Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SIAPA, akhirnya? Pertanyaan pendek ini ternyata memerlukan jawab yang panjang.
Yang ditanyakan tentu tentang calon utama Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-5, yang akan mendampingi Presiden Soeharto dalam masa jabatannya yang ke-5 nanti. Dan dengan segera, soal itulah agaknya yang jadi fokus utama Sidang Umum MPR 1988 ini, setelah beberapa bulan terakhir jadi bisik-bisik yang hangat di lapisan atas politik Jakarta.
Tak mengherankan bila ada suasana penting terasa ketika Jumat malam pekan lalu belasan tokoh Fraksi Karya Pembangunan (FKP) berkumpul di ruang rapat mereka di lantai enam gedung DPR. Mereka tampaknya diundang secara mendadak. Dari sini bisa diduga betapa pentingnya pembicaraan yang akan dilaksanakan malam itu.
Tepat pukul 21.05, orang-orang yang ditunggu muncul. Yang pertama memasuki ruangan rapat itu adalah Sarwono Kusumaatmadja disusul Akbar Tanjung, dan Ketua F-KP MPR, R.H. Sugandhi Kartosubroto.
"Good, good...hasilnya betul-betul bagus," kata Sarwono setengah berteriak, ketika memasuki ruang rapat. Rupanya ketiganya baru saja menghadap Pak Harto di Jalan Cendana, Jakarta. Itu diungkapkan Sugandhi kepada sejumlah wartawan sehabis mereka mengadakan pertemuan tertutup sekitar satu jam di ruangan itu dengan para tokoh FKP tadi. Masalah yang mereka bicarakan: siapa calon Wakil Presiden?
Pertanyaan ini sebenarnya sudah menggantung lama. Nampaknya ada asumsi, bahwa wakil presiden yang sekarang, Umar Wirahadikusumah, seperti pendahulunya, hanya akan menjalani masa jabatan satu kali saja.
Orang memang boleh menebak-nebak, tapi ini soal nampaknya digambarkan sebagai sesuatu yang sulit. Baca misalnya keterangan Kepala Bakin, Yoga Sugomo. Dalam dengar pendapat dengan Komisi I DPR, Kamis, dua pekan lalu, Yoga mengakui bahwa lembaga Intelijen yang diplmomanya pun belum mendapat informasi siapa yang akan jadi calon wapres.
"Soalnya, selalu dikantungi Bapak Presiden," katanya, sebagaimana dikutip Suara Pembaruan. Menjawab pertanyaan anggota komisi, Machdi Tjokroaminoto, Kepala Bakin itu berkata, "Tidak ada yang bisa menerobos kantung Bapak Presiden. Nggak ada yang berani." Mungkin Kepala Bakin yang suka humor itu setengah bergurau, siapa tahu. Sebab, peristiwa yang terjadi kemudian, sebagaimana disiarkan untuk media massa, menunjukkan gambaran yang lain. Jumat itu F-KP menemui Presiden. Menurut sang Ketua Fraksi, R.H. Sugandhi, pertemuan itu sebagai hasil surat permohonan yang mereka kirimkan kepada Pak Harto selaku Ketua Dewan Pembina Golkar, dua hari sebelumnya.
Soalnya, sidang umum MPR kian mendekat, dan FKP ingin melaporkan persiapan yang telah mereka lakukan sebelumnya untuk menghadapi peristiwa bersejarah ini. Selain itu, seperti dikatakan Akbar Tanjung kemudian kepada TEMPO, fraksinya ingin mengetahui dari Pak Harto, siapa yang akan jadi calon wakil presiden, sehingga mereka bisa membuat persiapan-persiapan untuk mengamankannya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak artikel ini terbit di bawah judul "Memilih Sebuah Nama lewat Kriteria".
Amran Nasution, Yopie Hidayat, Muchsin Lubis, dan Diah Purnomowati berkontribusi dalam penulisan artikel ini.