Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tim Gabungan Kesulitan Mencari Bukti Penyerang Novel

Ada enam perkara yang berpotensi menjadi penyebab teror terhadap Novel.

18 Juli 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Tim gabungan Polri gagal mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, penyidik utama Komisi Pemberantasan Korupsi. Juru bicara tim gabungan, Nur Kholis, mengatakan, selama enam bulan bekerja, timnya tidak menemukan bukti yang kuat untuk menunjuk seseorang sebagai pelaku teror tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ini mengatakan tim gabungan sudah berupaya mengidentifikasi pelaku yang terekam dalam kamera pengintai di sekitar rumah Novel. Namun tim kesulitan mengenalinya karena suasana gelap dan terduga pelaku menggunakan helm. "Kami upayakan menggunakan teknologi tapi belum berhasil. Kami hargai keterangan saksi, tapi untuk menindaklanjutinya, kami butuh bukti lain," kata Nur Kholis saat menyampaikan temuan tim di Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tim gabungan yang dibentuk Januari lalu ini bertugas mengusut peristiwa teror terhadap Novel pada 11 April, dua tahun lalu. Saat itu, Novel pulang ke rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, seusai salat subuh. Di tengah jalan, dua orang yang berboncengan sepeda motor menyiramkan air keras ke wajah Novel. Insiden ini membuat mata Novel cacat permanen.

Setelah enam bulan bekerja, tim gabungan merekomendasikan kepada Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian untuk membentuk tim teknis. Menurut Nur Kholis, tim ini akan mendalami tiga orang yang diduga terlibat teror. Polisi pernah merilis sketsa wajah ketiga orang itu pada November 2017. Sketsa buatan tim polisi mirip dengan sketsa yang dimuat Koran Tempo empat bulan sebelumnya.

Tim gabungan memperoleh informasi dari saksi bahwa ketiga orang itu berada di sekitar rumah Novel beberapa hari menjelang penyerangan. Satu orang adalah pria yang mendatangi rumah Novel untuk menanyakan baju gamis pria, 5 April 2017. Dua orang lagi terlihat di sekitar rumah Novel satu hari sebelum teror.

Anggota tim gabungan, Hendardi mengatakan perlu campur tangan tim teknis kepolisian untuk mengungkap identitas ketiganya. Tim ini akan dipimpin Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Idham Azis. "Tim tidak memiliki kemampuan teknis untuk lebih jauh menyelidikinya," kata dia.

Untuk mengetahui pelaku teror itu, tim gabungan kembali memeriksa sejumlah orang yang diduga terlibat dan berada di sekitar rumah Novel, beberapa hari sebelum teror. Mereka di antaranya Hasan Hunusalela, Mukhlis Ohorella, dan Muhammad Ahmad Lestaluhu. Tapi, hasilnya, mereka dinyatakan tidak terbukti terlibat-sama seperti hasil penyelidikan polisi.

Tim gabungan mengatakan air keras yang digunakan pelaku tidak pekat dan tidak menyebabkan kematian, sesuai dengan hasil reka ulang kejadian dan uji zat kimia oleh Pusat Laboratorium Forensik Polri. Atas temuan itu, tim menyimpulkan bahwa pelaku teror itu tidak bermaksud membunuh, melainkan hanya membuat Novel menderita. "Karena air keras tidak pekat. Kalau pekat itu sudah bolong-bolong. Buktinya, baju gamis tidak rusak," kata Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal, kemarin.

Iqbal menduga penyerangan terhadap Novel dipicu oleh kasus yang ditanganinya di KPK. Ia mengatakan ada enam kasus kakap yang berpeluang menjadi penyebab penyerangan, yakni korupsi e-KTP; suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar; korupsi Lippo Group yang ikut menyeret nama mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi; korupsi Wisma Atlet Palembang; dan kasus dugaan penganiayaan pencuri sarang burung walet di Bengkulu, 2004-saat itu Novel bertugas di Polres Bengkulu. "Kami duga pelaku sudah disakiti hatinya, dipermalukan oleh Saudara Novel," ujar Iqbal.

Kuasa hukum Novel, Alghifari Aqsa, menilai proses yang dilakukan oleh tim gabungan Polri terlalu berbelit-belit. "Sudah dua tahun, sudah 800 hari lebih. Kasihan juga kan orang meminta keadilan," kata dia.

ROSSENO AJI NUGROHO | MAYA AYU PUSPITASARI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus