Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Generasi Z yang Ogah Divaksin

Dua hasil survei menyebutkan anak-anak muda enggan divaksin dan meragukan kemanjuran vaksin Covid-19.

22 Februari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Survei menyebutkan anak-anak milenial dan generasi Z enggan divaksin.

  • Anak-anak muda malah lebih percaya bahwa virus corona lebih rentan menyerang orang tua.

  • Pemerintah pusat dan daerah berupaya meningkatkan sosialisasi pentingnya vaksinasi.

JAKARTA – Generasi Z dan milenial disebut-sebut memiliki kecenderungan menolak vaksinasi Covid-19. Hal ini terungkap dari survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pada periode 1-3 Februari 2021 berjudul “Siapa Enggan Divaksin? Tantangan dan Problem Vaksinasi Covid-19 di Indonesia”.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, mengatakan kesediaan mereka yang berusia 22-25 tahun ini untuk divaksin lebih rendah dibanding masyarakat yang berusia lebih tua. “Hanya 45,1 persen responden yang berada di rentang usia ini dan bersedia divaksin,” ujar dia saat keterangan pers secara daring, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Generasi Z merupakan generasi yang lebih muda dari generasi milenial, yakni mereka yang lahir pada 1995-2010. Adapun kelompok milenial adalah generasi yang lahir pada 1980-1994. Survei ini dilakukan terhadap 1.200 responden yang dipilih secara acak. Survei tatap muka langsung dilakukan Indikator Politik Indonesia pada rentang waktu Maret 2018-Maret 2020. Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan atau margin of error sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Burhanuddin menuturkan seharusnya anak-anak muda, terutama di perkotaan, sudah memiliki informasi yang lengkap ihwal Covid-19 dan vaksinasi. Namun, di level usia ini, mereka malah tidak khawatir akan bahaya Covid-19. Sebab, mereka menerima informasi bahwa virus ini lebih rentan menyerang masyarakat berusia lanjut. “Karena itu, anak-anak muda kemudian mengabaikan isu ini,” kata dia.

Tenaga kesehatan mengantre untuk divaksin di Istora Senayan, Jakarta, 4 Februari 2021. TEMPO/Muhammad Hidayat

Dari survei ini terlihat alasan bahwa mereka yang berusia 22-25 tahun ini enggan divaksin. Sebanyak 59,9 persen menilai vaksin belum aman atau berefek samping, meski belum ditemukan. Sebanyak 34,1 persen menilai vaksin tidak efektif. Lalu, 33,9 persen merasa tidak membutuhkan vaksin. Sedangkan 23,8 persen tidak mau membayar untuk vaksinasi.

Berdasarkan survei, secara umum, sebanyak 15,8 persen responden sangat bersedia divaksin. Lalu, 39,1 persen mengaku cukup bersedia divaksin. Sebanyak 32,1 persen masyarakat mengaku kurang bersedia divaksin dan 8,9 persen sangat tidak bersedia divaksin. Adapun 81,9 persen warga menyatakan setuju bakal menerima vaksin jika telah dinyatakan halal.

Selain kategori umur, survei menyoroti etnis. Hasil survei menunjukkan tingkat kesediaan etnis non-Jawa untuk divaksin lebih rendah dari etnis Jawa. Sebanyak 53,5 persen etnis non-Jawa bersedia divaksin, sedangkan etnis Jawa sebesar 56,8 persen. Secara agama, pemeluk agama non-Islam lebih bersedia divaksin dengan angka 71,6 persen dibanding pemeluk agama Islam dengan angka 52,6 persen.

Tidak hanya survei Indikator. Survei dari lembaga Centre for Strategic and International Studies (CSIS) berjudul “Antara Keselamatan Pribadi vs Tanggung Jawab Sosial” menemukan bahwa anak muda tidak percaya akan kemanjuran vaksin. CSIS menggelar survei di DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada 13-18 Januari 2021.

Peneliti dari CSIS, Noory Okthariza, mengatakan anak-anak muda berusia 17-22 tahun atau yang disebut generasi Z cenderung kurang percaya atau malah tidak percaya akan kemanjuran vaksin. Jumlah generasi Z di Jakarta, kata dia, mencapai 63,6 persen. Adapun di Yogyakarta mencapai 55,6 persen.

Survei CSIS dilakukan terhadap 800 responden yang dipilih secara acak. Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka menggunakan kuesioner. Margin of error di level agregat dua provinsi sebesar 3,46 persen, dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meninjau Simulasi Vaksinasi Covid-19 di Puskesmas Tapos, Depok, Jawa Barat, 22 Oktober 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis

Menanggapi survei Indikator, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan akan terus melakukan komunikasi publik yang spesifik menyasar target tertentu. Berbekal survei ini, ia akan menyusun strategi berbeda untuk menyasar kalangan anak muda yang masih enggan divaksin. Selama ini, kata Ridwan, timnya menggunakan cara-cara komunikasi publik yang umum (general). “Akan dicari cara dan strategi,” kata dia dalam konferensi pers daring, kemarin.

Dokter spesialis paru, Erlina Burhan, menduga keengganan anak muda tersebut lantaran merasa tubuhnya sehat dan baik-baik saja sehingga percaya tidak terpapar Covid-19. Padahal, kata dia, bisa saja mereka yang terjangkit corona masuk kategori orang tanpa gejala. “Kalau ada gejala, mereka biasanya gejala ringan,” kata dia, kemarin.

Juru bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan lembaganya akan terus menggelar sosialisasi untuk meyakinkan masyarakat agar mau divaksin. “Sosialisasi terus-menerus, termasuk adanya influencer, tokoh agama, maupun tokoh masyarakat,” kata dia kepada Tempo, kemarin.

DIKO OKTARA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus