Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Masih ada keluarga yang menganggap aib jika ada anggota keluarganya yang mengalami keterbatasan. Akibatnya, keluarga itu cenderung tertutup dan sulit membuka diri terhadap informasi. Jika dibiarkan, kondisi ini tak hanya berakibat buruk kepada penyandang disabilitas itu sendiri melainkan juga anggota keluarga lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca juga:
Penyandang Disabilitas Indonesia Pertama di Komite HAM PBB
Pentingnya Pelatihan Tanggap Disabilitas Bagi Pelayanan Pelanggan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Seorang pengurus Keluarga Difabel Bintang Mandiri, Fransisca Kristinawati mengatakan salah satu faktor utama yang membuat keluarga dengan anggota disabilitas menutup diri adalah pola pikir yang kolot. "Tidak sedikit keluarga yang sengaja menyembunyikan penyandang disabilitas karena masih beranggapan kondisi yang mereka alami itu aib," kata Fransisca di acara donor darah yang dilakukan penyandang disabilitas di pendopo kantor Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Selasa 28 Agustus 2018.
Metode yang bisa dilakukan agar keluarga membuka diri akan kondisi mereka adalah dengan terus melakukan pendekatan. Lambat laun dalam kurun dua tahun, menurut Fransiska, satu per satu keluarga membolehkan anggota keluarga mereka yang berkebutuhan khusus untuk bergabung dengan komunitas difabel, seperti Keluarga Difabel Bintang Mandiri ini.
Selain menyediakan ruang untuk berinteraksi bagi sesama penyandang disabilitas, Keluarga Difabel Bintang Mandiri juga menjadi 'sekolah' bagi difabel untuk berlatih hidup mandiri. "Kami bekerja sama dengan Dinas Sosial dan berbagai pihak untuk mengadakan pelatihan, kursus keterampilan, dan lain-lain," ucap dia. "Kami juga rutin mengundang terapis untuk penyandang tunawicara, celebral palsy, dan down syndrome setiap dua pekan sekali."
Para pengurus dan anggota Keluarga Difabel Bintang Mandiri dan PPRBM Solo berfoto bersama seusai kegiatan donor darah di pendopo kantor Kecamatan Sawit, Kab.Boyolali. TEMPO | Dinda Leo Listy (Boyolali)
Hingga kini, Fransisca menambahkan, anggota yang terbilang aktif dalam komunitas Keluaga Difabel Bintang Mandiri sekitar 50 orang. Padahal hasil pendataan penyandang disabilitas mencapai angka 200-an orang di satu lingkup kecamatan, dan terdiri dari tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunadaksa, celebral palsy atau gangguan gerakan otot atau postur akibat cedera atau perkembangan abnormal pada otak, dan down syndrome atau kelainan genetik yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental.
Seorang pengurus Pusat Pengembangan dan Rehabiltasi Bersumberdaya Masyarakat atau PPRBM Solo, Agatha Febriany mengatakan masyarakat harus menghapus berbagai stigma negatif kepada para penyandang disabilitas. "Sebagai manusia, kami memiliki hak hidup yang sama dan juga wajib memberikan manfaat bagi sesama," kata penyandang disabilitas netra akibat glaukoma ini.