Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kontroversi kasus pembunuhan disertai mutilasi terhadap empat warga Papua berlanjut. Kemarin, kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) menampik klaim Kepolisian Daerah Papua yang menyebutkan satu dari empat korban terafiliasi dengan kelompok kriminal bersenjata—sebutan bagi TPNPB-OPM—di Nduga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, mengatakan para korban bukanlah anggota mereka, melainkan masyarakat sipil. Klaim bahwa korban mutilasi terafiliasi dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB), kata dia, merupakan permainan Polri dan Tentara Nasional Indonesia untuk menutupi kejahatan kemanusiaan terhadap orang asli Papua. "Jadi, tidak benar itu bilang anggota TPNPB. Itu hanya bahasa untuk menutupi kesalahan kejahatan mereka," kata Sebby kepada Tempo pada Kamis, 1 September 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Empat warga Papua tewas di Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, pada Senin, 22 Agustus 2022. Mereka adalah Arnold Lokbere, Irian Nigiri, Leman Nigiri, dan Atis Tini. Potongan tubuh mereka ditemukan dalam enam karung berisi batu yang sebelumnya dibuang oleh para pelaku di Sungai Kampung Pigapu.
Sepuluh orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan tersebut. Enam orang di antaranya adalah personel TNI Angkatan Darat, yakni Mayor Hf, Kapten Dk, Prajurit Kepala Pr, Prajurit Satu Ras, Prajurit Satu Pc, dan Prajurit Satu R. Kepolisian telah menyerahkan mereka ke Sub-Detasemen Polisi Militer Kodam XVII/Cenderawasih di Kabupaten Mimika. Adapun tersangka warga sipil, yaitu APL alias Jeck, DU, R, dan RMH, disidik oleh kepolisian.
Tim penyidik dari Polisi Militer melakukan pemeriksaan dan penyidikan terhadap oknum prajurit TNI AD yang merupakan tersangka pembunuhan empat warga di Kabupaten Mimika Papua. Tniad.mil.id
Kepolisian menyebutkan seorang korban terafiliasi dengan KKB di Nduga, Papua Pegunungan. Pernyataan ini dilontarkan dalam woro-woro kronologi pembunuhan yang ditengarai bermula dari rencana jual-beli senjata api. Para pelaku membunuh dan mengambil duit senilai Rp 250 juta yang dibawa para korban dalam transaksi.
Adanya latar belakang rencana transaksi inilah yang sebelumnya memantik desakan dari sejumlah kalangan agar Polri dan TNI tak hanya mengusut kasus pembunuhan, tapi juga dugaan perdagangan senjata. Namun pihak kepolisian menyebutkan motif pembunuhan adalah faktor ekonomi.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua, Komisaris Besar Faizal Ramadhani, menyatakan kasus ini merupakan perampokan dengan kekerasan. Dia menegaskan, tak ada senjata api dalam rencana transaksi itu. “Ini kan rekayasa transaksi senjata,” ujarnya, kemarin, menjelaskan ihwal modus para pelaku menjerat para korban.
Kemarin, menurut Faizal, kepolisian telah melakukan identifikasi postmortem ataupun antemortem terhadap potongan tubuh keempat korban. "Ada kemungkinan untuk cek DNA itu kurang-lebih butuh waktu seminggu," ujarnya.
Pemerintah Dituntut Bertanggung Jawab
TPNPB-OPM menuntut Presiden Joko Widodo bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut. Sebby Sambom menilai pembunuhan disertai mutilasi ini merupakan kejahatan negara terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh aparat.
Dia berharap Jokowi berani mengambil keputusan untuk memerintahkan eksekusi mati terhadap enam anggota TNI dan empat warga sipil yang memutilasi orang asli Papua. "Ini kan kejahatan kemanusiaan yang tidak bisa diterima oleh siapa pun manusia di seluruh dunia," ujar Sebby.
Rabu lalu, Presiden Joko Widodo turut mengomentari peristiwa tersebut saat berkunjung di Papua. Dia memerintahkan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menuntaskan kasus pembunuhan dan mutilasi di Kabupaten Mimika, Papua Tengah. "Saya perintahkan kepada Panglima TNI membantu proses hukum yang sudah dan telah dilakukan oleh kepolisian dan di-backup oleh TNI," kata Jokowi di GOR Toware, Sentani, Jayapura. Jokowi memerintahkan TNI mengusut tuntas kasus tersebut dengan seadil-adilnya sehingga kepercayaan kepada institusi pertahanan negara tetap terjaga.
Pada hari yang sama, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa juga telah menyampaikan kepada awak media bahwa para tersangka anggota TNI akan dijerat dengan Pasal 339 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu pembunuhan yang menyertai atau mendahului sebuah tindak pidana lainnya. Kemudian, Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Dalam Pasal 340 KUHP, termaktub hukuman maksimal adalah hukuman mati, penjara seumur hidup, dan minimal 20 tahun penjara.
Selain dua pasal tersebut, kata Andika, tersangka bisa dikenai Pasal 221 KUHP tentang menghilangkan barang bukti dan seterusnya, termasuk Pasal 55 KUHP tentang turut serta dalam tindak pidana. Sebelumnya, para pelaku juga telah membakar satu unit kendaraan yang disewa oleh para korban.
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa di Puslatpur Baturaja, Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan, 11 Agustus 2022. ANTARA/M Risyal Hidayat
Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem, berpendapat bahwa kasus itu merugikan masyarakat dan juga nama baik negara. Dia menilai kasus ini akan memperburuk kepercayaan masyarakat Papua terhadap TNI. "Kepercayaan masyarakat Papua terhadap TNI itu sudah kritis," kata Theo.
Menurut Theo, pengusutan kasus hingga tuntas—seperti yang telah diperintahkan oleh Jokowi—sangat penting. Peradilan terhadap para pelaku, kata dia, kelak juga harus terbuka. “Agar publik dan keluarga korban dapat mengetahui perkembangan kasusnya,” ujarnya.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebelumnya juga berencana menurunkan tim ke Papua untuk mendalami dugaan pelanggaran HAM dalam kasus tersebut. Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Amiruddin, meminta kepada Panglima TNI agar proses peradilan kasus mutilasi itu dilakukan secara transparan, termasuk melibatkan pihak lain secara terbuka. "Saya sampaikan kepada Panglima TNI supaya ini dibuat terbuka saja, transparan," ujar Amiruddin.
Menurut dia, Komnas HAM dan lembaga perlindungan HAM di Papua dapat dilibatkan dalam pengusutan kasus ini. Amiruddin berpendapat bahwa pelibatan pihak eksternal dan peradilan yang transparan akan meningkatkan kepercayaan publik dalam proses penyidikan.
HENDARTYO HANGGI | LAURA SOBUBER
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo