Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Upaya PPP Mencari Suara Hilang

PPP menduga suara partainya hilang di 18 provinsi. Total suara hilang itu cukup untuk menjadikan partai Ka’bah lolos ke Senayan.

26 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADE Irfan Pulungan masih mengingat ketika kader Partai Persatuan Pembangunan di Sumatera Utara menyampaikan perolehan suara partainya dalam Pemilu 2024 di sana berkurang. Ketua Mahkamah PPP itu terkejut menerima laporan tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Irfan menerima laporan itu karena ia terdaftar sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat di daerah pemilihan Sumatera Utara 1. Di dapil ini, PPP memperoleh 43.991 suara dari total 2.804.813 pemilih yang menggunakan hak pilihnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hasil rekapitulasi suara di Sumatera Utara 1 memenangkan PDI Perjuangan, disusul Partai Golkar dan Partai Gerindra. Ketiga partai itu masing-masing meraih dua kursi DPR dari total 10 jatah kursi di dapil ini. Empat kursi lainnya didapat Partai Keadilan Sejahtera, Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Demokrat.

Irfan mengatakan suara PPP yang hilang tidak hanya terjadi di Sumatera Utara 1. Kondisi serupa terjadi di 18 provinsi lainnya. Partainya kehilangan suara yang signifikan di provinsi-provinsi tersebut.

“Kami menduga ada di sejumlah dapil di beberapa provinsi, tempat yang suaranya signifikan, hilang dari penghitungan di tingkat TPS,” katanya, Senin, 25 Maret 2024.

Irfan mengklaim akumulasi suara PPP yang hilang di 18 provinsi tersebut cukup signifikan. Mereka menduga suara partai berlambang Ka’bah ini raib saat rekapitulasi berjenjang, dari tingkat kecamatan hingga kabupaten atau kota dan provinsi.

“Kalau kami menghitung dan mengakumulasikan semua, seperti yang dikatakan teman-teman internal, suara PPP sudah melebihi ambang batas parlemen 4 persen,” ujarnya. 

Menurut Irfan, seharusnya akumulasi suara PPP bertambah ketika proses rekapitulasi berada di tingkat kecamatan hingga kabupaten/kota ataupun provinsi. Tapi mereka mendapati jumlah suara partainya justru berkurang. 

Namun, kata Irfan, partainya belum dapat memastikan apakah suara partainya diambil secara sistematis dan masif. “Apakah ini disengaja dilakukan kecurangan ke PPP atau tidak, itulah yang kami mau buktikan di Mahkamah Konstitusi,” tuturnya. 

Ia menjelaskan, internal partainya sudah mencocokkan suara hilang itu dengan formulir model C-hasil—hasil penghitungan suara di tingkat tempat pemungutan suara. Berdasarkan hasil pencocokan tersebut, total suara PPP sesuai dengan formulir C-hasil yang dikumpulkan sesungguhnya melebihi ambang batas parlemen dari suara sah nasional. Atau, suara PPP yang hilang berada di kisaran 250 ribu.

Saksi mengikuti rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat nasional Pemilu 2024 di gedung KPU, Menteng, Jakarta, 20 Maret 2024. TEMPO/Febri Angga Palguna

PPP mendaftarkan permohonan perkara perselisihan hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi, Sabtu lalu. Sesuai dengan situs web MK, PPP mendaftarkan 23 permohonan perkara PHPU yang tersebar di sejumlah provinsi. Di antaranya Aceh, Papua Tengah, Jawa Timur, Maluku, Riau, Jawa Tengah, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Papua Pegunungan, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Jambi, Gorontalo, dan DKI Jakarta. 

Pendaftaran ini dilakukan dua hari setelah Komisi Pemilihan Umum menetapkan hasil Pemilu 2024. Sesuai dengan penetapan KPU tersebut, PPP memperoleh suara nasional sebanyak 5.879.777 atau setara dengan 3,87 persen. Partai ini membutuhkan tambahan sekitar 250 ribu suara agar memenuhi ambang batas parlemen.

Ketua DPP PPP Achmad Baidowi mengatakan data internal partainya menunjukkan bahwa perolehan suara PPP melewati ambang batas parlemen. Ia menyebutkan suara PPP yang raib di setiap dapil tidak terlalu banyak. Tapi ketika angkanya ditotal akan mencapai 250 ribu suara. Jumlah itu, kata dia, sudah cukup untuk mengantarkan partainya lolos ke parlemen. 

Menurut Awiek—begitu Achmad Baidowi disapa—suara PPP paling banyak hilang di dapil Papua Pegunungan. Di dapil ini, perolehan suara PPP hanya 200 lebih. Padahal, sesuai dengan formulir C1-hasil yang dipegang calon legislator PPP di sana, partainya meraih 5.000 suara. 

"Tadi ada calegnya sendiri yang datang. Dia membawa C1, yang totalnya lebih dari 5.000 suara,” katanya.

Plt Ketua Umum DPP PPP Muhamad Mardiono menyampaikan keputusan Rapat Pimpinan Nasional PPP di Sleman, DI Yogyakarta, 26 April 2023. ANTARA/Hendra Nurdiyansyah

Peneliti senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, mengatakan sulit bagi PPP mendapatkan ratusan ribu suara hilang melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Menurut Usep, PPP paling tidak harus mengumpulkan sekitar 250 ribu suara untuk memenuhi ambang batas parlemen. 

Usep mengungkapkan, mencari suara partai politik yang hilang akan lebih sulit dibanding suara antarcaleg. Sebab, suara antarcaleg dalam satu partai akan lebih mudah dimanipulasi dan sulit diawasi. Hal itu berbanding terbalik dengan penghitungan suara partai. 

“Tapi kalau partai itu kemungkinannya kecil lolos dari pengawasan,” kata Usep.

Menurut Usep, strategi PPP untuk merebut kembali suaranya yang raib melalui PHPU bisa saja membuahkan hasil. Tapi PPP harus bisa membuktikan adanya kecurangan atau pergeseran suara yang masif di 18 provinsi tersebut. 

Ia mengatakan Pemilu 2024 ini menjadi pengalaman pahit bagi PPP. Sebab, mereka gagal melenggang ke Senayan untuk pertama kalinya. 

Usep membeberkan sejumlah faktor penyebab PPP gagal ke Senayan. Salah satunya karena ambang batas parlemen yang dinaikkan menjadi 4 persen. Di samping itu, PPP ditengarai gagal mentransformasi diri setelah reformasi 1998. Sebagai partai lama, PPP hanya mengambil suara di kalangan pemilih tua dan gagal mengambil suara pemilih muda. 

Usep mengatakan PPP gagal mengambil pemilih muda ketika struktur demografi penduduk sudah berubah. Padahal saat ini hampir 60 persen pemilih adalah pemilih muda. Di sisi lain, PPP gagal menarik basis suara pemilih berdasarkan ideologi Islam karena ceruknya terlalu umum.

“Sementara ada partai-partai yang punya ceruk dan menggerogoti PPP itu secara ideologi lebih dekat,” ujarnya.  

Usep mencontohkan tiga partai Islam, yaitu PKB, PAN, dan PKS, yang masing-masing memiliki basis massa berbeda. Sedangkan PPP hanya mengambil ideologi keislaman dengan kecenderungan umum yang membuat pemilih tidak punya kedekatan lebih dalam. “Sehingga PPP menjadi alternatif kedua bagi pemilih umat Islam, bukan pilihan pertama."

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Andi Adam Faturrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus