Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pansus DPD Akan Bekerja Selama 60 Hari
Pansus Kecurangan Pemilu Akan Dorong DPR Ajukan Angket
Hasil Kerja Pansus Akan Disampaikan ke DPR
JAKARTA – Tamsil Linrung berulang kali mengusulkan pembentukan panitia khusus kecurangan Pemilu 2024 kepada pimpinan Dewan Perwakilan Daerah, sejak Agustus tahun lalu. Anggota DPD asal Sulawesi Selatan itu kembali mengusulkan agenda serupa dalam rapat paripurna DPD, Selasa kemarin, 5 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Usulan itu berangkat dari sejumlah temuan dugaan kecurangan yang ada di posko pemantau potensi kecurangan pemilu di setiap provinsi, salah satunya di Makassar,” katanya, Selasa kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dugaan pelanggaran itu antara lain politik uang tim pemenangan peserta pemilu, distribusi bantuan sosial disertai foto calon presiden tertentu, serta mobilisasi aparat ataupun kepala desa untuk memenangkan pasangan calon presiden tertentu. Berbagai indikasi kecurangan pemilu itu masuk ke posko DPD di sejumlah provinsi. Masyarakat juga mengadukannya ke Badan Pengawas Pemilu.
Berbagai kecurangan itulah yang mendorong Tamsil terus menyuarakan pembentukan panitia khusus di DPD. Bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Keadilan Sejahtera ini berpendapat pembentukan panitia khusus di DPD merupakan langkah alternatif untuk membongkar kecurangan pemilu, di samping lewat pengaduan ke Bawaslu ataupun penggunaan hak angket DPR.
“Pembentukan pansus ini juga sebagai upaya mendorong DPR segera mengajukan hak angket kecurangan pemilu,” katanya.
Rapat paripurna DPD masa sidang IV tahun 2023-2024 menyepakati pembentukan panitia khusus kecurangan pemilu, Selasa kemarin. Rapat yang dipimpin Ketua DPD Lanyalla Mahmud Mattalitti di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen Senayan, itu berjalan lancar. Peserta rapat paripurna kompak menyetujui pembentukan panitia khusus tersebut.
"Mohon Kesekjenan (DPD) memperhatikan dan mempersiapkan tindak lanjut pembentukan pansus ini," kata Lanyalla lewat siaran pers, kemarin.
Ketua DPD LaNyalla Mahmud Mattalitti (kanan kedua) dalam Rapat paripurna DPD masa sidang ke-IV tahun 2023-2024di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, 5 Maret 2024. Dok. DPD RI
Panitia khusus ini akan beranggotakan 15 senator. Mereka akan bekerja selama 60 hari. Panitia khusus akan meminta keterangan berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga negara, maupun masyarakat. Hasil kerja panitia khusus itu akan disampaikan ke DPR untuk ditindaklanjuti.
“Kami optimistis DPR mau menindaklanjuti dengan hak angket,” kata Tamsil.
Hingga saat ini, Komisi Pemilihan Umum masih merekapitulasi suara Pemilu 2024. Tahap rekapitulasi suara sudah berada di tingkat KPU provinsi.
Baca juga:
Sesuai dengan hitung cepat sejumlah lembaga survei, pemelihan presiden dimenangi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Pasangan calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju itu meraih suara di atas 50 persen. Calon presiden nomor urut 02 itu mengalahkan kedua rivalnya, Anies Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
Adapun pemilu legislastif, sesuai dengan hasil quick count sejumlah lembaga survei, menunjukkan hanya delapan partai politik yang memenuhi ambang batas lolos ke DPR, yaitu 4 persen dari perolehan suara sah nasional. Delapan partai itu adalah PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai NasDem, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional.
Tiga pakar hukum tata negara, yaitu Zainal Arifin Muchtar, Feri Amsari, dan Herdiansyah Hamzah, mengapresiasi langkah DPD membentuk panitia khusus untuk membongkar kecurangan pemilu. Ketiganya menilai DPD memang berwenang membentuk panitia khusus untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang.
“Memang semua orang harus ikut menjaga pemilu ini. Tapi DPD harus lebih bijaksana dengan mandat di UUD,” kata Zainal. “DPD harus pas dalam merumuskannya.”
Pakar hukum tata negara yaitu Zainal Arifin Mochtar. TEMPO/Imam Sukamto
Zainal merujuk pada Pasal 22D UUD 1945. Pasal ini mengatur tugas dan wewenang DPD dalam mengawasi pelaksanaan undang-undang, yang meliputi otonomi daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; hubungan pusat dan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara; pajak, pendidikan, serta agama.
Dosen dari Universitas Gadjah Mada itu berpendapat DPD mesti cermat menerjemahkan poin pengawasannya tersebut yang berhubungan dengan pemilu. Ia menyarankan panitia khusus DPD masuk lewat pelaksanaan APBN dan pemekaran Provinsi Papua dalam mengusut kecurangan pemilu.
Baca Juga Infografiknya:
Feri sependapat dengan Zainal. Pakar hukum dari Universitas Andalas itu menilai pemekaran Papua menjadi lima provinsi mendekati pelaksanaan Pemilu 2024 patut dicurigai merupakan bagian dari kecurangan pemilu. Pemekaran itu sekaligus mempengaruhi penggambaran daerah pemilihan di pemilu.
“Panitia khusus DPD dapat juga masuk lewat dana desa,” kata Feri.
Adapun Herdiansyah menilai panitia khusus DPD akan memiliki banyak keterbatasan. Sebab, hasil kerja panitia khusus hanya berupa rekomendasi, yang disampaikan ke DPR untuk ditindaklanjuti. Meski begitu, ia mendukung upaya DPD menghidupkan berbagai jalan untuk membongkar kecurangan pemilu.
“Pansus bentukan DPD ini tidak memiliki daya dobrak yang kuat karena hasilnya akan menjadi rekomendasi bagi DPR,” katanya.
Pakar hukum dari Universitas Mulawarman itu mendorong DPR tetap menggunakan hak angket untuk membongkar berbagai dugaan kecurangan pemilu. “Semoga saja pembentukan pansus ini bisa mendorong DPR segera mengajukan hak angket.”
Helmi Chandra, pakar hukum tata negara dari Universitas Bung Hatta, juga mendorong DPR menggunakan hak angket. Sebab, hasil kerja panitia khusus di DPD tetap tidak sekuat penggunaan hak angket DPR. “Angket DPR juga lebih kuat untuk memanggil pihak-pihak eksekutif,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.