Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Markas Besar TNI menyatakan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi yang memberikan kewenangan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK untuk mengusut perkara dugaan korupsi yang melibatkan unsur militer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI, Mayor Jenderal Hariyanto, mengatakan TNI menghormati putusan Mahkamah sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan dalam bidang konstitusi. "Dalam hal ini TNI akan mempelajari lebih lanjut putusan Mahkamah dan implikasinya," kata Hariyanto melalui pesan singkat, Sabtu, 30 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hariyanto menjelaskan, putusan Mahkamah tersebut amat penting dipelajari terlebih dahulu oleh TNI guna memastikan pelaksanaan hukum yang dilakukan nantinya dapat berjalan dengan baik dan sesuai koridor.
Nantinya, menurut Hariyanto, TNI juga akan melakukan koordinasi dengan KPK, Kejaksaan Agung serta institusi penegak hukum lain untuk memastikan implementasinya berjalan sesuai prinsip keadilan, transparansi dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya. "Juga untuk tidak mengganggu tugas pokok TNI dalam menjaga kedaulatan negara," ujarnya.
Sebelumnya, Mahkamah mengabulkan perkara gugatan nomor 87/PUU-XXI/2023 yang menguji Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Dalam putusannya, Mahkamah memutuskan KPK memiliki kewenangan untuk mengusut kasus korupsi yang terjadi di ranah militer atau yang melibatkan prajurit TNI sepanjang kasus tersebut ditangani sejak awal oleh KPK.
Hakim Konstitusi Arsul Sani mengatakan, dalam pertimbangannya MK memandang diperlukan penegasan terhadap Pasal 42 Undang-Undang tentang KPK, khususnya dalam perkara korupsi koneksitas. "Penegakan hukum tindak pidana korupsi seharusnya mengesampingkan budaya sungkan, terutama untuk hal-hal yang sudah diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan," kata dia saat membacakan pertimbangan hukum Mahkamah, Jumat, 29 November 2024.
Penegasan ini diperlukan. Sebab, pada persoalan korupsi koneksitas atau korupsi yang melibatkan unsur sipil dan militer terdapat penafsiran yang berbeda-beda di antara para penegak hukum terhadap rumusan Pasal 42 Undang-Undang tentang KPK.
Padahal, kata Arsul, rumusan Pasal tersebut apabila dipahami secara gramatikal, teleologis dan sistematis semestinya tidak menimbulkan keraguan pada penegak hukum, bahkan KPK memiliki kewenangan untuk mengusut kasus korupsi yang melibatkan unsur sipil dan militer.
Adapun pasal 42 Undang-Undang tentang KPK sebelumnya memiliki bunyi "KPK berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum."
Namun, dalam putusannya, Ketua Mahkamah Suhartoyo menyatakan Pasal 42 Undang-Undang tentang KPK bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai jika KPK berwenang melakukan pengusutan pada kasus korupsi di ranah militer.
Dalam putusannya, Mahkamah menegaskan ketentuan Pasal 42 Undang-Undang KPK dengan bunyi sebagai berikut "KPK berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK."
Pilihan Editor: Presiden Prabowo: Tidak Ada Tanggal Merah untuk Kabinet Sekarang