Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Srikandi Ngaso

Srikandi, koran minggu pimpinan Ny AS Sudjono dicabut surat ijin cetaknya. Dianggap mendukung Soekarno & agak kekiri-kirian. Srikandi mengaso hingga akhir pemilu.

26 Juni 1971 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMENTARA Pemimpin Redaksi Nusantara T. D.Hafas diadili, koran minggu Sricandi ditjabut izin tjetaknja sedjak 10 Djuni 1971. "Kita ini memang lagi dirongrong kok", kata Nj.A.S.Sudjono, wakil Penanggungdjawab dan Pemimpin Redaksinja. "Tanpa peringatan lebih dulu, tiba-tiba sadja disuruh stop terbit". Lalu katanja lagi dengan spontan kepada Toeti Kakiailatu dari TEMPO "Saja terang-terangan bilang didepan orang-orang militer di Laksus Pankor-kamtibda, bahwa prinsip saja setudju Golkar karena Golkar toch mendukung Pantjasila -- tapi tjaranja itu, Iho. Lha koran 'kan katanja badan kontrol sosial, dan Srikandi 'kan tjuma mengkritik adanja tindakan-tindakan overacting" Disebut-sebutnja Golkar disitu bukan kebetulan. Koran mingu itu memang selama ini merupakan salah satu penerbitan, jang dalam kata-kata Nj.Sudjono, "mengritik adanja tindakan-tihdakan over-acting" Tapi benarkah ia setudju Golkar? "Itu koran Sukarnois nomor wahid", komentar seorang tokoh Golkar ketika ditanjakan pendapatnja tentang Srikandi Nomor wahid atau nomor berapa, Srikandi memang dikenal karena beberapa tjiri chusus. Kolom-kolomnja jang terpenting, ditulis dengan banjak kata-kata Djawa setjara bahasa pertjakapan sehari-hari dan diselingi bahasa Belanda -- sangat hidup, sangat mengingatkan pertjakapan antar para prijaji Djawa, dan memang bisa membikin kuping merah bagi musuh-musuhnja. Dan siapa musuh-musuh Srikandi? PSI, Masjumi, pemuda-pemuda jang menentang Sukarno, modal asing, kebudajaan asing, teknokrat, dan tentu sadja "Nekolim" -- istilah jang masih dipakai Srikandi hingga kini. Achir-achir ini musuh itu nampaknja bertambah. Di samping sebuah kolom tetap jang menjediakan hadiah kepada pembatja untuk membuat pantun-pantun (dan 98% pantun-pantun jang masuk dan dapat hadiah menjerang Golkar) ada djuga sematjam rubrik tetap jang "melaporkan" paksaan, intimidasi dll kepada Amir Machmud. Malah ada pernah sebuah tjerita pendek dimuat, djudulnja: "Robohnja Pohon Beringin Kami" Budak. Sementara itu djika daftar jang diserang Srikandi agak pandjang. jang dipudjanja lazimnja satu sumber: almarhum Presiden Sukarno. Dalam soal ini Srikandi djllga terang-terangan. Ketika PNI membawa Guntur dan Rachmawati untuk kampanje dan podjok Berita Yudha mengedjeknja dengan !cata kata tadjam, "Dasar djiwa budak !" Srikandi langsung mendjawab: "Dari pada djadi budaknja Indomilk ......." Salah satu tulisan terachir djuga chas Srikandi meminta perhatian atas keselamatan djiwa Guntur, awas-awas tangan CIA, dan mengingatkan bahwa keluarga Bung Karno sudah tjukup banjak menderita. Sementara itu, atu seri tulisan tentang bagaimana "PSI" bergerak, sebenarnja diambil dari tulisan David Ransom dimadjalah Rampan almarhum -- seorang penulis jang menuduh teknokrat-teknokrat pembantu Presiden Suharto sebagai sematjam pionpion Amerika dan CIA, dan membantu merenbanakan "pembunuhan besar terhadap orang-orang komunis. Tak terlalu mengherankan djika beberapa waktu jang lalu, demikian di tjeritakan Nj.Sudjono, Srikandi dipanggil Brigdjen Harsono dan "disuruh untuk tidak kekiri-kirian". Tapi pentjabutan surat izin tjetak jang sekarang bukanlah karena soal kiri atau kanan -- menurut alasan resmi. "Djangan sampai timbul kesan peristiwa Srikandi ini pembreidelan", kata Wakjl KaFendam V Djaya Kapt. Hendro Muljono kepada TEMPO, "sebab kami tak mempertimbangkan masalah isi dalam mengambil keputusan. Ini tjuma administratif". Lalu ditjerita karjalah riwajat hidup Srikandi. Mula-mula ia diterbitkan Jajasan Sabarati milik isteri-isteri para pegawai Departemen Perhubungan Laut. Tahun 1968 Jajasan itu bubar, dan penerbitan Srikandi diserahkan Jajasan Banonawati jang berumur setahun. Dan Srikandi jang hidup terus, menurut Kapt. Hendro, sedjak itu tanpa badan hukum jang menerbitkannja. "Dan sedjak itu kami telah memberi peringatan, untuk mengurus SIT & Sl Tjetak baru atas nama Jajasan Srikandi jang menggantikan Jajasan Barunawati. Tapi sudah setahun kami tunggu. Dan kami tak akan membiarkan terus suatu tindakan jang tidak berlandaskan hukum". Lalu katanja: "Kalau dia bisa segera dapat SIT baru, surat izin tjetak akan kami keluarkan untuknja" Mengaso. Mungkinkan Srikandi akan dapat SIT baru? Mengapa tidak. Tapi dalam suasana dimana banjak hal-hal ditunda setelah Pemilu, nasib Srikandi djuga rupanja perlu menunggu sampai saat itu. Koran minggu ini nampaknja sangat populer (menurut Nj.Sudjono oplah terachir 182.000, entah benar atau tidak) -- paling sedikit dikalangan PNI, sebagai bukan organ resmi partai itu, Srikandi lebih bebas dari Suluh Marhaen dan nampaknja lebih erat dengan sedjumlah besar pengikut Bung Karno jang dewasa ini sedang amat marah pada Golkar. Dan Nj.Sudjono nampaknja mafhum. "Srikandi mungkin harus mengaso dulu sampai achir Pemilu", katanja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus