Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEMENTARA Pemimpin Redaksi Nusantara T. D.Hafas diadili, koran
minggu Sricandi ditjabut izin tjetaknja sedjak 10 Djuni 1971.
"Kita ini memang lagi dirongrong kok", kata Nj.A.S.Sudjono,
wakil Penanggungdjawab dan Pemimpin Redaksinja. "Tanpa
peringatan lebih dulu, tiba-tiba sadja disuruh stop terbit".
Lalu katanja lagi dengan spontan kepada Toeti Kakiailatu dari
TEMPO "Saja terang-terangan bilang didepan orang-orang militer
di Laksus Pankor-kamtibda, bahwa prinsip saja setudju Golkar
karena Golkar toch mendukung Pantjasila -- tapi tjaranja itu,
Iho. Lha koran 'kan katanja badan kontrol sosial, dan Srikandi
'kan tjuma mengkritik adanja tindakan-tindakan overacting"
Disebut-sebutnja Golkar disitu bukan kebetulan. Koran mingu itu
memang selama ini merupakan salah satu penerbitan, jang dalam
kata-kata Nj.Sudjono, "mengritik adanja tindakan-tihdakan
over-acting" Tapi benarkah ia setudju Golkar? "Itu koran
Sukarnois nomor wahid", komentar seorang tokoh Golkar ketika
ditanjakan pendapatnja tentang Srikandi Nomor wahid atau nomor
berapa, Srikandi memang dikenal karena beberapa tjiri chusus.
Kolom-kolomnja jang terpenting, ditulis dengan banjak kata-kata
Djawa setjara bahasa pertjakapan sehari-hari dan diselingi
bahasa Belanda -- sangat hidup, sangat mengingatkan pertjakapan
antar para prijaji Djawa, dan memang bisa membikin kuping merah
bagi musuh-musuhnja. Dan siapa musuh-musuh Srikandi? PSI,
Masjumi, pemuda-pemuda jang menentang Sukarno, modal asing,
kebudajaan asing, teknokrat, dan tentu sadja "Nekolim" --
istilah jang masih dipakai Srikandi hingga kini. Achir-achir ini
musuh itu nampaknja bertambah. Di samping sebuah kolom tetap
jang menjediakan hadiah kepada pembatja untuk membuat
pantun-pantun (dan 98% pantun-pantun jang masuk dan dapat hadiah
menjerang Golkar) ada djuga sematjam rubrik tetap jang
"melaporkan" paksaan, intimidasi dll kepada Amir Machmud. Malah
ada pernah sebuah tjerita pendek dimuat, djudulnja: "Robohnja
Pohon Beringin Kami"
Budak. Sementara itu djika daftar jang diserang Srikandi agak
pandjang. jang dipudjanja lazimnja satu sumber: almarhum
Presiden Sukarno. Dalam soal ini Srikandi djllga
terang-terangan. Ketika PNI membawa Guntur dan Rachmawati untuk
kampanje dan podjok Berita Yudha mengedjeknja dengan !cata kata
tadjam, "Dasar djiwa budak !" Srikandi langsung mendjawab: "Dari
pada djadi budaknja Indomilk ......." Salah satu tulisan
terachir djuga chas Srikandi meminta perhatian atas keselamatan
djiwa Guntur, awas-awas tangan CIA, dan mengingatkan bahwa
keluarga Bung Karno sudah tjukup banjak menderita. Sementara
itu, atu seri tulisan tentang bagaimana "PSI" bergerak,
sebenarnja diambil dari tulisan David Ransom dimadjalah Rampan
almarhum -- seorang penulis jang menuduh teknokrat-teknokrat
pembantu Presiden Suharto sebagai sematjam pionpion Amerika dan
CIA, dan membantu merenbanakan "pembunuhan besar terhadap
orang-orang komunis.
Tak terlalu mengherankan djika beberapa waktu jang lalu,
demikian di tjeritakan Nj.Sudjono, Srikandi dipanggil Brigdjen
Harsono dan "disuruh untuk tidak kekiri-kirian". Tapi
pentjabutan surat izin tjetak jang sekarang bukanlah karena soal
kiri atau kanan -- menurut alasan resmi. "Djangan sampai timbul
kesan peristiwa Srikandi ini pembreidelan", kata Wakjl KaFendam
V Djaya Kapt. Hendro Muljono kepada TEMPO, "sebab kami tak
mempertimbangkan masalah isi dalam mengambil keputusan. Ini
tjuma administratif". Lalu ditjerita karjalah riwajat hidup
Srikandi. Mula-mula ia diterbitkan Jajasan Sabarati milik
isteri-isteri para pegawai Departemen Perhubungan Laut. Tahun
1968 Jajasan itu bubar, dan penerbitan Srikandi diserahkan
Jajasan Banonawati jang berumur setahun. Dan Srikandi jang hidup
terus, menurut Kapt. Hendro, sedjak itu tanpa badan hukum jang
menerbitkannja. "Dan sedjak itu kami telah memberi peringatan,
untuk mengurus SIT & Sl Tjetak baru atas nama Jajasan Srikandi
jang menggantikan Jajasan Barunawati. Tapi sudah setahun kami
tunggu. Dan kami tak akan membiarkan terus suatu tindakan jang
tidak berlandaskan hukum". Lalu katanja: "Kalau dia bisa segera
dapat SIT baru, surat izin tjetak akan kami keluarkan untuknja"
Mengaso. Mungkinkan Srikandi akan dapat SIT baru? Mengapa tidak.
Tapi dalam suasana dimana banjak hal-hal ditunda setelah Pemilu,
nasib Srikandi djuga rupanja perlu menunggu sampai saat itu.
Koran minggu ini nampaknja sangat populer (menurut Nj.Sudjono
oplah terachir 182.000, entah benar atau tidak) -- paling
sedikit dikalangan PNI, sebagai bukan organ resmi partai itu,
Srikandi lebih bebas dari Suluh Marhaen dan nampaknja lebih erat
dengan sedjumlah besar pengikut Bung Karno jang dewasa ini
sedang amat marah pada Golkar. Dan Nj.Sudjono nampaknja mafhum.
"Srikandi mungkin harus mengaso dulu sampai achir Pemilu",
katanja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo