edy mengatakan, Komisi IX juga sudah meminta BPOM melakukan pengawasan kratom sesuai ketentuan. Baik itu semasa uji klinis hingga nanti ketika masuk ke industri.
“Dikatakan Plt Kepala BPOM beberapa waktu lalu jika penelitian kratom ini masih uji pada hewan, maka sebaiknya tidak ada unsur promosi agar menggunakan kratom dengan embel-embel tertentu. Saya tekankan jika proses pengujian ini harus betul-betul cermat karena ini nanti berdampak pada masyarakat,” ucap Edy.
Pilihan Editor: Pelaporan Ketua MPR Bambang Soesatyo ke MKD, Apa Fungsi dan Tugas Mahkamah Kehormatan Dewan?