Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Batam - Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau Taba Iskandar dipanggil Polda Kepri dalam kaitan izin lahan di Pulau Rempang, Rabu siang 13 September 2023. Ia diklarifikasi perihal status kepemilikan lahan kebunnya yang ada di Pulau Rempang.
Taba memenuhi panggilan polda pada pukul 10.00 wib siang ini. Setelah diperiksa sekitar satu jam. Taba keluar dengan membawa dua pucuk surat. Ia menyampaikan hasil pemanggilan tersebut kepada awak media.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Saya dipanggil dalam rangka penyelidikan status lahan di Rempang, Sebenarnya saya ada rapat, tetapi bagi saya ini penting," kata Taba. Hal itu penting, kata Taba karena ini kasus berkaitan dengan status lahan di Rempang yang harus diperhatikan pemerintah.
Taba menjelaskan, ia ditanyai polisi terkait status kepemilikan lahan kebunnya yang ada di Pulau Rempang. Ia kemudian menceritakan kronologis lahan itu. "Supaya terang dan jelas masalahnya, saya datang. Saya jelaskan, saya mengarap lahan punya negara, saya diminta untuk mengembalikan, saya kembalikan dengan sukarela," kata Taba.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Namun, dalam surat pernyataan pengembalian lahan redaksinya tertulis lahan Taba Iskandar seluas 1,8 hektar di Pulau Rempang itu dikembalikan sukarela ke Hak Pengunaan Lahan (HPL) BP Batam. "Pada awalnya redaksi surat ini, lahan saya diserhkan ke HPL Batam, makanya saya keberatan, karena saya serahkan ke negara (bukan BP Batam), setelah dicek rupanya lahan saya HPK bukan HPL," kata Taba.
Dalam situasi itu kata Taba. Pemerintah harus memahami masalah status lahan di Rempang, yaitu pemerintah harus membedakan orang yang mengarap lahan dengan orang kampung tempatan yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka di Rempang. "Jadi, pengarap liar jangan digabung dengan lahan penduduk warga asli sana, cara pandangnya harus berbeda," kata Taba.
Kalau pengarap lahan seperti yang dimiliki Taba, dia sangat mendukung diambil alih negara. "Negara ya, bukan BP Batam, karena belum tentu semuanya punya HPL BP Batam," kata Taba.
Menurut Taba, warga penduduk asli rempang harus diperhatikan dengan adil. Jangan dianggap mereka tidak punya sertifikat. Mereka itu sudah ada sejak negara ini belum merdeka sudah turun temurun di Rempang.
"Warga Rempang itu harus diberikan keadilan," katanya.
YOGI EKA SAHPUTRA