Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tolak Revisi UU Polri, Koalisi Masyarakat: Ancam Kebebasan Berpendapat, Polisi Jadi Superbody Investigator

Koalisi Masyarakat Sipil menilai adanya revisi UU Polri ini berpotensi semakin membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi.

2 Juni 2024 | 16.56 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menyatakan sikap menolak revisi Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia atau revisi UU Polri. Koalisi ini terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), KontraS, Imparsial, IM57+ Institute, SAFEnet, ICW, dan 15 organisasi lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua YLBHI, Muhammad Isnur mengungkap enam pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian terhadap revisi UU Polri ini. Pertama, koalisi menolak keras revisi UU Polri berdasarkan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kedua, koalisi menuntut DPR maupun pemerintah untuk segera menghentikan pembahasan ihwal RUU Polri pada masa legislasi. Ketiga, koalisi menuntut DPR dan presiden untuk tidak menyusun UU secara serampangan hanya untuk kepentingan politik kelompok.

"Kami juga menuntut DPR dan presiden mengabaikan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan yang semestinya sejalan dengan prinsip demokrasi dan negara hukum," kata Isnur dalam konferensi pers di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Ahad, 2 Juni 2024.

Menurut Isnur, pembentukan UU baru seharusnya memperkuat cita-cita reformasi untuk penguatan sistem demokrasi, negara, dan hak asasi manusia untuk kepentingan melindungi rakyat. Bukan justru sebaliknya, revisi UU Polri ini berpotensi mengancam demokrasi dan hak asasi manusia.

Tuntutan koalisi yang keempat adalah mendesak DPR untuk memprioritaskan pekerjaan rumah legislasi lain yang lebih mendesak. Misalnya penyelesaian revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana, revisi UU Perampasan Aset, RUU Penyadapan, RUU Masyarakat Adat, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

Kelima, koalisi mendesak pemerintah serta parlemen untuk mengevaluasi dan mengaudit secara serius hingga menyeluruh pada institusi Polri. Koalisi juga meminta evaluasi dan audit itu melibatkan unsur masyarakat sipil serta lembaga HAM negara.

"Keenam, koalisi mendesak pemerintah dan parlemen untuk memperkuat pengawasan kerja kepolisian, baik dalam hal penegakan hukum, keamanan negara, maupun pelayanan masyarakat," kata Isnur.

Menurut Isnur, koalisi juga menilai adanya revisi UU Polri ini berpotensi semakin membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi. Revisi aturan itu juga dikhawatirkan bisa memberangus hak seseorang untuk memperoleh informasi dan privasinya di media sosial serta ruang digital.

"RUU Polri akan memperluas kewenangan intelkam milik Polri sampai melebihi lembaga-lembaga lain yang mengurus soal intelijen," kata Isnur.

Koalisi juga menilai revisi UU Polri ini semakin mendekatkan peran kepolisian negara menjadi superbody investigator. Penyadapan di ruang siber pun rentan terjadi, sebab dengan revisi UU Polri ini kepolisian memiliki wewenang yang diklaim sesuai UU Penyadapan.

"Padahal Indonesia hingga saat ini belum memiliki suatu peraturan perundang-undangan mengenai penyadapan," kata Isnur. Tidak hanya selesai di wewenang penyadapan, revisi UU Polri ini membuat aparat kepolisian berwenang memegang komando untuk membina Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian juga menyoroti penambahan batas usia pensiun menjadi 60 sampai 62 tahun bagi anggota Polri dan batas usia pensiun 65 tahun bagi pejabat fungsional Polri. Koalisi menilai penambahan batas usia dalam revisi UU Polri itu tidak memiliki urgensi dan dasar yang jelas.

Koalisi mengatakan revisi UU Polri ini pun menambah daftar kewenangan yang fungsinya tidak jelas sehingga menyebabkan tumpang tindih kewenangan dengan lembaga negara maupun kementerian. Koalisi menyorot revisi UU Polri ini hanya berorientasi menambah kewenangan kepolisian, padahal mekanisme pengawasannya belum diatur secara tegas.

Terakhir, koalisi mengatakan bahwa pembahasan revisi UU Polri ini terkesan terburu-buru serta mengabaikan partisipasi publik secara menyeluruh.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus