Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pendeta Leonard Limato, salah satu pendiri Gereja Bethany Indonesia, ternyata tinggal di kantor Bank Mandiri Syariah. Paling tidak, itulah bangunan yang alamatnya sesuai dengan berkas gugatan perkaranya di Pengadilan Negeri Surabaya, yaitu kompleks Pondok Indah Blok A/24 Surabaya. Pengacaranya, Zainuddin, juga menyatakan tempat tinggal itulah yang tercatat di kartu tanda penduduk kliennya. "Kalau Blok A Nomor 24, ya, Bank Mandiri Syariah itu," kata pemilik toko kelontong yang berlokasi di samping bank kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Ketika Zainuddin dimintai konfirmasi bahwa rumah di kompleks Pondok Indah itu berupa kantor bank, dia berubah menyebut kliennya tinggal di kawasan Manyar, Surabaya Timur. Namun Zainuddin mengaku tak tahu alamat persisnya. Ia juga tidak menyimpan nomor telepon kliennya. "Pak Leonard sedang di Singapura bersama anak-istrinya. Berangkat tadi malam," kata Zainuddin kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Mungkin soal "misteri" alamat dianggap tak janggal oleh pengacaranya. Yang pasti, ia baru saja memenangi gugatan yang didaftarkan pada 21 Maret 2013 di Pengadilan Negeri Surabaya. Bersama sejawatnya, Pendeta Gunawan Sutjiutomo, Leonard menggugat Pendeta Abraham Alex (pendiri Gereja Bethany), Asti Tanuseputra (anak Abraham), dan Pohan Effendi Harliman. Senin pekan lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya mengabulkan sebagian gugatan Leonard.
Majelis hakim yang diketuai Bambang Koestopo memutuskan tergugat Abraham Alex terbukti melawan hukum dan merugikan penggugat karena menerbitkan akta perubahan. "Tergugat dihukum membayar ganti rugi Rp 1.000," kata Bambang.
Dengan putusan ini, hakim menyatakan akta perubahan tertanggal 24 ÂOktober 2007 tidak sah dan batal demi hukum. Sebaliknya, akta pendirian Gereja Bethany Indonesia yang dibuat pada 11 Desember 2003 dinyatakan sah dan berkekuatan hukum mengikat. Putusan lain, Âmajelis Âhakim tidak mengabulkan gugatan ÂLeonard agar Abraham menggelar ulang laporan pertanggungjawaban selama masa pelayanan 18 September 2003-17 September 2007.
Putusan pengadilan ini merupakan jawaban atas perseteruan Leonard-Abraham. Awalnya tergugat adalah sejawat penggugat ketika bersama-sama mendirikan dan memimpin Gereja Bethany Indonesia. Gereja didirikan pada 2002 dengan akta nomor 2, yang dibuat di hadapan notaris Winarko di Surabaya.
Sebenarnya Leonard dan Gunawan adalah dua orang yang termasuk menandatangani akta perubahan 24 Oktober 2007 tersebut. Dalam berkas gugatan, kesediaan keduanya menandatangani akta perubahan disebabkan oleh keterbatasan pengetahuannya di bidang hukum. Padahal terbitnya akta perubahan itu, menurut penggugat, menimbulkan kekuasaan luar biasa besar bagi Abraham. Leo dan Gunawan merasa diperdaya Abraham dan kawan-kawan sehingga tak perlu lagi menggelar sidang raya sinode.
Selain tentang perubahan akta, Leonard memang memperkarakan Abraham karena tak pernah membuka pertanggungjawaban hingga berakhirnya masa pelayanan pada 18 September 2007. Tindakan itu dinilai melanggar anggaran dasar dan tata tertib Bethany. Pasal 24 dan pasal 33 tata tertib itu menetapkan yang berhak menyelenggarakan sidang raya adalah Ketua Umum Majelis Pekerja Sinode. Sedangkan sejak 19 September 2007 kepemimpinan Abraham berakhir. Walhasil, sidang raya sinode yang diselenggarakan Abraham setelah 19 September 2007 dianggap Leonard tidak sah.
Zainuddin menambahkan, gugatan ini muncul ketika kliennya merasa dirugikan, meski sidang raya sinode telah berlalu lima tahun lalu. Ia mengakui kliennya tidak segera sadar bahwa dirinya sedang dirugikan ketika itu. Meski tak semua gugatan dikabulkan, Zainuddin menerima puÂtusan pengadilan. Bagi pihaknya, yang penting akta perubahan dibatalkan dan kembali ke akta sebelumnya.
Adapun Sumarso, penasihat hukum Abraham, menyatakan akan mengajukan permohonan banding atas putusan ini. "Kami tidak pusing soal akta pendirian gereja," ujarnya. Menurut dia, jika Leonard dicantumkan sebagai salah seorang pendiri gereja, itu merupakan hal yang lumrah. Sebab, ketika itu Leonard adalah sekretaris Alex. Akta perubahan anggaran dasar/anggaran rumah tangga, kata Sumarso, telah disepakati sidang raya sinode pada Februari 2008. Di sisi lain, gugatan Leonard dianggap tidak punya kekuatan lantaran telah dipecat. Perseteruan Leonard-Abraham tampaknya belum bakal berakhir.
Gereja Bethany Indonesia berdiri di lahan delapan hektare di Nginden Intan Timur, Surabaya, dengan kapasitas sekitar 30 ribu anggota jemaat. Selain gereja, di tempat itu ada kantor pusat pengurus sinode, kantor media internal, ruang pelatihan, kamar penginapan, danklinik dengan 15 unit fasilitas cuci darah.
Pada awal-awal pendirian Bethany, kerja sama membangun umat berjalan mulus. Anggota jemaat bertambah banyak seiring dengan kepercayaan mereka terhadap gereja. Cabang baru gereja beraliran Pantekosta itu pun dibuka di berbagai tempat. Juru bicara Gereja Bethany, Reno Helsamer, mengatakan Bethany, yang berpusat di Surabaya, kini memiliki lebih dari 200 ribu anggota jemaat di seluruh Indonesia.
Pada masa pelayanan pertama yang bertugas pada 2003-2007, Majelis Pekerja Sinode Gereja Bethany mencatat Leonard sebagai sekretaris dengan Abraham sebagai ketua umum. Penasihat hukum Alex, Sumarso, menceritakan hubungan manis kliennya dengan Leonard berakhir ketika menghadiri pemberian gelar di Sekolah Tinggi Teologi Bisanry di Makassar pada 2012.
Badan Akreditasi Nasional (BAN) Perguruan Tinggi, menurut Sumarso, menegur Bisanry secara terbuka dalam forum itu. Mereka mempertanyakan Bisanry yang memberikan gelar sarjana kepada mahasiswa hanya setelah satu tahun kuliah. Kuliahnya pun tidak tiap hari. Paling seminggu dua kali.
Bethany merasa kecolongan dengan pendirian sekolah tinggi itu dan merasa ternoda oleh teguran BAN. Majelis Pekerja Sinode, yang telah berganti personel dan diketuai David Aswin Tanuseputra, anak Alex, memanggil Leonard untuk dimintai penjelasan mengenai Bisanry. Majelis pekerja merasa tidak pernah diberi tahu soal pendirian sekolah tersebut. Beberapa undangan, masih menurut Sumarso, tidak pernah digubris Leonard. Merasa diabaikan, akhirnya Majelis Pekerja memecat Leonard sebagai pendeta Bethany pada Agustus 2012.
Saat dimintai konfirmasi, Leonard membantah soal "dosa" yang dituduhkan kubu Abraham. Melalui surat elektronik yang dikirim pada Rabu malam pekan lalu, ia mengaku tidak pernah mendirikan Bisanry.
Endri Kurniawati, Agita S. Listyanti, Kukuh S. Wibowo
Perkara yang Beranak-Pinak
Putusan Pengadilan Negeri Surabaya terhadap kasus gugatan Leonard Limbato terhadap Abraham Alex merupakan satu bagian dari perseteruan besar kedua pendiri Gereja Bethany Indonesia itu. Menurut Kepala Sub-Direktorat Penerangan Masyarakat Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Suhartoyo, ada tujuh kasus yang melibatkan kedua tokoh. Namun penyidikannya kini dihentikan oleh polisi.
Tujuh kasus pidana yang masuk ke kepolisian terdiri atas empat kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh kedua pihak mulai 19 Februari hingga 19 Maret 2013. Sedangkan tiga lainnya tentang pemalsuan surat dan memberikan keterangan palsu, yang dilaporkan sejak 4 Maret hingga 7 Mei 2013.
Menurut Suhartoyo, Leonard dan pengacaranya, George Handiwiyanto, melaporkan Abraham Alex dan David Aswin Tanuseputra, anak Abraham, atas tuduhan penggelapan uang jemaat Bethany Rp 4,7 triliun. Sedangkan Abraham melaporkan ÂLeonard dan George dengan dugaan pemalsuan surat dan memberikan keterangan palsu.
Kasus itu meluas setelah Pendeta Alexander Yunus Irwanto melaporkan Pendeta Yusak Hadisiswantoro, yang pernah menjadi Ketua Bidang Theologia dan Pengajaran pada Majelis Pekerja Sinode I. Yusak diduga memalsukan dokumen dan memberikan keterangan palsu untuk mengalihkan aset-aset Gereja Jemaat Bethany Malang, di Jalan Tenaga Baru, Malang, menjadi aset pribadi.
Sejatinya semua laporan itu sudah diperiksa Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur. Tapi, kata Suhartoyo, pada 2 Juli lalu, tujuh orang datang mencabut laporan. Alasannya, kasus itu akan diselesaikan secara kekeluargaan. Pertimbangan lain, tanah dan aset yang dimiliki Bethany merupakan hasil hibah.
Agita L. Sulistyanti , Kukuh S. Wibowo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo