Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyerahkan putusan perihal usia minimum calon presiden dan wakil presiden atau cawapres kepada putusan uji materi di Mahkamah Konstitusi. Ma’ruf memberi keleluasaan pada MK mempertimbangkan baik dan buruknya. “Apakah mempertahankan di atas 40 atau misalnya membolehkan sampai ke umur 35," kata dia di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara, Kamis, 3 Agustus 2023.
Wapres menanggapi ihwal uji materi aturan batas usia minimum capres-cawapres dalam UU Pemilu yang diminta pemohon dari sejumlah unsur agar dikembalikan dari ketentuan saat ini 40 tahun menjadi 35 tahun. Ma’ruf menuturkan sudah ada lembaga yang berhak membahas dan mempertimbangkan hal tersebut yakni MK.
Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka mengatakan tidak mungkin menjadi cawapres PDIP pada Pemilu 2024. Mengenai anggapan salah satu politisi senior dari PDIP Deddy Sitorus bahwa dia tidak secara tegas memberikan sikap penolakan terhadap isu cawapres, Gibran berujar telah memberikan sikap sejak dulu.
"Sudah saya jawab, umur belum cukup, ilmunya belum cukup, semua belum cukup. Aku kudu piye meneh?" kata Gibran.
Ihwal keinginan sebuah partai politik yang ingin mengusungnya sebagai cawapres, Gibran mengaku masih fokus di Solo. "Saya fokus di Solo dulu saja. Ya terima kasih, saya fokus di Solo dulu," kata dia.
Sedangkan terhadap uji materi mengenai perubahan batas usia minimal capres dan cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun, Gibran enggan menanggapi. "Saya nggak mengikuti berita itu ya. Lebih pas pertanyaannya ditujukan kepada yang menggugat. Kemungkinan sing pengen (yang berkeinginan) yang menggugat,” tutur dia.
Pengamat politik Titi Anggraini menilai kewenangan menentukan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden adalah pembentuk undang-undang, MK. "Mengajukan permohonan ke MK untuk menentukan konstitusionalitas batas minimal usia capres dan cawapres adalah tidak tepat," kata Titi di Semarang, Kamis, 3 Agustus 2023.
Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 disebutkan bahwa syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wakil presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Dengan demikian, kata dia, syarat usia merupakan kebijakan hukum (legal policy) yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang.
"Jadi, pembentuk undang-undanglah yang mengatur pilihan syarat usia minimal untuk pencalonan presiden/wakil presiden, bukan ranah MK untuk memutuskan," kata Titi yang juga anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) seperti dikutip Kantor Berita Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apabila MK masuk ke ranah ini, menurut dia, sangat tidak konsisten dengan putusan MK terdahulu soal sistem pemilu yang menempatkan pilihan sistem sebagai kebijakan hukum pembentuk undang-undang.
Kendati demikian, Titi sependapat bahwa syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden disetarakan dengan syarat usia calon anggota DPR, DPD, dan DPRD. Hal ini karena sama-sama merupakan posisi atau jabatan yang dipilih oleh publik.
Saat ini persyaratan syarat usia calon anggota legislatif (caleg) berdasar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) paling rendah 21 tahun. Meski demikian, lanjut Titi, MK perlu mengingatkan pembentuk undang-undang (Pemerintah dan DPR RI) agar mengatur persyaratan usia secara akuntabel dan rasional dengan partisipasi masyarakat secara bermakna.
Sebelumnya, sejumlah warga negara Indonesia mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 169 huruf q UU Pemilu terhadap UUD NRI Tahun 1945. Dalam pasal ini menyebutkan persyaratan menjadi capres/cawapres berusia paling rendah 40 tahun.
Permohonan itu teregistrasi (laman MK) tertanggal 16 Maret 2023 dengan nomor 29/PPU-XXI/2023, kemudian pemohon lain tertanggal 17 Mei 2023 dengan nomor 55/PPU-XXI/2023.
ANTARA
Pilihan Editor: Tanggapi Gugatan Usia Capres-Cawapres, Prabowo: Banyak Negara Itu Pemimpinnya Muda
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini