Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Terbakar Api Rasisme

Kerusuhan melanda sejumlah kota di Papua. Dipicu makian rasial terhadap kelompok mahasiswa di Malang dan Surabaya.

24 Agustus 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELUM lagi Mikael Jeksen Siafu dan rombongannya memulai unjuk rasa di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang, Jawa Timur, sekelompok anggota organisasi kemasyarakatan menghampiri dan menghujani mereka dengan batu. Jeksen bersama puluhan kawannya, anggota Front Rakyat Indonesia untuk West Papua, langsung kocar-kacir. Sambil terus menjauh, sesekali mereka membalas sekenanya.

Jeksen terlambat menghindar. Se-orang penyerang menghantamnya dengan helm. Mahasiswa asal Halmahera Timur, Maluku Utara, itu menangkis hingga jempolnya berdarah. “Ada teman asal Papua yang matanya terkena semprotan cairan cabai,” ujar Jeksen pada Kamis, 22 Agustus lalu, menceritakan kejadian sepekan -sebelumnya.

Hari itu, 15 Agustus 2019, Jeksen bersama puluhan anggota Front, yang sebagian besar mahasiswa asal Indonesia timur yang kuliah di Malang, hendak memperingati 57 tahun Perjanjian New York, pakta penyerahan Papua bagian barat dari Belanda ke Indonesia yang diteken pada 15 Agustus 1962. Acara akan dipusatkan di depan DPRD. Tapi mikrolet carteran anggota Front tak bisa mendekat ke kantor DPRD karena polisi sudah berjaga menjelang titik kumpul.

Mobil akhirnya berhenti di simpang Jalan Semeru, sekitar 700 meter di sisi barat kantor DPRD. Begitu turun dari mikrolet itulah mereka diserang. Menurut Jeksen, penyerang berjumlah sekitar 50 orang dan menunggang sepeda motor. Setelah memarkir kendaraan tak jauh dari mikro-let anggota Front, para penyerang langsung mengeluarkan batu dan pecahan pa-ving block.


 

Sambil menyerang, gerombolan itu terus meneriakkan umpatan terhadap anggota Front. Misalnya, “Pulang ke Papua!” dan “Jangan buat rusuh di sini, ini bukan tanah kalian!”

 


 

Sambil menyerang, gerombolan itu terus meneriakkan umpatan terhadap anggota Front. Misalnya, “Pulang ke Papua!” dan “Jangan buat rusuh di sini, ini bukan tanah kalian!” Jeksen tak bisa menge-nali identitas persis para penyerang. Seingat dia, para pria yang menyerbu mereka terlihat berpostur kekar, berambut cepak, dan mengenakan pakaian serba hitam. Beberapa di antaranya terlihat pandai bela diri.

Serangan terjadi pula pada Aliansi Mahasiswa Papua Komite Malang yang juga hendak merapat ke kantor DPRD untuk memperingati Perjanjian New York. Juru bicara Aliansi, Wenne Huby, mengatakan mereka dicegat sekelompok anggota organisasi kemasyarakatan di depan kantor Bank Central Asia, sebelah utara simpang Jalan Semeru. Sebagaimana terhadap rombongan Jeksen, para penyerang menyambit mereka dengan batu. “Kami pun diejek dan disebut binatang,” ujar Wenne.

Ucapan rasis juga dilontarkan sekelompok orang yang mengepung asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Nomor 10, Surabaya, sehari kemudian. Pada 16 Agustus lalu, sejumlah anggota organisasi kemasyarakatan dan personel Tentara Nasional Indonesia mendatangi asrama Papua setelah tersiar kabar terjadi perusakan bendera Merah Putih di depan asrama.

Menurut Sugiarto, penjaga rumah di samping asrama mahasiswa, awalnya pegawai Kecamatan Tambaksari memasang bendera untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia di luar pagar asrama Papua pada Kamis siang, 15 Agustus lalu. Malamnya, Sugiarto melihat penghuni asrama malah memindahkan bendera itu ke depan rumah yang dia jaga, yang jaraknya sekitar 20 meter dari asrama. Sugiarto lalu mengembalikan tiang bendera ke samping asrama. “Pada Jumat pagi, ada petugas kecamatan datang dan menancapkan bendera kembali ke depan asrama,” kata pria 49 tahun itu.

Camat Tambaksari, Ridwan Mubarun, mendengar cerita dari Kusnadi, tukang parkir di dekat asrama, yang mengaku melihat bendera Merah Putih dirusak salah seorang penghuni asrama pada Jumat siang, 16 Agustus lalu. “Kusnadi langsung bercerita ke saya,” ujar Ridwan. Adapun Kusnadi, 42 tahun, langsung mudik ke Jember setelah kerusuhan di depan asrama me-letus.

Kabar perusakan bendera itu kemudian tersiar luas. Puluhan orang dari sejumlah organisasi kemasyarakatan menyerbu asrama mahasiswa tersebut. Di antara ke-rumunan orang, terlihat personel TNI berpakaian loreng hijau. Massa mendesak mahasiswa Papua keluar dari asrama, tapi mereka memilih bertahan.

Suasana asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, 17 Agustus 2019. ANTARA/Didik Suhartono

Karena para mahasiswa tak kunjung keluar, massa mulai menggedor-gedor pagar dan melontarkan cacian rasial. Sejumlah saksi membenarkan adanya hujatan kepada penghuni asrama dari massa yang mengepung. Sebagaimana rekaman -video pendek yang dilihat Tempo, umpatan “monyet” dan “ayo monyet keluar” terdengar ketika lima personel TNI, seorang anggota polisi pamong praja, dan seorang pria berkacamata berdebat dengan penghuni asrama.

Kepala Penerangan Komando Daerah Militer Brawijaya Letnan Kolonel Imam Haryadi mengatakan personel TNI yang terlihat bersama massa di asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, sedang berpatroli menjelang perayaan kemerdekaan. Ketika sampai di depan asrama, personel tersebut melihat kericuhan sekelompok orang dengan penghuni asrama. “Ada ketegangan dan emosi, apalagi kedua pihak sama-sama memprovokasi,” ujar Imam.

Ihwal dugaan anggotanya melontarkan umpatan rasis kepada mahasiswa Papua di dalam asrama, sebagaimana cuplikan vi-deo yang viral di media sosial, Imam mengaku masih mendalami peristiwa itu. Me-nge-nai peristiwa di Malang sehari sebelumnya, Imam mengatakan personel Kodam Brawijaya tak terkait dengan kejadian itu.

Panglima Kodam Brawijaya Mayor Jenderal Wisnu Prasetya Budi mengatakan institusinya sedang memeriksa enam personel TNI yang berada di depan asrama mahasiswa Papua di Surabaya. Sebagaimana terekam dalam video itu, mereka ditengarai mengucapkan umpatan rasial dalam kejadian tersebut. “Kami sudah melimpahkan kasus itu ke Polisi Militer untuk proses hukum selanjutnya,” ujar Wisnu.

Penyerangan di Malang dan pengepung-an di Surabaya yang disertai rasisme telanjur didengar warga Papua di daerahnya. Ratusan warga Manokwari menggelar unjuk rasa untuk memprotes dua kejadian itu. Aksi berakhir ricuh dan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Manokwari terbakar. Huru-hara kemudian merembet ke Jayapura, Timika, dan Fakfak.

RAYMUNDUS RIKANG, FIKRI ARIGI (JAKARTA), NURHADI (SURABAYA), EKO WIDIANTO (MALANG), HANS KAPISA (PAPUA)

 


 

• 14 Agustus 2019, Bandung

Polisi dan organisasi kemasyarakatan menggeruduk kampus Institut Seni Budaya Indonesia Bandung yang akan menyelenggarakan diskusi bertajuk “New York Agreement dan Situasi Nduga”.

 

•15 Agustus 2019, Malang

Sekelompok orang menyerang Aliansi Mahasiswa Papua Komite Malang dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua yang akan memperingati 57 tahun Perjanjian New York.

 

•16-17 Agustus 2019, Surabaya

Asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan dikepung aparat dan organisasi kemasyarakatan setelah tersiar isu perusakan bendera Merah Putih. Sebanyak 43 penghuni asrama sempat ditahan polisi.

 

•19 Agustus 2019, Manokwari dan Jayapura

Peserta demonstrasi membakar gedung DPRD Manokwari. Di Jayapura, masyarakat sempat memblokade jalan menuju Bandar Udara Sentani.

 

•21 Agustus 2019, Timika dan Fakfak
Massa melempari gedung DPRD Mimika dengan batu karena Ketua DPRD dan Bupati Mimika tak menemui peserta demonstrasi. Sedangkan di Fakfak, demonstran membakar Pasar Thumburuni.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai redaktur di Desk Nasional majalah Tempo. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus