Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Presiden ikut KTT BRICS di Afrika Selatan.
Sisi positifnya, Indonesia akan membangun hubungan diplomatik dengan negara berkembang yang menjadi penyeimbang negara maju.
Amerika Serikat akan menganggap Indonesia memilih berteman dengan negara yang berseberangan politik dengannya, yaitu Rusia.
JAKARTA – Pakar hubungan internasional menilai agenda Indonesia bergabung ke BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan)—blok ekonomi global—akan membawa dampak positif dan negatif. Dari sisi negatif, Indonesia akan dianggap pro terhadap Rusia dan Cina—rival politik Amerika Serikat dan sekutunya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dengan ikut sertanya Indonesia dalam BRICS, akan dipandang oleh Amerika Serikat dan aliansinya (bahwa Indonesia) mendekatkan diri kepada negara yang sedang membangun pengaruhnya di dunia, yakni Tiongkok,” kata Fitriani, peneliti politik internasional dari International Institute for Strategic Studies (IISS), Ahad, 20 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, kata dia, Amerika Serikat dan sekutunya akan menganggap Indonesia memilih berteman dengan negara-negara yang berseberangan politik dengannya, yaitu Rusia dan Iran. Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) berseberangan dengan Rusia dalam menyikapi perang Rusia-Ukraina. Adapun Iran sering bersitegang dengan Amerika Serikat dalam urusan keamanan di kawasan Timur Tengah.
“Amerika Serikat dan aliansinya akan melakukan tekanan politik dan ada kemungkinan berdampak secara ekonomi,” kata dia.
Namun, kata Fitriani, kekhawatiran Amerika Serikat dan aliansinya itu bisa ditepis dengan keberadaan India di BRICS. India merupakan sekutu Amerika Serikat. Keduanya tergabung dalam Quadrilateral Security Dialogue (Quad), yaitu blok kerja sama keamanan antara Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan India.
Selain sisi negatif, Fitriani menilai banyak dampak positif jika Indonesia bergabung ke BRICS. Misalnya, Indonesia akan membangun hubungan diplomatik dengan negara berkembang yang menjadi penyeimbang negara-negara maju. Selain itu, Indonesia akan menunjukkan kepada dunia bahwa negara ini secara prinsip tetap menjalankan doktrin kebijakan luar negeri politik bebas aktif.
Selanjutnya, “Menyalakan kembali diplomasi dengan negara-negara Asia-Afrika,” ujarnya. Menurut dia, diplomasi itu akan berguna dalam menyiapkan perayaan 70 tahun Konferensi Asia Afrika pada 2025. Apalagi Indonesia merupakan pencetus Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955.
Pertemuan para menteri luar negeri BRICS di Cape Town, Afrika Selatan, 1 Juni 2023 di Cape Town, Afrika Selatan, 1 Juni 2023. REUTERS/Nic Bothma
Presiden Joko Widodo tengah berangkat ke Afrika Selatan untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi BRICS ke-15 di Johannesburg, Ahad kemarin. KTT ini diagendakan berlangsung selama tiga hari pada 22-24 Agustus ini.
"Indonesia diundang dalam KTT BRICS. Tentunya di sela KTT BRICS akan dilakukan berbagai pertemuan bilateral dengan berbagai kepala negara yang lainnya," kata Jokowi, yang dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, kemarin.
Jokowi mengatakan akan melawat ke tiga negara lainnya di Afrika selain Afrika Selatan. Ketiga negara itu adalah Kenya, Tanzania, dan Mozambik. Lawatan Jokowi ke kawasan Afrika ini merupakan yang pertama kali sejak menjadi presiden pada 2014. Ia beralasan bahwa Indonesia membawa semangat KTT Asia Afrika pertama di Bandung dalam lawatannya tersebut.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, belum dapat memastikan Indonesia akan bergabung ke BRICS meski Presiden Jokowi akan menghadiri KTT ke-15 blok ekonomi tersebut. Ia meminta semua pihak menunggu Jokowi tiba di Afrika Selatan untuk memastikan Indonesia bergabung atau tidak ke aliansi ekonomi yang dibentuk pada 2006 ini.
Ia menjelaskan, Presiden Jokowi menghadiri KTT BRICS itu atas undangan Afrika Selatan sebagai Ketua BRICS saat ini. “Ilustrasinya mungkin saat Indonesia menjadi Ketua G20. Indonesia juga mengundang beberapa kepala negara yang negaranya bukan anggota G20,” kata Faizasyah.
Menteri Luar negeri Retno Marsudi menyampaikan pernyataannya secara virtual dalam pertemuan menteri luar negeri BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan) di Cape Town, Afrika Selatan, 2 Juni 2023. Kemlu.go.id
Sinyal Indonesia bergabung ke BRICS sesungguhnya sudah terlihat sejak Juni lalu. Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi mengikuti rangkaian agenda KTT BRICS, yaitu “Friends of BRICS”, pada 2 Juni lalu. Acara yang digelar secara virtual tersebut diikuti 14 negara yang berstatus undangan.
Sebulan sebelumnya, Retno juga menyinggung BRICS saat Presiden Jokowi mengikuti KTT G7 Outreach di Hiroshima, Jepang, Mei lalu. “Saya harap BRICS bisa ikut mendukung langkah ini dan tidak menjadi bagian dari ketidakadilan ekonomi,” kata Retno, ketika itu.
Dikutip dari Reuters, disebutkan bahwa lebih dari 40 negara berminat bergabung ke BRICS. Beberapa negara itu adalah Indonesia, Argentina, Arab Saudi, Gabon, Iran, Kazakhstan, Komoro, Republik Demokratik Kongo, dan Uni Emirat Arab.
Kepala Departemen Hubungan Internasional Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Lina Alexandra, mengatakan BRICS merupakan blok ekonomi yang bisa saja berpengaruh terhadap politik global. Namun, kata dia, BRICS masih kesulitan mengimbangi dominasi politik global Amerika Serikat.
Pertimbangannya, sikap politik global anggota BRICS masih terbelah. Misalnya, Cina dan Rusia berada di kubu berlawanan dengan Amerika Serikat. Lalu India justru menjadi sekutu Amerika Serikat, meski cukup dekat dengan Rusia di tengah perang Rusia-Ukraina.
“India dan Cina masih memiliki konflik perbatasan wilayah,” kata Lina.
Menurut Lina, BRICS belum dapat merepresentasikan diri sebagai blok politik yang dapat mengimbangi dominasi politik Amerika Serikat dan aliansinya. Apalagi, kata dia, BRICS masih berkonsentrasi pada penguatan ekonomi anggotanya.
JIHAN RISTIYANTI | M. JULNIS FIRMANSYAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo