Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tips Bangkitkan Semangat Anak Down Syndrome dari Para Ibu

Tiga ibu dengan anak down syndrome berbagi pengalaman mengembalikan mood buah hati mereka.

15 April 2019 | 14.21 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Bantul - Anak down syndrome membutuhkan perhatian dan kesabaran ekstra dari orang dewasa yang merawatnya. Tiga ibu dengan anak berkebutuhan khusus berbagi kisah bagaimana mereka mendongkrak mood buah hatinya yang mendadak lenyap karena sesuatu hal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca: Sebab Anak Down Syndrome Sebaiknya Masuk Sekolah Inklusif

Seperti apa tips membangkitkan semangat anak down syndrome dari Syarfi, 52 tahun, ibunda Imansyah Aditya Fitri, 16 tahun; Evi, ibu dari Kidung Sariro Ayu, 3,5 tahun; dan Lia Nurjanti, guru Putri Pertiwi, 27 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam acara peringatan Hari Down Syndrome Sedunia yang berlangsung di Lapangan Sepakbola Potorono, Kabupaten Bantul, 31 Maret 2019, Syarfi menceritakan bagaimana mood Aditya mendadak lenyap. Padahal saat itu dia harus menggebuk drum untuk mengiringi musik.

"Mood Aditya hilang karena tiba-tiba musik yang diputar terhenti," kata Syarfi. Seketika itu dia panik dan langsung meminta operator meneruskan lagu yang sama. Sayang, mood Aditya sudah anjlok. Dia menolak menabuh drum.

Syarfi berusaha merayu dan anaknya mau beraksi kembali asalkan yang diputar adalah musik pilihannya, yakni lagu berjudul 'Selow'. Untuk menjaga semangat Aditya, Syarfi mengajak semua penonton berjoget. Acara peringatan Hari Down Syndrome Sedunia berlangsung meriah.

Imansyah Aditya Fitri, seorang anak dengan down syndrome asal Payakumbuh, Sumatera Barat yang jago menabuh drum saat tampil dalam peringatan Hari Doen Syndrom Sedunia 2019 di Lapangan Sepakbola Potorono, Bantul, 31 Maret 2019

Sayangnya di tengah tarian tadi, ada lagi yang membuat Aditya ngambek. Musababnya, dia tak suka ada orang yang berjoget di panggung dan persis di depan drumnya. Posisi orang tersebut menghalangi penonton melihat aksi panggung Aditya. Beberapa kali dia memberikan isyarat dengan cara menggerakkan stik drumnya ke kiri dan kanan supaya orang yang berjoget di depannya minggir.

"Performa Aditya sangat tergantung mood," kata Syarfi kepada Tempo di sela acara. Beberapa faktor penyebabnya antara lain kelelahan fisik dan kondisi lingkungan sekitar. Aditya pun kesulitan membagi konsentrasi. Apabila dia ingin berkonsentrasi pada satu hal tapi dikacaukan oleh hal lain, dia bisa kehilangan mood dan menghentikan permainannya.

Syarfi menceritakan saat Aditya sudah datang ke suatu acara pada pukul 08.00, namun ternyata dia dijadwalkan pentas pukul 14.00. Selama tujuh jam menunggu, Aditya terlanjur kelelahan dan bosan. "Akhirnya dia enggak mau main sama sekali karena lelah," ucap Syarfi.

Sebab itu, Syarfi selalu merinci kepada setiap penyelenggara acara, kira-kira jam berapa putranya bakal tampil. "Jadi, kami datang saat mendekati waktu manggung," ucap dia seraya menjelaskan kelelahan sangat mempengaruhi emosi anak down syndrome.

Memang ada beberapa cara untuk mengembalikan mood Aditya. Misalnya dijanjikan jalan-jalan, dibelikan sesuatu yang dia suka, hingga melibatkan orang-orang yang dia sayangi. Hanya saja, tak mudah melakukan semua itu karena harus ada kerja sama tim.

Kerja sama tim ini, menurut Syarfi, terwujud dengan saling mendukung dan berbagi peran. Apabila ada anak down syndrome yang ngambek, maka ibu-ibu dan anak-anak yang lain membantu memulihkan mood-nya. Seperti mengingatkan Adit, bahwa penampilannya ditunggu banyak orang. "Enggak bisa kerja sendiri untuk mengurusi anak berkebutuhan khusus," kata Syarfi.

Selanjutnya: Mood Kidung Sariro Ayu dan Putri Pertiwi

Pengalaman mengatasi mood anak down syndrome juga dialami Evi, ibu dari Kidung Sariro Ayu, 3,5 tahun. Saat mood Kidung turun, Evi mengalihkan dengan kegiatan yang disukainya, seperti menyanyi dan menari. "Membangun mood anak-anak istimewa itu sulit sekali. Harus sabar," kata Evi.

Kidung Sariro Ayu (digendong ibunya), anak dengan down syndrome yang berbakat melukis memamerkan karyanya dalam peringatan Hari Down Syndrome Sedunia 2019 di Lapangan Sepakbola Potorono, Bantul, 31 Maret 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Sama seperti Evi, guru seni Lia Nurjanti berpesan agar selalu sabar dan jangan sampai berbuat kasar kepada anak down syndrome. Selama mengajarkan Putri Pertiwi, 27 tahun, membuat sketsa hingga digelar pameran 'Titik Balik' di Bentara Budaya Yogyakarta pada 5 Januari 2019, Lia Nurjanti tak bosan menyemangati Putri.

Dalam pameran itu dipajang 90 sketsa karya Putri Pertiwi. Selama proses pembuatan, ada kalanya mood Putri Pertiwi drop. "Penyebab utamanya saat dia merasa lelah secara fisik," kata Lia Nurjanti. "Kalau sudah begini, orang tua dan guru yang mendampingi harus sabar menunggu mood-nya balik lagi."

Jika Putri Pertiwi terlihat amat lelah, maka pembuatan sketsa dilanjutkan esok hari. Lia Nurjanti tahu betul ketika mood Putri sedang bagus dan buruk. Putri Pertiwi biasanya bersemangat di antara jam 08.00 sampai 11.00. Selama tiga jam itu, proses membuat sketsa dilakukan penuh semangat.

Putri Pertiwi pengidap down syndrome memamerkan karya seni sketsa buatannya bertajuk Titik Balik di Bentara Budaya Yogyakarta, 5 Januari 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Jika semangat Putri Pertiwi mulai turun, Lia Nurjanti berupaya membangkitkannya dengan memutar lagu kekinian yang ceria dan mengajaknya menari. Bisa juga dengan mengajak Putri makan bersama. "Misalkan ibunya membuat sup. Ayo makan berdua. Setelah makan, mood-nya balik lagi," kata Lia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus