Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tokoh Gereja Papua Pesimistis Wacana Dialog Damai

Sejumlah tokoh gereja di Papua ragu akan rencana Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk menginisiasi dialog damai. Komnas HAM diminta berfokus pada penyelesaian persoalan pelanggaran hak asasi manusia di Papua.

18 Maret 2022 | 00.00 WIB

Mahasiwa melakukan aksi di depan Perumas II Waena menolak pemekaran Daerah Otonomi Baru, Jalan Raya SPG Taruna Bakti, Kota Jayapura, Papua, 8 Maret 2022. ANTARA/Gusti Tanati
Perbesar
Mahasiwa melakukan aksi di depan Perumas II Waena menolak pemekaran Daerah Otonomi Baru, Jalan Raya SPG Taruna Bakti, Kota Jayapura, Papua, 8 Maret 2022. ANTARA/Gusti Tanati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Jaringan gereja di Papua bakal siap membantu perundingan damai jika difasilitasi negara pihak ketiga.

  • Tokoh gereja mendesak pemerintah menghentikan konflik bersenjata di Papua.

  • Polisi masih terus mengusut kasus penembakan di Yahukimo setelah demonstrasi menolak pemekaran.

JAKARTA — Sejumlah tokoh gereja di Papua ragu akan rencana Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk menginisiasi dialog damai demi mengakhiri konflik bersenjata di sana. Mereka menyebutkan persoalan di Papua sudah terjadi selama puluhan tahun dan membutuhkan negara lain sebagai pihak ketiga untuk menjembatani upaya perdamaian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP), Pastor John Alberto Bunay, menyatakan bahwa masalah di tanah Papua tidak akan bisa diselesaikan oleh Indonesia sendiri. Organisasi yang menghimpun tokoh gereja di Papua ini menilai Komnas HAM tidak memiliki kapasitas menengahi berbagai persoalan di Papua dan bagian dari lembaga independen Indonesia. "Sebaiknya Komnas HAM tolong bicara ke presiden untuk mencari negara yang kira-kira bisa memediasi dua kubu ini," tutur Bunay, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Komnas sebelumnya mengklaim siap menjadi inisiator dialog damai antara Indonesia dan Papua. Dialog itu nantinya dirancang untuk mempertemukan pemerintah dengan kelompok pro-kemerdekaan, termasuk melibatkan kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) yang selama ini masih angkat senjata berperang melawan pasukan TNI-Polri.

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, menyatakan bahwa rencananya sudah disetujui Presiden Joko Widodo hingga Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. Damanik juga sudah ke Papua menemui tokoh gereja, organisasi sipil, hingga pemerintah daerah. Namun dia belum memastikan kapan dialog damai itu diselenggarakan, termasuk orang-orang yang ditunjuk sebagai perwakilan kedua pihak.

Evakuasi korban konflik di Intan Jaya, Papua, 14 September 2020. ANTARA/HUMAS POLDA PAPUA

Menurut Bunay, Komnas HAM mestinya tak melakukan hal itu dan fokus mendorong agar Presiden Joko Widodo bersedia membuka diri untuk pihak ketiga. Itu pun, kata dia, jika pemerintah benar-benar serius menghendaki perdamaian di tanah Papua. Bunay mengklaim pasti ada negara yang bersedia bersikap netral untuk menjadi pihak ketiga dan menjembatani penyelesaian konflik bersenjata di Bumi Cenderawasih.

Jika hal itu terjadi, Bunay siap mengerahkan jaringannya untuk membantu negara pihak ketiga memulai persiapan perundingan perdamaian antara Indonesia dan Papua. Dia juga bakal menyiapkan tokoh-tokoh perwakilan Indonesia dan Papua yang dihimpun untuk berdialog, serta menghimpun aspirasi dari tujuh wilayah adat Papua. "Karena ini konflik ideologi, berbeda dengan Aceh."

Menurut dia, Komnas HAM bisa membantu untuk berbicara kepada pemerintah ihwal konsep dialog perdamaian di Papua tersebut. Bunay menyatakan bersikap sukarela membantu Komnas HAM memulai merancang konsep dialog damai. Dia juga memastikan semua perwakilan kelompok yang berseberangan dengan Indonesia bakal diakomodasi. Nantinya, Presiden dapat mengirim surat undangan dialog yang disertai persiapan negara mana yang ditunjuk sebagai pihak ketiga.

Ketua Sinode Gereja Kingmi Tanah Papua, Pendeta Benny Giay, mengatakan inisiasi dialog damai memang sangat diperlukan untuk menghentikan konflik bersenjata di Papua. Namun dia juga ragu Komnas HAM dipercaya masyarakat Papua untuk menginisiasi dialog perdamaian, terutama bagi TPNPB-OPM. "Karena bisa jadi orang yang mengatasnamakan OPM justru yang diajak dialog. Itu yang diragukan," ujar dia.

Menurut Benny, Komnas HAM mesti terbuka ihwal kelompok mana yang bakal diajak dialog. Jika Komnas HAM berhasil mendatangkan OPM, harus dipastikan kelompok itu mewakili semua kepentingan masyarakat. Sebab, kata dia, banyak kelompok yang mengatasnamakan OPM di Papua. Bahkan, dia menyebutkan, terdapat kelompok OPM bayaran yang menjadi pendukung pemerintah.

Dia menganjurkan agar Komnas HAM berfokus pada penyelesaian persoalan pelanggaran hak asasi manusia di Papua. Selama ini banyak kasus kejahatan kemanusiaan yang mangkrak di tangan Komnas HAM. Satu di antaranya kematian balita berusia 2 tahun setelah diduga ditembak tentara di Kabupaten Intan Jaya pada 27 Oktober 2021. Komnas HAM juga dianggap tidak bisa berbuat banyak ketika pemerintah terus mengirim pasukan secara besar-besaran ke Papua.

Dia juga mengkritik kebijakan pemerintah yang terus memaksakan dalih pembangunan di Papua. Salah satunya dengan rencana pemekaran provinsi di tanah Papua yang kini memicu protes di banyak kabupaten. Aksi demonstrasi besar-besaran tersebut berujung penembakan dua warga sipil di Kabupaten Yahukimo.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, tak mempersoalkan jika inisiasi mereka untuk menciptakan dialog damai diragukan oleh tokoh agama maupun TPNPB-OPM. Menurut dia, dialog ini perlu dilakukan sebagai upaya menurunkan angka kekerasan di Papua. "Agar tidak timbul korban dari TNI-Polri maupun dari masyarakat," ucap dia.

Wakil Ketua Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Beka juga menyebutkan lembaganya masih mengusut kasus dugaan penembakan di Kabupaten Yahukimo. Insiden yang terjadi pada Selasa lalu itu menewaskan dua warga sipil, yaitu Yakob, 39 tahun, dan Erson Weipsa, 21 tahun. Sejumlah orang juga dilaporkan mengalami luka-luka akibat tembakan peluru tajam.

Adapun Kepala Bidang Humas Polda Papua, Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal, menyatakan masih menyelidiki kasus penembakan tersebut. Dia menyatakan polisi telah menetapkan seorang berinisial L sebagai tersangka kasus kerusuhan berupa perusakan dan pembakaran fasilitas pemerintahan di Yahukimo. "Tim juga telah mengamankan barang bukti di beberapa tempat kejadian," tutur dia.

Ahmad mengatakan polisi memeriksa dua orang lainnya yang disebut terlibat kerusuhan di Yahukimo. Namun Ahmad tak menjawab ihwal tanggung jawab kepolisian terhadap nasib dua orang yang meninggal akibat tertembak, termasuk sejumlah warga sipil Papua lainnya yang diduga ditembak polisi.

AVIT HIDAYAT
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus