Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bantuan sosial atau bansos menjelang Pemilu 2024 dituduh pihak Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sebagai politisasi dan memberi dampak pada kemenangan pasangan nomor urut 02 Prabowo-Gibran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laporan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Februari 2024 menunjukkan adanya korelasi masyarakat pemilih Prabowo-Gibran dengan penerima bansos. Menghasilkan, 69 persen pencoblos Prabowo-Gibran adalah penerima bansos. Dilanjutkan dengan masyarakat yang tidak menerima bansos tidak pula memilih paslon 02 tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Survei tersebut juga menyatakan yang tidak terima Bansos tidak memilih Prabowo-Gibra, Lebih lanjut survei mengemukakan “… Tingkat dukungan masyarakat yang mengaku tidak menerima bansos terhadap 02 itu lebih rendah dibanding dengan (dukungan) masyarakat yang menerima bansos kepada 02 …”.
Penasihat Hukum Anies-Muhaimin (AMIN), Bambang Widjojanto uraikan adanya politisasi bansos ini ialah dengan meningkatkan anggaran perlindungan sosial atau perlinsos secara signifikan. Suatu hal yang janggal sebab pengeluaran ini terlalu jomplang jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Bambang menjelaskan, politisasi bansos dan kampanye terselubung Presiden Jokowi mempunyai pengaruh signifikan pada hasil survei terhadap Prabowo dan hal itu terkonfirmasi dari hasil survei, misalnya survei yang dirilis Litbang Kompas.
Pada Agustus 2023 hasil Survei Prabowo hanya sekitar 24,6 persen saja tapi meningkat menjadi 39,3 persen. Ketika Presiden Jokowi mulai aktif kampanye terselubung melalui kunjungan ke daerah dan meningkat lagi menjadi 58,8 persen setelah guyuran bansos dilakukan makin intensif dan demonstratif.
Pada 2018 ke 2019 masa Pemilu, ada peningkatan anggaran sebanyak Rp 14,6 triliun. Angka ini jauh lebih sedikit jika dibandingkan pesta demokrasi peralihan 2023 ke 2024, sebanyak Rp 53,5 triliun.
"Kemudian ada peningkatan sebanyak lebih dari 190 triliun tahun 2019, yang pada saat itu berlangsung pandemi dengan total pendanaan Rp 308 triliun," kata eks komisioner KPK it dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 30 Maret 2024.
Lebih lanjut, secara sengaja bansos 2024 dipercepat pendistribusiannya. Melonjak drastis Rp 12,45 trilun pada Januari 2024, jika dibandingkan Januari 2023 sebanyak 3,88 triliun.
Direktur Eksekutif Indonesia Budegt Center (IBC) Arif Nur Alam nilai potensi bansos 2024 ini pun sangat besar. Ia pun beberkan lima ragam bentuk potensi politisasi bansos pada tahun politik. Pertama, penyalahgunaan data penerima. Kedua, penyelewengan dana. Ketiga, penggunaan simbol atau atribut peserta Pemilu. Keempat, personifikasi kebijakan bansos. Kelima, mempengaruhi preferensi politik masyarakat penerima bansos.
Nyatanya Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjadi pemegang pengaruh tertinggi pada kampanye politisasi bansos ini. Laporan survei Litbang Kompas Agustus 2023 menunjukkan kemenangan Prabowo-Gibran 24,6 persen. Angka ini berubah menjadi 39,3 persen pada Desember 2023 begitu Jokowi aktif berkunjung ke daerah-daerah untuk berkampanye terselubung. Meningkat pula menjadi 58,8 persen di Februari 2024.
"Faktanya, politisasi bansos menjadi faktor pendongkrak utama yang disertai dengan pelibatan Lembaga Kepresidenan beserta jajaran Kementerian, mobilisasi dan pengerahan. Aparat penegakan hukum dan aparatur negara, mulai dari penjabat kepala daerah hingga kepala desa. Kesemuanya itu berujung pada intervensi untuk memengaruhi para pemilih guna memenangkan Paslon O2, Prabowo-Gibran," kata Bambang yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Djuanda.
Meninjau di lapangan, kemenangan Prabowo-Gibran tak terlepas adanya pengaruh bansos dan keterlibatan presiden serta jajaran kementeriannya yang ikut berkampanye. Tak hanya itu, Aparat Penegakan Hukum dan Aparatur Negara hingga kepala desa pun dipertanyakan kedaulatannya. Mirisnya lagi pendistribusian bansos ini tanpa melibatkan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Pun jika membandingkan perolehan suara kemenangan Prabowo saat mencalonkan menjadi presiden pada 2014, 2019, dan 2024. Misalnya Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, ada 21,91 persen pada 2014. Lalu pada 2019 menurun jadi 9,1 persen, dan meningkat drastis pada 2024 menjadi 75,39 persen. Ketidakwajaran ini tampaknya ada faktor signifikan yang turut memengaruhi.
Kajian Pengamat
Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Arif Nur Alam menilai potensi politisasi bantuan sosial atau bansos pada tahun politik saat ini sangat besar. Hal tersebut mengingat anggaran bansos pada 2024 meningkat signifikan.
"Memang ada kecenderungan tren dana bansos naik signifikan. Tahun 2024 angkanya naik Rp 53,3 truliun atau 12 persen dibandingkan realisasi anggaran perlindungan sosial tahun 2023," ujar Arif Nur Alam dalam diskusi di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat pada Ahad, 7 Januari 2024.
Ia merinci, pada 2024 anggaran bansos pada 2024 direncanakan sebesar Rp 486,8 triliun. Angka ini naik sebesar 12 persen atau Rp 533 triliun dari realisasi anggaran perlindungan sosial pada 2023 sebesar Rp 443,5 triliun.
Menurutnya, anggaran ini berpotensi dipolitisasi oleh pihak yang berkepentingan dalam kontestasi politik di Pemilu 2024. Pasalnya, penambahan anggaran tersebut belum didukung dengan tata kelola yang transparan sehingga rentan menjadi bancakan politik.
Tanggapan Bawaslu dan Jokowi
Menjawab persoalan ini, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengakui menerima adanya laporan dugaan terkait tindakan Jokowi dalam membagikan bansos terkait pasangan Prabowo Gibran. Yang berlokasi tepat di depan istana dekat dengan spanduk Prabowo-Gibran. Namun Bawaslu memutuskan tidak menindaklanjuti atas dasar netralitas.
Selain itu, Jokowi menyangkal jika ia lakukan poitisasi bansos untuk memenangkan pemilihan anaknya. Belanya, bansos diperuntukkan pada masyarakat yang sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tak hanya keputusan eksekutif.
Jokowi mengatakan ada dua pertimbangan pemberian bansos. Pertama kenaikan harga beras di seluruh negara, bukan hanya di Indonesia. Yang kedua, pemerintah ingin memperkut daya beli rakyat yang di bawah.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyangkal soal politisasi bantuan sosial yang dapat menguntungkan pasangan Calon Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Jokowi mengatakan pemberian bansos kepada masyarakat anggarannya juga sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, bukan semata keputusan eksekutif.
“Oh, sudah dari dulu kan. Dari September,” kata Jokowi saat ditemui di Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Jumat, 2 Februari 2024. “Jangan dipikir keputusan kita sendiri, sudah seperti itu dalam mekanisme kenegaraan (melalui DPR).”
ELLYA SYAFRIANI | DANIEL A. FAJRI | RIANI SANUSI PUTRI