Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Terbit Rencana Jadi Tersangka Kasus Kerangkeng Manusia

Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin dijerat pasal berlapis dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup. Keluarga Terbit lebih dulu menjadi tersangka.

6 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Terbit Rencana merupakan pihak yang bertanggung jawab atas keberadaan kerangkeng manusia di Langkat.

  • Penetapan tersangka Terbit Rencana sejalan dengan temuan Komnas HAM dan LPSK.

  • Terbit Rencana juga diduga pernah mencambuk penghuni kerangkeng manusia.

JAKARTA – Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Sumatera Utara menetapkan Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin, sebagai tersangka kasus perdagangan orang dan tewasnya penghuni kerangkeng manusia di Langkat. Penetapan tersangka ini diputuskan setelah penyidik memeriksa delapan tersangka lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kapolda Sumatera Utara, Inspektur Jenderal Panca Putra Simanjuntak, mengatakan, setelah penyidik mengumpulkan bukti dan fakta kasus kerangkeng manusia tersebut, Polda Sumatera Utara berkoordinasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Lalu tim penyidik melakukan gelar perkara. Hasil gelar perkara itu memutuskan Terbit ditetapkan sebagai tersangka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Panca mengatakan Terbit Rencana merupakan pihak yang bertanggung jawab atas keberadaan kerangkeng manusia tersebut. “Dia adalah pihak yang memiliki tempat dan bertanggung jawab terhadap tempat itu,” kata Panca saat konferensi pers di Markas Polda Sumatera Utara, Selasa, 5 April 2022. Dalam konferensi pers itu, Panca didampingi Wakil Kepala Polda Sumatera Utara, Brigadir Jenderal Dadang Hartanto.

Terbit dijerat dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 2 ayat 1 dan 2, Pasal 7 ayat 1, serta Pasal 10 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Pasal-pasal itu mengatur soal perdagangan orang dengan ancaman hukuman 3 tahun penjara hingga penjara seumur hidup.

Terbit juga dijerat sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seperti Pasal 333 ayat 1, 2, 3, dan 4; Pasal 170 ayat 1, 2, 3, dan 4; Pasal 351 ayat 1, 2, dan 3; serta Pasal 353 ayat 1, 2, dan 3; juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan ke-2. “Semua pasal itu diterapkan kepada TRP,” ujar Panca.

Sebelumnya, Polda Sumatera Utara menetapkan delapan tersangka kasus TPPO dan meninggalnya dua penghuni kerangkeng manusia akibat kekerasan. Delapan tersangka itu merupakan pengelola dan penjaga kerangkeng, serta putra sulung Terbit, Dewa Perangin Angin. Polisi belum menahan para tersangka tersebut, kecuali Terbit, yang kini mendekam di Rumah Tahanan Polisi Militer Kodam Jaya Guntur, Jakarta, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkannya sebagai tersangka kasus suap infrastruktur di Langkat.

Polisi memeriksa kerangkeng di kediaman pribadi Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin, di Langkat, Sumatera Utara, 26 Januari 2022. ANTARA/Oman

Penetapan tersangka Terbit Rencana Perangin Angin ini sejalan dengan temuan Komnas HAM ataupun LPSK. Investigasi kedua lembaga itu menemukan peran Terbit Rencana dalam praktik perbudakan manusia yang berkedok tempat rehabilitasi pecandu narkoba tersebut.

Peran Terbit bukan hanya sebagai pemilik kerangkeng manusia. LPSK menemukan bahwa Terbit Rencana juga ikut mencambuk beberapa penghuni kerangkeng. Sesuai dengan temuan LPSK, paling tidak ada empat penghuni kerangkeng manusia yang pernah dicambuk oleh Terbit. Keempatnya berinisial KHa, KJe, KSa, dan NN.

Adapun Komnas HAM mendapat informasi bahwa Terbit mengelola kerangkeng manusia tanpa izin itu sejak 2010. Hingga kasus tersebut terungkap pada awal tahun ini, tercatat 500 orang pernah mendekam dalam kerangkeng tersebut. Terbit Rencana berdalih bahwa sel berukuran 6 x 6 meter itu merupakan tempat rehabilitasi pecandu narkoba.

Komnas HAM juga memperoleh informasi bahwa, sampai saat ini, enam penghuni kerangkeng manusia meninggal diduga akibat penganiayaan. Komnas HAM menyebutkan 19 orang diduga terlibat dalam tindak kekerasan terhadap penghuni kerangkeng itu. Para pelaku itu adalah pengurus dan pengelola kerangkeng, organisasi masyarakat, keluarga Terbit Rencana, serta beberapa tentara dan polisi. 

Sebelumnya, komisioner Komnas HAM, M. Choirul Anam, meminta Polda Sumatera Utara mengusut kasus ini sampai ke pelaku yang menyuruh adanya perbudakan manusia dan penganiayaan, serta memfasilitasi keberadaan kerangkeng tersebut. “Pengaruh Terbit Rencana sebagai bupati juga memberikan peran dalam kasus ini,” kata Anam, 22 Maret lalu. 

Ia pun mendorong kepolisian menjerat para pelaku dengan pasal berlapis, bukan hanya tindak pidana perdagangan orang. Pasal-pasal itu seperti pasal penganiayaan dan kekerasan dalam KUHP. Tujuan penerapan pasal berlapis ini adalah memberikan ruang gerak yang luas kepada polisi untuk menjerat para pelaku dan terduga pelaku lainnya.

Juru bicara Terbit Rencana, Sangap Surbakti, mengaku belum bertemu dengan keluarga Terbit Rencana untuk membahas penetapan tersangka kasus kerangkeng manusia tersebut. “Kami dan keluarga (Terbit Rencana) belum ada pertemuan membahas ini,” kata Sangap, kemarin.

SAHAT SIMATUPANG (MEDAN) | EGI ADYATAMA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Egi Adyatama

Egi Adyatama

Wartawan Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus