Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAHASISWA UI mogok belajar sejak April yang lalu -- ini bukan April Mop. Sebelum aksi mogok itu, di kampus UI Salemba muncul corat-coret mengkritik Rektor. Pun sedikit aksi lempar tak terelakkan: kaca-kaca Ruang Rektoriat pecah berantakan. Itulah aksi solidaritas mahasiswa UI atas dipecatnya rekan mereka, Peter Sumariyoto, 32 tahun, mahasiswa Fak. Teknik Jurusan Arsitektur. Sebab pemecatan adalah sehubungan dengan kegiatan Peter akhir-akhir ini sebagai Ketua DM (Dewan Mahasiswa) UI, yang mulai disandangnya oktober tahun lalu. Kegiatan itu antara lain: rapat kerja DM, merencanakan Malam Kekerabatan Angkatan 81/82 di kampus Rawamangun, dan puncaknya Apel Siaga Mahasiswa UI, 20 Maret di halaman Rektoriat UI Salemba -- dua hari setelah huru-hara kampanye pemilu di Lapangan Banteng. Menurut Bambang Tri Puspito, Ketua Senat Mahasiswa Fak. Teknik, apel itu bertujuan menegaskan sikap mahasiswa terhadap kampanye pemilu dan sudah direncanakan sebelum Peristiwa Lapangan Banteng terjadi. "Agar kampanye tak memecahbelah bangsa. Dan kami menegaskan, sikap kami netral," tuturnya. Repotnya, lembaga kemahasiswaan yang disebut dewan mahasiswa itu sejak 1978 telah tak diakui. Sebagai gantinya Dep. P & K mengharuskan dibentuknya BKK (Badan Koordinasi Kemahasiswaan) di semua perguruan tinggi negeri. Dan bukan rahasia lagi di beberapa perguruan tinggi, termasuk UI, BKK seret pelaksanaannya. Itulah rupanya yang mendasari surat pemecatan dari Rektor UI yang baru menjalankan tugasnya sekitar 2 bulan. Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, Rektor itu, mengakui pemecatan tersebut dilakukan dengan berat hati. "Saya dipaksa keadaan. Peter keras kepala, padahal saya sudah berusaha mencari jalan tengah," katanya. Sebelum surat pemecatan turun, terlebih dahulu dikirim surat kepada Peter. Isinya, meminta ketegasannya tidak mengakui adanya DM dan IKM (Ikatan Keluarga Mahasiswa) UI. Berdasar SK Rektor UI 1978, lembaga tersebut telah ditiadakan. Peter, kelahiran Pati, Jawa Tengah, pemeluk Katolik yang saleh kata teman-temannya, sebetulnya tak menolak bulat-bulat himbauan Rektornya. Ia ingin menjelaskan secara pribadi kepada Nugroho --yang pernah menjadi murid sebuah SMP di Pati, yang waktu itu kepala sekolahnya adalah ayah Peter. "Saya mengharapkan pertemuan antara anak dan orang tua dalam suasana kekeluargaan," tulis surat balasan Peter. Toh, yang diterimanya adalah surat pemecatan. Nugroho menjelaskan kesulitannya. Menurut dia, sesudah ada Apel Siaga Mahasiswa, ada telepon dari Mayjen Norman Sasono, Pangdam V Jaya, yang bermaksud menangkap penyelenggara Apel Siaga itu. Tapi Nugroho menolak. "Saya masih mampu menanggulangi masalah ini," jawabnya kepada Pangdam V Jaya itu. Ujian Jalan Terus Tapi itulah yang agaknya mendorong Nugroho menurunkan surat pemecatan. "Saya takut UI terbakar karena kegiatan Peter," katanya Senin malam kepada TEMPO. "Ini 'kan musim kampanye." Diakuinya, mungkin tindakannya kurang bijaksana. Semula, Peter yang sebetulnya dalam status diskors sejak Desember 1981 (masih semasa Prof. Dr. Mahar Mardjono menjabat Rektor UI), akan diperpanjang saja masa skorsnya sampai akhir tahun ini. Peter yang masuk UI 1976 memang akan berakhir masa haknya menjadi mahasiswa di akhir 1982 ini. Di urusan Arsitektur Fak. Teknik UI paling lama mahasiswa diharuskan menyelesaikan kuliahnya 6 tahun. Lebih dari itu bisa keluar. Tentang pemogokan mahasiswa, Nuroho punya komentar sendiri. "Saya masih ragu, apakah para aktivis itu mewakili aspirasi seluruh mahasiswa," katanya. Kenyataannya meskipun pintu ruang-ruang kuliah, baik di kampus Salemba maupun Rawamangun digembok bahkan ada yang disemen para mahasiswa pendukung mogok kuliah, beberapa kuliah jalan terus. Tak semua mahasiswa mendukung aksi mogok itu. Para mahasiswi Fak. Sastra Jurusan Bahasa Indonesia yang Jumat pagi, 2 April harus menempuh ujian, ternyata tak mundur. Mereka mengerjakan ujian dengan duduk di lantai, bahkan juga di depan kamar kecil. Aksi mogok tampaknya paling berhasil di kampus Salemba. Sampai dengan Senin lalu kegiatan perkuliahan di sini nampak senyap. Mahasiswa hanya bergerombol-gerombol di uar ruang kuliah. Ruang kuliah Fak. Teknik bahkan pintunya disolder. Agaknya untuk menjawab aksi mahasiswa, Rektor UI sendiri menulis dua selebaran, tertanggal 31 Maret dan 1 April. Dalam selebaran kedua dijelaskannya alasan pemecatan. Pertama, seperti telah disebutkan, tak lagi diakuinya eksistensi DMUI. Yang kedua, adanya SK Rektor UI 1981 tentang Tata Tertib Kehidupan Kampus UI. Dalam kasus Sumariyoto, dijelaskan Nugroho, ia melanggar Pasal 4, Ayat a: "Menyalahgunakan nama, lambang dan segala bentuk tanda UI." Sesungguhnya mahasiswa telah mencoba mencari pemecahan. Malam, 30 Maret, para Ketua Senat Mahasiswa mencoba menemui Rektor di rumahnya. Tapi pembicaraan buntu. Bagi mahasiswa "usul mahasiswa selalu ditampik oleh Prof. Nugroho." Sedang bagi Nugroho tindakan Peterterglongmembahayakan "integritas Alma Mater, mengundang perbenturan kepentingan politik dari luar kampus." Rektor tak melihat alternatif lain, selain pemecatan. Toh, Senin siang di kampus Salemba ada Rapat Senat Akademis. MeDUrut Nugroho, para dekan melaporkan kesediaan mahasiswa kembali masuk kuliah. Memang tidak serentak. Ada yang bersedia masuk sejak Senin itu, ada yang ingin Selasa, ada pula yang baru mau Rabu. Bahkan dilaporkan, Fak. Kesehatan Masyarakat mahasiswanya tak pemah ikut mogok. Senin malam lalu direncanakan pertemuan antara Presidium Senat Mahasiswa UI dengan Senat Guru Besar UI. Sayang, acara konsultasi itu gagal, karena dari Senat Guru Besar hanya muncul Prof. Dr. Selo Sumardjan, Guru Besar Fak. Ilmu-ilmu Sosial. Padahal, Presidium Senat Mahasiswa telah menyiapkan konsep kesanggupan kembali aktif kuliah mulai 6 April. Tentu, ada syaratnya. Pertama, membentuk forum resmi antara mahasiswa dengan pimpinan UI untuk membicarakan segala permasalahan, dalam tempo 1 minggu. Kedua, selekasnya merehabilitasi Biner Tobing (yang dipecat Rektor Mahar Mardjono pada 1981) dan Peter Sumariyoto. Nugroho sendiri tampaknya lebih percaya kepada dekan-dekannya. "Senat Mahasiswa tak sepenuhnya didukung mahasiswa," katanya kepada TEMPO, Senin malam lewat telepon. Ia tetap percaya, sejumlah mahasiswa akan masuk kuliah lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo