Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Para ulama dari Jamia Uloom-ul-Islamia di Kota Banuri, Pakistan dilaporkan mengeluarkan fatwa haram terhadap penggunaan aplikasi TikTok pada Selasa, 19 Desember 2023 lalu. Sebagaimana dilaporkan The Express Tribune, kritik ini disampaikan oleh para ulama dari sudut pandang agama karena konten yang dimuat dalam platform Tiktok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mereka mengecam TikTok, sebab mengizinkan streaming video perempuan yang dinilai tidak pantas. Para ulama menilai konten seperti itu dimotivasi oleh ketenaran dan keuntungan finansial belaka, namun berujung pada dosa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Para ulama tersebut menekankan bahwa sebagian besar penggunaan TikTok terlibat dalam kegiatan terlarang. Mulai dari berbagi gambar, video serta musik yang dilarang, dan menyebarkan konten yang tak senonoh. Tak hanya itu, konten di TikTok juga dinilai mempromosikan humor yang tak pantas, hingga pelanggaran lainnya.
Lebih lanjut, fatwa ulama ini mencatat bahwa individu dari berbagai kelompok usia mencari uang lewat konten di TikTok. Termasuk di antaranya para pemuda dan orang tua. Para ulama menilai, beberapa di antaranya mungkin tidak sejalan dengan nilai-nilai moral yang kuat. Dalam hal ini, mereka menekankan perlu mempertimbangkan potensi dampak negatif terhadap perilaku individu dan nilai-nilai etika.
We Are Social melaporkan, pengguna TikTok di Pakistan hingga Oktober 2023 mencapai 48,12 juta. Angka ini menempatkan Pakistan menjajdi negara pengguna TikTok terbesar ketujuh di dunia.
Hubungan TikTok dengan otoritas Pakistan memiliki riwayat yang tak mudah. Pada awal 2023, sebuah petisi diajukan ke Pengadilan Tinggi Lahore. Isi petisi ini mendesak pelarangan aplikasi TikTok, karena khawatir akan efek yang merugikan bagi generasi muda.
Laporan The Print menyatakan pada rentang Oktober 2020 hingga September 2021, otoritas Islamabad melarang TikTok untuk sementara waktu sebanyak empat kali. Pelarangan ini merupakan buntut dari kekhawatiran akan konten asusila.