Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) mengumpulkan lebih dari 300 arsip Presiden Pertama RI, Sukarno. Beberapa di antaranya adalah surat cinta Bung Karno kepada istrinya, Ratna Sari Dewi, di Tokyo, Jepang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Surat-surat ini mengungkap fakta baru terkait peristiwa G30S/PKI. Bung Karno menyatakan dalam surat tersebut bahwa ia tidak mengetahui sama sekali tentang peristiwa tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“(Arsip) sudah di Indonesia tapi aslinya masih di sana (Jepang). Nanti pelan-pelan kami akan bawa juga aslinya,” kata Kepala ANRI, Imam Gunarto di sela Agenda Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) di Denpasar, Bali, Jumat, 17 November 2023.
Dilansir dari Antara, Imam Gunarto menyatakan bahwa surat-surat ini sedang disusun untuk dipublikasikan setelah selama ini disimpan dengan rapi oleh Ratna Sari Dewi. Menpan RB Abdullah Azwar Anas mengungkapkan bahwa surat tersebut tertanggal 1-10 Oktober 1965.
Mengenal Ratna Sari Dewi Sukarno
Ratna Sari Dewi yang memiliki nama asli Naoko Nemoto adalah istri kelima dari Presiden Pertama Indonesia, Ir Sukarno. Ia lahir pada 6 Februari 1940, di Tokyo, Jepang.
Lahir dari keluarga sederhana, Naoko harus bekerja sebagai pramuniaga di perusahaan asuransi jiwa Chiyoda sampai ia lulus sekolah lanjutan pertama pada 1955.
Setahun kemudian, ia mengundurkan diri dan menekuni profesi geisha di Akasaka's Copacabana yang megah, salah satu kelab malam favorit yang sering dikunjungi para tamu asing. Kecantikannya menarik perhatian Bung Karno saat ia mengunjungi Akasaka's Copacabana pada 16 Juni 1959.
Dilansir dari Perpusnas, selepas itu, Bung Karno dua kali bertemu dengan Naoko di hotel Imperial, tempat ia menginap. Meski demikian, ada versi lain yang menyatakan bahwa pertemuan mereka sudah terjadi setahun sebelumnya, tetapi masih di tempat yang sama.
Setelah dua pekan di Tokyo, Sukarno kembali ke Jakarta. Agar tetap berhubungan dengan Naoko, ia lalu menulis banyak surat untuk wanita Jepang tersebut. Tak lama kemudian, Naoko berkunjung ke Indonesia atas undangan dari Bapak Proklamasi itu.
Naoko menerima lamaran dari Bung Karno dan mengganti namanya menjadi Ratna Sari Dewi. Terdapat dua versi mengenai tanggal pernikahan, satu menyebut pada 3 Maret 1962, bersamaan dengan peresmian penggunaan nama baru Ratna Sari Dewi, dan sumber lain menyebut pada Mei 1964.
Setelah menikah dengan Sukarno, Ratna Sari Dewi kemudian dikenal sebagai Dewi Sukarno. Lima tahun setelah Sukarno digulingkan, Dewi Sukarno menjadi janda pada usia 30 tahun.
Meskipun sempat menjadi istri presiden, Dewi Sukarno mengaku bahwa membawa nama besar Sukarno juga menjadi beban besar baginya. Dalam sebuah wawancara dengan New York Times pada 1998, ia mengungkapkan bahwa membawa nama Sukarno adalah lebih banyak kerugian daripada keuntungan.